SELAMAT DATANG DI BLOG SAYA / SEMOGA BERMANFAAT / JANGAN LUPA SHOLAT, BACA QUR'AN, SEDEKAH DAN SOLAWATAN

Sabtu, 05 April 2014

AL-ISLAM KEMUHAMMADIYAHAN III "Makalah Khulafa’ur Rasyidin "_PRODI IESP_SEMESTER III

BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Sejarah adalah suatu rujukan saat kita akan membangun masa depan. Namun, kadang orang malas untuk melihat sejarah. Sehingga orang cenderung berjalan tanpa tujuan dan mungkin mengulangi kesalahan yang pernah ada dimasa lalu. Disinilah sejarah berfungsi sebagai cerminan bahwa dimasa silam telah terjadi sebuah kisah yang patut kita pelajari untuk merancang masa depan.
Khulafa al-Rasyidun sebagai sahabat-sahabat yang meneruskan perjuangan Nabi Muhammad kiranya pantas untuk dijadikan sebagai rujukan saat kita akan melaksanakan sesuatu dimasa depan. Karena peristiwa yang terjadi sungguh beragam. Dari mulai cara pengaangkatan sebagai khalifah, sistem pemerintahan, pengelolaan administrasi, hubungan sosial kemasyaratan dan lain sebagainya ( Siti Maryam, dkk.2004 : 45)
Dalam memahami sejarah kita dituntut untuk dapat berpikir kritis. Sebab, sejarah bukanlah sebuah barang mati yang tidak dapat dirubah. Akan tetapi sejarah bisa saja dirubah kisahnya oleh sang penulis sejarah. Nalar kritis kita dituntut untuk mampu membaca sejarah dan membandingkan dengan pendapat lain. Saat kita sudah mampu untuk menyibak tabir sejarah dari berbagai sumber, barulah kita dapat melakukan rekonstruksi sejarah.
Rekonstruksi sejarah perlu dilakukan agar kita dapat memisahkan antara peradaban Arab dan peradaban islam. Sebab, kita sering memakan mentah-mentah peradaban yang datang dari Arab sebab semuanya dianggap sebagai peradaban islam. Kita perlu memandang peradaban dari berbagai aspeknya. Langkah ini agar kita tidak hanya sekedar ”bangga” dan larut dalam historisisme yang seringkali ”menjebak” pemikiran progressif kita.

B.     Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dalam pembuatan makalah ini adalah sebagai berikut :
1.      Apa yang dimaksud dengan Khulafa’ur Rasyidin ?
2.      Bagaimanakah sejarah hidup kepemimpinan Khulafa’ur Rasyidin ?
3.      Bagaimana perkembangan Kebudayaan Islam Pada Masa Khulafaur Rasyidin ?
4.      Bagaiman kekuasaan Islam dan luasnya wilayah pada masa Khulafaur Rasyidin ?
5.      Apa saja jasa-jasa kepemimpinan Khulafa’ur Rasyidin ?

C.    Tujuan Masalah
Adapun tujuan masalah dalam pembuatan makalah ni adalah sebagai berikut :
1.      Untuk mengetahui apakah yang dimaksud Khulafa’ur Rasyidin.
2.      Untuk mengetahui begaimanakah sejarah hidup kepemimpinan Khulafa’ur Rasyidin.
3.      Untuk mengetahui bagaimana perkembangan Kebudayaan Islam Pada Masa Khulafaur Rasyidin.
4.      Untuk mengetahui bagaiman kekuasaan islam dan luasnya wilayah pada masa Khulafaur Rasyidin.
5.      Mengetahui jasa-jasa kepemimpinan Khulafa’ur Rasyidin.


