BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Indonesia sebagai salah satu negara berkembang masih
menghadapi permasalahan besar dalam perkembangan kota-kotanya. Fenomena
urbanisasi yang terjadi di kota-kota besar mengakibatkan meningkatnya kebutuhan
akan ruang kota, seperti fasilitas perumahan, sebagai salah satu kebutuhan
dasar manusia. Undang-undang No. 4 Tahun 1992
tentang Perumahan dan Permukiman, merumuskan bahwa : Perumahan adalah kelompok rumah
yang berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian yang
dilengkapi dengan prasarana dan sarana lingkungan. Sedangkan Permukiman adalah
bagian dari lingkungan hidup di luar kawasan lindung, baik yang berupa kawasan
perkotaan, maupun perdesaan yang berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal
atau lingkungan hunian dan tempat kegiatan yang mendukung perikehidupan dan
penghidupan.
Hunian merupakan kebutuhan dasar manusia dan sebagai hak
bagi semua orang untuk menempati hunian yang layak dan terjangkau (Shellter for
All) sebagaimana dinyatakan dalam Agenda Habitat (Deklarasi Istambul) yang
telah juga disepakati Indonesia. Dalam kerangka hubungan ekologis antara
manusia dan lingkungan pemukimannya terlihat jelas bahwa kualitas sumberdaya
manusia di masa yang akan datang sangat dipengaruhi oleh kualitas perumahan dan
permukiman di mana masyarakat tinggal menempatinya (Djoko Kirmanto, 25 Maret
2002). Agenda 21 Rio de Janeiro tahun 1992 mengartikan pembangunan permukiman
secara berkelanjutan sebagai upaya yang berkelanjutan untuk memperbaiki kondisi
sosial, ekonomi dan kualitas lingkungan sebagai tempat hidup dan bekerja semua
orang. Untuk itu perlu disiapkan tempat tinggal yang layak bagi semua, perlu
terus diperbaiki cara mengelola permukiman, mengatur penggunaan tanah untuk
permukiman, meningkatkan prasarana permukiman, menjamin ketersediaan
transportasi dan energi, dan juga perlu dikembangkan industri konstruksi yang
mendukung pembangunan serta pemeliharaan permukiman. Selain itu di dalam
penyelenggaraan perumahan dan permukiman harus mengedepankan strategi pemberdayaan
(enabling strategy).
Permasalahan
permukiman yang dihadapi kota besar semakin kompleks. Tingginya tingkat
kelahiran dan migrasi penduduk yang terbentur pada kenyataan bahwa lahan di
perkotaan semakin terbatas dan nilai lahan yang semakin meningkat serta
mayoritas penduduk dari tingkat ekonomi rendah sampai tingkat ekonomi menengah
atas, menimbulkan permukiman-permukiman padat di kawasan yang dianggap
strategis yaitu kawasan pusat kota, industri dan perguruan tinggi. Perumahan dan permukiman sebagai
salah satu kebutuhan dasar manusia, memiliki fungsi strategis sebagai pusat
pendidikan keluarga, persemaian budaya, dan peningkatan kualitaas generasi yang
akan datang, serta merupakan pengejawantahan jati diri.
Seperti yang kita ketahui seiring dengan perkembangan jaman
di era modernisasi ini, kebutuhan akan tempat tinggal semakin meningkat yang diikuti
dengan meningkatnya angka kependudukan. Kebutuhan tempat tinggal tersebut
terealisasikan dengan maraknya pembangunan perumahan dan pemukiman baik yang diselenggarakan oleh pihak
pemerintah maupun swasta. Namun, pembangunan perumahan dan pemukiman tersebut
kini menjadi permasalahan utama bagi masyarakat yang terkait dengan Ruang Terbuka Hijau (RTH). Berdasarkan Undang-Undang Nomor 26
Tahun 2007 tentang Penataan Ruang dan Peraturan Menteri PU No.05/PRT/M/2008 tentang Pedoman Penyediaan dan
Pemanfaatan Ruang Terbuka Hijau di Kawasan Perkotaan disebutkan bahwa pengertian Ruang
Terbuka Hijau (RTH) adalah area memanjang/jalur dan atau mengelompok, yang
penggunaannya lebih bersifat terbuka, tempat tumbuh tanaman, baik yang tumbuh
tanaman secara alamiah maupun yang sengaja ditanam. Sedangkan Ruang Terbuka
Hijau Kawasan Perkotaan (RTHKP) berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri
Nomor 1 Tahun 2007 tentang Ruang Terbuka Hijau Kawasan Perkotaan adalah bagian
dari ruang terbuka suatu kawasan perkotaan yang diisi oleh tumbuhan dan tanaman
guna mendukung manfaat ekologi, sosial, budaya, ekonomi, dan estetika. Berdasarkan Undang-Undang (UU) No.