BAB II
PEMBAHASAN
KHULAFA’UR RASYIDIN PADA MASA ISLAM

Rasulullah SAW bersabda : "Sesungguhnya tidak ada Nabi setelah aku, dan akan ada para khalifah, dan banyak (jumlahnya)." para sahabat bertanya, "Apa yang engkau perintahkan kepada kami? Nabi SAW menjawab, "penuhilah bai'at yang pertama, dan yang pertama. Dan Allah akan bertanya kepada mereka apa-apa yang mereka pimpin." (HR. MUSLIM) Rasulullah SAW berwasiat kepada kaum muslimin, agar jangan sampai ada masa tanpa adanya khalifah (yang memimpin kaum muslimin). Jika hal ini terjadi, dengan tiadanya seorang khalifah, maka wajib bagi kaum muslimin berupaya mengangkat khalifah yang baru, meskipun hal itu berakibat pada kematian. Sabda Rasulullah SAW : "Barang siapa mati dan dipundaknya tidak membai'at seorang imam (khalifah), maka matinya (seperti) mati (dalam keadaan) jahiliyyah."
Rasulullah SAW juga bersabda : "Jika kalian menyaksikan seorang khalifah, hendaklah kalian taat, walaupun (ia) memukul punggungmu. Sesungguhnya jika tidak ada khalifah, maka akan terjadi Kekacauan." (HR. THABARANI) sesungguhnya Allah SWT telah memerintahkan (kepada kita) untuk taat kepada khalifah. Allah berfirman : "Hai orang-orang yang berfirman, taatilah Allah dan taatilah Rasul(Nya), dan ulil amri diantara kamu." (AN NISA :59). Kaum muslimin telah menjaga wasiat Rasulullah SAW tersebut sepanjang 13 abad. Selama interval waktu itu, kaum muslimin tidak pernah menyaksikan suatu kehidupan tanpa ada (dipimpin) seorang khalifah yang mengatur urusan-urusan mereka. Ketika seorang khalifah meninggal atau diganti, ahlul halli wal 'aqdi segera mencari, memilih, dan menentukan pengganti khalifah terdahulu. Hal ini terus berlangsung pada masa-masa islam (saat itu). Setiap masa, kaum muslimin senantiasa menyaksikan bai'at kepada khalifah atas dasar taat. Ini dimulai sejak masa Khulafaur Rasyidin hingga periode para Khalifah dari Dinasti 'Utsmaniyyah.Kaum muslimin mengetahui bahwa khalifah pertama dalam sejarah Islam adalah Abu Bakar ra, akan tetapi mayoritas kaum muslimin saat ini, tidak mengetaui bahwa Sultan 'Abdul Majid II adalah khalifah terakhir yang dimiliki oleh umat Islam, pada masa lenyapnya Daulah Khilafah Islamiyyah akibat ulah Musthafa Kamal yang menghancurkan sistem kilafah dan meruntuhnya Dinasti 'Utsmaniyyah. Fenomena initerjadi pada tanggal 27 Rajab 1342 H.
Dalam sejarah kaum muslimin hingga hari ini, pemerintah Islam di bawah institusi Khilafah Islamiah pernah dipimpin oleh 104 khalifah. Mereka (para khalifah) terdiri dari 5 orang khalifah dari khulafaur raasyidin, 14 khalifah dari dinasti Umayyah, 18 khalifah dari dinasti 'Abbasiyyah, diikuti dari Bani Buwaih 8 orang khalifah, dan dari Bani Saljuk 11 orang khalifah. Dari sini pusat pemerintahan dipindahkan ke kairo, yang dilanjutkan oleh 18 orang khalifah. Setelah itu khalifah berpindah kepada Bani 'Utsman. Dari Bani ini terdapat 30 orang khalifah. Umat masih mengetahui nama-nama para khulafaur rasyidin dibandingkan dengan yang lain. Walaupun mereka juga tidak lupa dengan Khalifah 'Umar bin 'Abd al-'Aziz, Harun al-rasyid, Sultan 'Abdul Majid, serta khalifah-khalifah yang masyur dikenal dalam sejarah. Adapun nama-nama para khalifah pada masa khulafaur Rasyidin sebagai berikut:
Khulafaur Rasyidin ( 11-40 H / 632-660 M)
Khilafah Rasyidah merupakan pemimpin umat Islam setelah Nabi Muhammad SAW wafat, yaitu pada masa pemerintahan Abu Bakar, Umar bin Khattab, Utsman bin Affan dan Ali bin Abi Thalib, dimana sistem pemerintahan yang diterapkan adalah pemerintahan yang demokratis.
Nabi Muhammad SAW tidak meninggalkan wasiat tentang siapa yang akan menggantikan beliau sebagai pemimpin politik umat Islam setelah beliau wafat. Beliau nampaknya menyerahkan persoalan tersebut kepada kaum muslimin sendiri untuk menentukannya. Karena itulah, tidak lama setelah beliau wafat; belum lagi jenazahnya dimakamkan, sejumlah tokoh Muhajirin dan Anshar berkumpul di balai kota Bani Sa’idah, Madinah. Mereka memusyawarahkan siapa yang akan dipilih menjadi pemimpin. Musyawarah itu berjalan cukup alot karena masing-masing pihak, baik Muhajirin maupun Anshar, sama-sama merasa berhak menjadi pemimpin umat Islam. Namun, dengan semangat ukhuwah Islamiyah yang tinggi, akhirnya, Abu Bakar terpilih. Rupanya, semangat keagamaan Abu Bakar mendapat penghargaan yang tinggi dari umat Islam, sehingga masing-masing pihak menerima dan membaiatnya.


A.    Pengertian Khulafa’ur Rasyidin
Khulafaur Rasyidin (bahasa Arabالخلفاء الراشدون) adalah pecahan dari kata “Khulafa” dan “Al-Rasyidin”. Kata “Khulafa” merupakan bentuk jamak (plural) dari kata “Khulafah”, kata ini dalam Bahasa Arab mengandung pengertian : cerdik, pandai dan pengganti. Sedangkan kata “Al-Rasyidin” merupakan bentuk jamak (plural) dari kata “Rosyada” yang dalam Bahasa Arab mengandung pengertian : lurus, benar dan mendapat petunjuk (Mutholib, 1995: 281).
Bila berangkat dari pengertian pecahan pecahan kata di atas, maka dapatlah kita mengambil pegertian bahwa pengertian Khulafaur Rasyidin adalah “Penganti yang cerdik dan benar serta senantiasa mendapat petunjuk”. Adapun yang dimaksud dari kata “Khulafaur Rasyidin” di sini adalah :“ Para pemimpin pengganti rosulullah dalam urusan kehidupan kaum muslim, yang sangat adil dan bijaksana, pandai dan cerdik, dan dalam menjalankan tugasnya senantiasa berjalan pada jalur yang benar serta senantiasa mendapatkan hidayah dari Allah” (Mutholib, 1995: 281). Adapun sifat-sifat yang dimiliki khulafaurrasyidin sebagai berikut :
a.         Arif dan bijaksana
b.         Berilmu yang luas dan mendalam
c.         Berani bertindak
d.        Berkemauan yang keras
e.         Berwibawa
f.          Belas kasihan dan kasih sayang
g.         Berilmu agama yang amat luas serta melaksanakan hukum-hukum islam.
Para pemimpin yang dimaksud dengan Khulafaur Rasyidin terdiri dari empat orang sahabat Rosullullah yang sangat terkenal yaitu :
1.      Abu Bakar Shiddiq (11 – 13 H = 632 – 634 M)
2.      Umar bin Khattab (13 – 23 H = 634 – 644 M)
3.      Utsman bin Affan (23 – 35 H = 644 – 656 M)
4.      Ali bin Abi Tholib (35 – 40 H = 656 – 661 M)
Dalam pemerintahanya mereka berjuang terus untuk agama islam. Mereka tidak pernah memanfaatkan jabatan untuk kepentingan pribadinya atau untuk mengeruk harta. Mereka adalah pemimpin-pemimpin yang baik dalam melaksanakan kekuasaan. Mereka mau menerima dan mengembang kekhalifahan, bukan karena untuk mengharapkan sesuatu yang akan menguntungkan pribadinya, akan tetapi semata-mata karena pengabdianya terhadap Islam dan mencari keridaan Allah SWT semata-mata (Mutholib, 1995: 281).
Walaupun mereka sebagai seorang khalifah, dalam menjalankan roda kepemimpinan-nya tidak lah dilakukan dengan sekehendak hatinya, begitu juga dalam mengambil berbagai Kebijaksanaan-kebijaksanaannya. Mereka membentuk dewan musyawarah, yang terdiri dari para sahabat terkemuka. Dewan ini dibentuk guna merumuskan rancangan-rancagan serta langkah-langkah yang harus dilakukan oleh seorang kalifah. Sebenarnya jika Khulafaur Rasyidin ini ingin berbuat sesuatu sesuai dengan kehendak pribadinya, bisa saja hal itu di lakukan. Bukankah mereka terdiri dari orang-orang yang telah mendapatkan jaminan masuk surga, lagi pula mereka orang-orang yang bodoh , melainkan tokoh-tokoh terkemuka.
Namun hal itu tidak mereka lakukan, karena bertentangan dengan perinsip-perinsip yang terkandung dalam ajaran agama Islam. Mereka mengetahui dan menyadari semuanya itu, sehingga tidak munggkin mereka melakukannya. Dari sini jelaslah bahwa Khulafaur Rasyidin itu merupakan khalifah-khalifah yang cerdik, pandai dan selalu berjalan pada jalur yang benar, senantiasa mendegarkan keluh kesah masyarakat, selalu memperhatikan kepentingan rakyat dan selalu berbuat sebaik mungkin untuk tercapainya masyarakat islam yang adil, makmur, gemah ripah lohjinawi, aman, damai dan sentosa serta bersatu dalam panji-panji agama Islam (Mutholib, 1995: 282).