26 Tahun 2007 tentang tata ruang menyebutkan luas areal ruang terbuka
setidaknya 30% dari total luas wilayah yakni meliputi 20% ruang publik dan 10%
untuk ruang privat. Proporsi 30% merupakan ukuran minimal untuk menjamin
keseimbangan ekosistem kota, baik keseimbangan sistem hidrologi dan
keseimbangan mikroklimat, maupun sistem ekologis lain yang dapat meningkatkan
ketersediaan udara bersih yang diperlukan masyarakat, serta sekaligus dapat meningkatkan
nilai estetika kota.
Ruang Terbuka
Hijau (Green Openspaces) di tengah-tengah ekosistem perkotaan juga berfungsi
untuk meningkatkan kualitas lansekap kota. Keseimbangan ekosistem di perkotaan
memang sangatlah diperlukan untuk menunjang keindahan, keasrian serta
kenyamanan kota tersebut. Maka
ketika suatu kota tersebut tidak ada keseimbangan ekosistemnya ini akan
berakibat buruk kepada lingkungan. Karena kalau kita lihat antara pembangunan
perumahan dan permukiman maupun bangunan-bangunan lainya haruslah melihat pada
keeksistensian lingkunganya.
B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan
masalah dalam makalah ini,yaitu :
1.
Apa Pengertian
Perumahan dan Pemukiman ?
2.
Bagaimana
Pembangunan Perumahan Rakyat dan Ciri Permintaannya ?
3. Apa Dampak
Pembangunan Perumahan Terhadap Lingkungan Sekitar ?
4. Apa Pengertian dan Ciri-Ciri Permukiman Kumuh ?
5. Bagaimana Pengelolaan
Permukiman Kumuh ?
C. Tujuan
Adapun tujuan dari penyusunan makalah
ini selain untuk memenuhi tugas dari dosen mata kuliah Ekonomi Perkotaan, yaitu
:
1.
Mengetahui
Pengertian Perumahan dan Pemukiman
2. Mengetahui Pembangunan Perumahan Rakyat dan Bagaimana Ciri
Permintaannya
3. Mengetahui
Dampak Pembangunan Perumahan Terhadap Lingkungan Sekitar
4. Mengetahui Pengertian dan Ciri-Ciri Permukiman Kumuh
5. Mengetahui Pengelolaan
Permukiman Kumuh
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Perumahan dan Permukiman
Rumah atau perumahan merupakan suatu kebutuhan dasar bagi kita (manusia)
dan juga merupakan determinan kesehatan masyarakat. Karena itu pengadaan
perumahan merupakan tujuan fundamental yang kompleks dan tersedianya standar
rumah atau perumahan adalah suatu isu penting dari kesehatan masyarakat.
Menurut UU No. 4 Tahun 1992 tentang
Perumahan dan Permukiman, perumahan berada dan merupakan bagian dari
permukiman, perumahan adalah kelompok rumah yang berfungsi sebagai lingkungan
tempat tinggal atau lingkungan hunian yang dilengkapi dengan prasarana dan
sarana lingkungan (pasal 1 ayat 2). Pembangunan perumahan diyakini juga
mampu mendorong lebih dari seratus macam kegiatan industri yang berkaitan
dengan bidang perumahan dan permukiman (Sumber: Kebijakan dan Strategi Nasional
Perumahan dan Permukiman Departemen Permukiman dan Prasarana Permukiman ). Prasarana lingkungan
yaitu kelengkapan dasar fisik lingkungan, misalnya penyediaan air minum,
pembuangan sampah, listrik, telepon, jalan, yang memungkinkan lingkungan pemukiman
berfungsi sebagaimana mestinya, dan sarana lingkungan yaitu fasilitas penunjang
yang berfungsi untuk penyelenggaraan serta pengembangan kehidupan ekonomi,
sosial dan budaya, seperti fasilitas taman bermain, olah raga, pendidikan,
pertok oan, sarana perhubungan, keamanan, serta fasilitas umum lainnya.
Menurut Undang-Undang No 4 Tahun 1992
Pasal 3, Permukiman adalah bagian dari lingkungan hidup diluar kawasan lindung,
baik yang berupa kawasan perkotaan maupun pedesaan yang berfungsi sebagai
lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian dan tempat kegiatan yang
mendukung perikehidupan dan penghidupan. Satuan lingkungan permukiman adalah
kawasan perumahan dalam berbagai bentuk dan ukuran dengan penataan tanah dan
ruang, prasarana dan sarana lingkungan yang terstruktur (pasal 1 ayat 3).
Pasal 4 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1992
menyebutkan bahwa penataan perumahan dan permukiman berlandaskan asas manfaat,
adil dan merata, kebersamaan dan kekeluargaan, kepercayaan pada diri sendiri,
keterjangkauan, dan kelestarian lingkungan hidup. Jadi, pemukiman adalah suatu wilayah atau area yang ditempati oleh
seseorang atau kelompok manusia. Pemukiman memiliki kaitan yang cukup erat
dengan kondisi alam dan sosial kemasyarakatan sekitar.
B. Pembangunan Perumahan Rakyat dan Ciri Permintaannya
Di daerah
perkotaan ( terutama kota-kota besar) jumlah penduduk relatif besar dan
pertumbuhannya relatif besar pula, maka kebutuhan akan rumah adalah sangat
besar jumlahnya yang berarti pembangunan perumahan dalam jumlah besar harus
dilaksanakan. untuk itu telah dicanangkan suatu kebijaksanaan Nasional
Pembangunan Perumahan Rakyat. pengolaan dilakukan oleh Menteri Negara Urusan
Perumahan Rakyat.
Pembangunan
perumahan rakyat diperuntukkan bagi
golongan masyarakat yang berpendapatan rendah dan menengah dengan harga yang
terjangkau. Lingkungan perumahan rakyat telah banyak dibangun di daerah-daerah
perkotaan. Demikian pula rumah-rumah susun akan dikembangkan ke kota-kota besar
lainnya. Dalam bentuk rumah susun sewa dan rumah susun yang dimiliki.
Bagi
masyarakat, rumah (perumahan) merupakan kebutuhan yang utama disamping
pemenuhan kebutuhan akan pangan dan sandang. Keadaan ini akan lebih terasa bagi
penduduk yang hidup di daerah perkotaan (besar). Fungsi rumah bagi penghuninya
selain sebagai tempat berteduh dan beristirahat, dapat dimanfaatkan pula
sebagai sarana untuk membina kesejahteraan dan kerukunan keluarga. Fungsi yang
pertama menganggap rumah sebagai fasilitas fisik. Sedangkan yang kedua lebih
menonjolkan pada penciptaan “suasana” pemukiman yang tentram dan bahagia.
Meskipun sifat
kebutuhan akan perumahan itu sangat penting, namun ciri permintaannya dapat
dikatakan tidak terlalu inelastis. Jika harga rumah mahal, maka sebagian besar
penduduk tidak berkeinginan untuk membeli rumah tetapi cukup puas dengan
mencari rumah kontrakan. Jika penghasilan tidak mampu untuk membayar kontrak
maka mereka akan menyewa rumah yang berkondisi lebih rendah. Kecenderungan ini
memperlihatkan adanya pilihan (alternatif) dalam pemenuhan kebutuhan akan
perumahan.
Dalam
pembangunan perumahan rakyat dikenal beberapa istilah, misalnya rumah murah
(yang menekankan pada harganya yang murah supaya terjangkau oleh lapisan
masyarakat yang berpendapatan rendah/sedang dan rumah sederhana (meskipun kecil
dalam hal luas bangunan dan luas tanahnya tetapi memenuhi persyaratan kesehatan
bagi penghuninya). Dalam hal ini terdapat dua persyaratan mendasar, yaitu :
“keterjangkauan” dan “kelayakan huni”. Dengan istilah perumahan perkotaan
dimaksudkan pembangunan rumah di daerah
perkotaan dalam jumlah besar dibangun perusahaan pengembang (umumnya rumah yang
relatif sederhana dan murah) untuk memenuhi kebutuhan penduduk akan perumahan
yang terus meningkat.
Dalam pengadaan perumahan rakyat (di
daerah perkotaan) meliputi berbagai aspek yaitu :
ü
Aspek teknis
berkaitan dengan bentuk dan tipe rumah, kuantitas dan kualitas rumah yang
dibangun, serta pembangunan prasarana jalan, listyrik, air minum, dan lainnya
pada lokasi pemukiman.
ü
Aspek ekonomi
meliputi persoalan-persoalan menegnai penyediaan kredit perumahan rakyat,
penentuan harga jual rumah, pembayaran uang muka dan ansuran setiap bulannya
untuk masing-masing tipe rumah yang disesuaikan dengan kemampuan ekonomi
masyarakat.
ü
Aspek sosial
bertujuan menciptakan kehidupan masyarakat dak kehidupan yang bersih, sehat,
aman dan sejahterah.
C. Dampak Pembangunan Perumahan Terhadap Lingkungan Sekitar
Pembangunan merupakan suatu usaha pemerintah untuk memenuhi
kebutuhan dasar dan meningkatkan harkat serta martabat masyarakat. Di samping kontribusinya dalam usaha
menanggulangi masalah penyebaran penduduk, perkembangan yang terjadi dalam lingkungan
perumahan yang mencakup berbagai bidang kehidupan mangakibatkan munculnya
permasalahan, baik masalah internal maupun masalah ekternal yaitu dampak dari
perumahan bagi masyarakat
di luar perumahan dan lingkungan alam sekitarnya.
Permasalahan
yang timbul dalam lingkungan perumahan mencakup beberapa bidang kehidupan baik
lingkungan alam maupun lingkungan sosial, seperti kesenjangan sosial yang
menonjol dalam kalangan masyarakat perumahan yang berimbas terhadap kurang
terintegrasinya masyarakat perumahan, penggunanan lahan yang tidak semestinya
yang dapat mengurangi keindahan dan tata guna lahan, serta penggunaan unit yang
tidak sesuai dengan fungsinya. Kerusakan
jalan yang tergenang
air jika musim hujan merupakan dampak dari adanya peningkatan jumlah penduduk
perumahan.
1.
Dampak Terhadap Lingkungan Alam
Manusia dan alam lingkungannya merupakan kesatuan yang
tidak dapat dipisahkan. Keduanya saling berinteraksi, dimana interaksi akan
berpengaruh pada tingkah laku manusia. Lingkungan ini dapat berupa lingkungan
fisik, yaitu alam sekitar baik yang alamiah maupun yang dibuat oleh manusia,
dan lingkungan sosial budaya. Melalui interaksinya dengan ketiga lingkungannya
ini barulah seorang manusia dapat disebut sebagai manusia yang lengkap.
Dengan
adanya pembangunan perumahan tidak saja membawa dampak positif bagi kemajuan
suatu daerah tetapi juga membawa dampak negatif yang secara tidak langsung
dirasakan akibatnya oleh warga setempat. Hal ini dikarenakan bahwa bayaknya
perusahaan kontraktor yang mengerjakan proyek perumahan tidak memerhatikan
aspek-aspek lingkungan mereka yang tinggal di sekitar perumahan tersebut
melainkan perusahaan kontraktor ini lebih memperhatikan pada aspek-aspek
fasilitas yang ada di dalam lingkungan perumahan itu sendiri, sehingga akibat
dari itu semua banyak warga yang tinggal
di sekitar lingkungan perumahan tersebut merasa dirugikan, contohnya adalah
warga yang tinggal di sekitar lingkungan perumahan dilanda kebanjiran dimana
itu semua bisa terjadi karena pihak deploper perumahan tersebut kurang
memperhatikan saluran air dan juga kurang memperhatikan antara jumlah volume
air seiring dengan semakin bertambah padatnya daerah tersebut.
Dampak
negatif lain dari keberadaan perumahan tersebut adalah lahan pertanian yang
secara perlahan-lahan terus berkurang, artinya bahwa dengan keberadaan
perumahan tersebut dimana awalnya tanah yang menjadi kapling dari perumahan itu
sendiri adalah merupakan lahan pertanian dari warga setempat. Selain itu adanya
polusi udara, artinya bahwa dengan dibangunnnya perumahan secara perlahan-lahan
daerah tersebut semakin panas, hal ini di karenakan bahwa lahan–lahan yang
dulunya merupakan lahan penghijauan banyak ditanami pohon-pohon yang
menghasilkan udara sejuk harus ditebangin hanya karena proyek perumahan.
Dalam
setiap tahapan pembangunan hendaknya selalu diperhatikan dampak yang mungkin
terjadi dari setiap proses, AMDAL sebagai salah satu instrumen dalam setiap
pembangunan, khususnya pembangunan perumahan. Secara formal konsep Analisa
Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) berasal dari undang-undang NEPA 1969 di
Amerika Serikat. Dalam undang-undang ini AMDAL dimaksudkan sebagai alat untuk
merencanakan tindakan preventif terhadap kerusakan lingkungan yang mungkin akan
timbul oleh suatu aktivitas pembangunan yang sedang direncanakan. Di Indonesia,
mengenai AMDAL tertera dalam pasal 16
Undang-Undang no. 4 Tahun 1982 tentang ketentuan-ketentuan Pokok Pengelolaan
Lingkungan Hidup. Diharapkan dengan penerapan AMDAL dalam pembangunan perumahan
ini dapat meminimalisir jumlah kerusakan yang diakibatkan atas pembangunan
perumahan tersebut terhadap lingkungan alam sekitarnya.
2.
Dampak Pembangunan
Perumahan Terhadap Lingkungan Sosial
Disamping
permasalahan internal yang dialami oleh masyarakat perumahan, keberadaan
perumahan ini juga memberikan dampak dalam berbagai segi kehidupan, baik sosial
maupun ekonomi masyarakat sekitar. Dalam bidang ekonomi, keberadaan perumahan merupakan sebab utama
peralihan mata pencaharian penduduk dari segi agraris ke non agraris. Mata pencaharian penduduk sekitar
berorientasi pada pertanian, namun
setelah dibangunnya perumahan mata pencaharian dari pertanian berubah ke non-pertanian.
Secara garis besar dapat dirinci mengenai berbagai
permasalahan dan dampak sosial yang terjadi pada kegiatan pembangunan perumahan
adalah :
a)
Terjadinya
proses marjinalisasi, yaitu peminggiran secara sistematis masyarakat petani
karena beralih ke sektor usaha non pertanian dengan semakin terbatasnya lahan.
b)
Terjadinya
kesenjangan sosial yang menonjol dalam kalangan masyarakat perumahan dan warga
sekitarnya.
Selain
dampak negatif yang disebutkan diatas, terdapat pula dampak positif dari
pembangunan perumahan tersebut. Hal ini ini bisa dilihat dari sarana dan
prasarana yang semakin lengkap jika dibandingkan dengan sebelumnya, seperti
misalnya adanya supermarket, rumah sakit dan sekolah-sekolah. Dampak lain yang
ditimbulkan adalah dengan adanya pembangunan perumahan sangat berdampak pada
pemikiran masyarakat setempat dimana sebelumnya pola pemikiran masyarakat masih
bersifat primitif namun setelah adanya pembangunan perumahan tersebut maka
pemikiran masyarakat juga ikut berubah menjadi lebih modern, hal ini dikarenakan
banyaknya pendatang yang tinggal di perumahan tersebut terdiri dari berbagai
golongan dan juga etnis yang berbeda beda. Hal ini tidak menutup kemungkinan
mempengaruhi sifat dari masyarakat setempat, baik dengan sifat positifnya
maupun negtifnya. Seperti sifat serikat bersama yang perlahan mulai berkurang,
artinya bahwa dengan banyaknya para pendatang yang datang dengan berbagai latar
belakang masing-masing juga ikut mempengaruhi sekaligus membawa sifat
masyarakat /warga asli menjadi lebih terbuka, melek ilmu pengetahuan dan
teknologi, egois, individualistik, dan lain sebagainya. Juga ikut berkontribusi
mempengaruhi lifestyles atau gaya hidup dari
masyarakat sekitar perumahan, seperti cara berpakaian atau berbahasa. Sedangkan
gaya hidup merupakan bagian dari kebudayaan,
sementara kebudayaan merupakan fakta sosial. Disinilah arus globalisasi dan modernisasi mulai masuk seiring dengan
pembangunan perumahan tersebut. Pembangunan perumahan itu sendiri
merupakan salah satu rangkaian usaha pertumbuhan dan perubahan berencana yang
dilakukan secara sadar oleh masyarakat bersama pemerintah menuju modernisasi
dalam rangka pembinaan bangsa (Siagian, 1974:21). Hal ini dilakukan dalam upaya
untuk mensejahterakan kehidupan warga negaranya.
Salah satu contohnya yaitu perumahan yang berada di Bumi
Rancaekek Kencana, dengan adanya pembangunan perumahan disini, ikut berkontribus
dalam memajukan masyarakat disekiar perumahannya, salah satu aspeknya adalah
mengenai pendidikan, setelah adanya pembangunan perumahan ini lembaga pendidikan
dan lulusannya menjadi meningkat dibandingkan dengan sebelum adanya pembangunan
perumahan di wilayah tersebut. Merujuk pada pernyataan diatas, jika kita
hubungkan dengan pembangunan perumahan maka disini arus globalisasi dan modernisasi mulai
masuk seiring dengan pembangunan perumahan tersebut. Dengan masuknya penghuni
perumahan yang datang dari berbagai daerah membawa budaya dan latar
belakangnya, melalui interaksi yang terjadi diantara mereka, maka nilai-nilai
dan sifat-sifat masyarakat kota ikut membaur dengan masyarakat setempat.
D. Pengertian dan Ciri-Ciri Permukiman Kumuh
Di
kota-kota besar di Negara-negara Dunia biasa ditemukan adanya daerah kumuh atau
pemukiman miskin. Adanya daerah kumuh ini merupakan pertanda kuatnya gejala
kemiskinan, yang antara lain disebabkan oleh adanya urbanisasi berlebih di
kota-kota tersebut. Secara umum, daerah kumuh (slum area) diartikan sebagai
suatu kawasan pemukiman atau pun bukan kawasan pemukiman yang dijadikan sebagai
tempat tinggal yang bangunan-bangunannya berkondisi substandar atau tidak layak
yang dihuni oleh penduduk miskin yang padat. Kawasan yang sesungguhnya tidak
diperuntukkan sebagai daerah pemukiman di banyak kota besar oleh
penduduk miskin yang berpenghasilan rendah dan tidak tetap diokupasi untuk
dijadikan tempat tinggal, seperti bantaran sungai, di pinggir rel kereta api,
tanah-tanah kosong di sekitar pabrik atau pusat kota, dan di bawah jembatan.
Permukiman kumuh adalah permukiman yang tidak
layak huni karena ketidakteraturan bangunan, tingkat kepadatan bangunan yang
tinggi, dan kualitas bangunan serta sarana dan prasarana yang tidak memenuhi
syarat. (Sumber: UU No. 1 Tahun 2011 Tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman).
Beberapa ciri-ciri daerah kumuh antara lain :
1. Dihuni oleh penduduk yang padat dan berjubel, baik karena pertumbuhan
penduduk akibat kelahiran mapun karena adanya urbanisasi.
2. Dihuni oleh warga yang berpenghasilan rendah dan tidak tetap, atau
berproduksi subsisten yang hidup di bawah garis kemiskinan.
3. Rumah-rumah yang ada di daerah ini merupakan rumah darurat yang
terbuat dari bahan-bahan bekas dan tidak layak.
4. Kondisi kesehatan dan sanitasi yang rendah, biasanya ditandai oleh
lingkungan fisik yang jorok dan mudahnya tersebar penyakit menular.
5. Langkanya pelayanan kota seperti air bersih, fasilitas MCK,
listrik, dsb.
6. Pertumbuhannya yang tidak terencana sehingga penampilan fisiknya
pun tidak teratur dan tidak terurus, jalan yang sempit,
halaman tidak ada, dsb.
7. Kuatnya gaya hidup “pedesaan” yang masih tradisional.
8. Secara sosial terisolasi dari pemukiman lapisan masyarakat lainnya.
9. Ditempati secara ilegal atau status hukum tanah yang tidak jelas
(bermasalah).
10. Biasanya ditandai oleh banyaknya perilaku menyimpang dan tindak
kriminal
E. Pengelolaan Permukiman
Kumuh
Kemiskinan merupakan salah satu penyebab timbulnya pemukiman kumuh di
kawasan perkotaan. Pada dasarnya kemiskinan dapat ditanggulangi dengan adanya
pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan pemerataan, peningkatan lapangan pekerjaan
dan pendapatan kelompok miskin serta peningkatan pelayanan dasar bagi kelompok
miskin dan pengembangan institusi penanggulangan kemiskinan. Peningkatan pelayanan dasar
ini dapat diwujudkan dengan peningkatan air bersih, sanitasi, penyediaan
serta usaha perbaikan perumahan dan lingkungan pemukiman pada umumnya.
Adapun cara untuk
mengatasi permukiman kumuh yakni :
·
Pada dasarnya permukiman kumuh itu ada dua
yaitu pemukiman kumuh di atas tanah legal dan pemukiman kumuh di atas tanah
ilegal. Untuk pemukiman kumuh di atas tanah legal akan dilakukan peningkatan
kualitas lingkungan seperti perbaikan prasarana air minum, sanitasi, dan jalan
lingkungan. Sedangkan bagi pemukiman kumuh di atas lahan ilegal, maka warga
yang menetap di pemukiman tersebut akan dipindahkan ke hunian yang lebih layak seperti
rumah susun sederhana sewa (rusunawa).
·
Memberikan penyuluhan tentang dampak tinggal
di permukiman kumuh
Tidak lepas dari dampak yang ditimbulkan bagi masyarakat
yang tinggal di pemukiman kumuh karena kondisi pemukiman yang jauh dari layak
ini menyebabkan banyak masalah. Salah satunya adalah mewabahnya penyakit karena
kebanyakkan pemukiman ini berada di pinggir rel kereta api, pinggiran sungai
atau di bawah kolong jembatan sehingga tidak terlepas tentang penyakit. Contonya saja penyakit kulit atau gangguan system pernapasan karena
minimnya sanitasi lingkungan tersebut. Maka dari itu pemerintah harus dapat
memberikan penyuluhkan tentang dampak yang ditimbulkan dari pemukiman kumuh ini
agar masyarakat bisa sadar dan peka bahayanya tinggal di pemukiman kumuh.
·
Program perbaikan kampung
Yakni memperbaiki
struktur atau fasilitas di desa. Sehingga masyarakat dapat
tertarik untuk kembali ke kampung halamannya.
Salah satu caranya bisa saja dengan memperbaikki fasilitas yang ada di desa
seperti yang ada di kota atau dapat juga
membangun lapangan kerja yang banyak di desa atau memberikan program-program
bantuan untuk masyarakat desa seperti yang direncanakan
pemerintah pada program transmigrasi.
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Menurut UU No. 4 Tahun 1992 tentang Perumahan dan Permukiman, perumahan
berada dan merupakan bagian dari permukiman, perumahan adalah kelompok rumah
yang berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian yang
dilengkapi dengan prasarana dan sarana lingkungan (pasal 1 ayat 2). Sedangkan di Pasal 3,
Permukiman adalah bagian dari lingkungan hidup diluar kawasan lindung, baik
yang berupa kawasan perkotaan maupun pedesaan yang berfungsi sebagai lingkungan
tempat tinggal atau lingkungan hunian dan tempat kegiatan yang mendukung
perikehidupan dan penghidupan.
Pembangunan
perumahan rakyat diperuntukkan bagi
golongan masyarakat yang berpendapatan rendah dan menengah dengan harga yang
terjangkau. Dalam pengadaan perumahan rakyat (di daerah perkotaan) meliputi
berbagai aspek yaitu aspek teknis, aspek ekonomi dan aspek sosial. Adapun dampak dari pembangunan perumahan terhadap lingkungan sekitar yaitu
ada dampak terhadap lingkungan alam misalnya kurangnya lahan pertanian dan
meningkatnya polusi udara serta dampak terhadap lingkungan sosial seperti
terjadinya kesenjangan sosial.
Kemiskinan merupakan salah satu penyebab timbulnya pemukiman
kumuh di kawasan perkotaan. Tumbuhnya permukiman kumuh adalah
akibat dari ledakan penduduk di kota-kota besar, baik karena urbanisasi
maupun karena kelahiran yang tidak terkendali. Lebih lanjut, hal ini
mengakibatkan ketidakseimbangan antara pertambahan penduduk dengan kemampuan
pemerintah untuk menyediakan permukiman-permukiman baru, sehingga para
pendatang akan mencari alternatif tinggal di permukiman kumuh untuk
mempertahankan kehidupan di kota. Terbentuknya pemukiman kumuh, yang sering disebut sebagai
slum area. Daerah ini sering dipandang
potensial menimbulkan banyak masalah perkotaan, karena dapat merupakan sumber
timbulnya berbagai perilaku menyimpang, seperti kejahatan, dan sumber
penyakit sosial lainnya.
Secara umum
permasalahan yang sering terjadi di daerah permukiman kumuh adalah ukuran
bangunan yang sangat sempit, tidak memenuhi standard untuk bangunan layak huni
karena terbuat dari bahan-bahan bekas, rumah yang berhimpitan satu sama lain
membuat wilayah permukiman rawan akan bahaya kebakaran, sarana jalan yang
sempit dan tidak memadai, tidak tersedianya jaringan drainase, kurangnya suplai
air bersih, jaringan listrik yang semrawut, dan fasilitas MCK yang tidak
memadai.
Adapun cara mengatasi permukiman kumuh
:
·
Untuk pemukiman kumuh di atas tanah legal akan
dilakukan peningkatan kualitas lingkungan seperti perbaikan prasarana air
minum, sanitasi, dan jalan lingkungan. Sedangkan bagi pemukiman kumuh di atas
lahan ilegal, maka warga yang menetap di pemukiman tersebut akan dipindahkan ke
hunian yang lebih layak seperti rumah susun sederhana sewa (rusunawa).
·
Memberikan penyuluhan tentang dampak tinggal
di permukiman kumuh
·
Program perbaikan kampung yakni memperbaiki
struktur atau fasilitas di desa.
B.
Saran
·
Pemerintah
harus lebih memperhatikan masyarakat yang memiliki rumah yang tidak layak huni
dengan cara membantu dalam membangun dan menyediakan perumahan yang harganya
terjangkau untuk masyarakat yang berpendapatan rendah/sedang.
·
Pemerintah
harusnya membuka banyak lapangan pekerjaan ataupun memberikan pelatihan
keterampilan kerja serta modal usaha seperti kredit mikro bagi mereka yang
belum punya pekerjaan agar mereka bisa membuka tempat usaha sendiri
sehingga dapat mengurangi pengangguran.
·
Pemerintah juga
sebaiknya menerapkan pengelolaan kampung “entrepreneur” bagi daerah-daerah yang
selama ini dianggap sebagai kantong-kantong kemiskinan, sehingga selain
warga-warga di daerah tersebut dibina untuk menjadi entrepreneur, kampung
tersebut pun dapat dijadikan sebagai tempat wisata edukatif sehingga dapat
memberikan pemasukkan bagi pemerintah daerahnya masing-masing.
·
Selain itu Pemerintah sebaiknya menjalankan program perbaikan kampung yakni memperbaiki struktur atau fasilitas di
desa agar masyarakat nyaman dan mengurangi urbanisasi agar permukiman kumuh
yang sebagian besar akibat dari urbanisasi bisa berkurang.
DAFTAR PUSTAKA
Prof. Dr. Rahardjo Adisasmita, 2005, Pembangunan Ekonomi Perkotaan,
Graha Ilmu, Yogyakarta
Tidak ada komentar:
Posting Komentar