B.     Sejarah Hidup Kepemimpinan Kulafa’ur Rasyidin.
1.      Khalifah Abu Bakar As-Shiddiq (632—634 M/ 11—13 H).
a)      Biografi Abu Bakar As-Shiddiq
Sebelum memeluk agama Islam , beliau bernama Abdul ka’bah, setelah masuk Islam oleh rasulullah Namanya diganti menjadi Abdullah Bin  Abu Quhafah At – Tamimi. Ia terlahir dari pasangan Usman (Abu Quhafah) bin Amir dan Ummu Khoir Salma binti Sakhr, yang berasal dari suku Taim, suku yang melahirkan tokoh-tokoh terhomat. Sejak kecil ia terkenal sebagai anak yang baik. Perilakunya yang lemah-lembut, jujur, dan sabar, membuatnya disenangi masyarakat. Karena sifat-sifatnya yang mulia itulah sejak masa remajanya ia sudah bersahabat dengan Nabi Muhammad saw. Beliau Lahir dua tahun setelah Kelahiran Nabi Muhammad.
Abdullah kemudian digelari Abu Bakar Asy Siddiq yang artinya “ Abu (Bapak ) dan Bakar ( Pagi ), gelar Ash Siddiq diberikan kepada beliau karena beliau orang senantiasa membenarkan segala tindakan Rasulullah, terutama dalam peristiwa Isra’ Mi’raj. Ialah yang menemani Nabi Muhammad saw. di gua Hira, dan yang pertama kali memeluk Islam dari kalangan orang tua terhormat. Tentang Abu Bakar ra., Rasulullah saw. bersabda, “Sungguh orang yang paling dekat kepadaku persahabatan dan hartanya, ialah Abu Bakar. Andaikata aku boleh memilih ternan di antara umnatku, rnaka akan kupilih Abu Bakar. Tetapi kecintaan dan persaudaraan dalarn Islam cukup memadai. Tidak satu pun pintu dalarn rnasjid yang terbuka kecuali pintu Abu Bakar”. (HR. Bukhori) Sampai saat ini di masjid Madinah masih ada sebuah pintu yang disebut pintu Abu Bakar ra. Yakni pintu yang selalu beliau lalui semasa hidupnya jika masuk ke masjid melalui rumah beliau.
Abu Bakar memangku jabatan khalifah selama dua tahun semenjak 13 Rabi’ul Awwal 11 hijriyah hingga 22 Jumadil akhir tahun 13 hijriyah (63 tahun) dan dimakamkan dekat makam Rasulullah saw, lebih sedikit yang dihabiskannya terutama untuk mengatasi berbagai masalah dalam negeri yang muncul akibat wafatnya Nabi.
b)     Pengangkatan Abu Bakar As-siddiq Menjadi Khalifah
Nabi Muhammad SAW Sebagai utusan Allah mengemban dua jabatan , yakni sebagai Rasulullah dan sebagai kepala Negara. Jabatan Beliau yang pertama selesai bersamaan dengan wafatnya. Namun jabatan kedua perlu ada penggantinya,  Belum lagi Rasulullah dikebumikan, disebuah tempat yang bernama “ Saqifah bani Sa’idah telah terjadi perselisihan pendapat antara golongan Anshor dan golongan muhajirin ,tentang pengganti rasul dalam pemerintahan. Ketika Rasulullah wafat, beliau tidak berpesan mengenai siapa yang jadi penggantinya kelak, pada saat Nabi belum dimakamkan di antara umat Islam, ada yang mengusulkan untuk cepat-cepat memikirkan pengganti Rasulullah. Itulah perselisishan pertama yang terjadi paska Rasulullah wafat. Perselisihan tersebut berlanjut ke Saqifah bani Sa’idah, suatu tempat di Madinah yang biasa digunakan oleh kaum Anshar untuk membahas suatu masalah.
Golongan Anshar mengatakan bahwa mereka yang berhak menggantikan Rasulullah sebagai kepala Negara. Alasannya adalah merekalah golongan yang menolong Islam dan pemeluknya manakala umat Islam hijrah kenegrinya (Madinah). Dan berkat bantuan merekalah umat Islam dapat menaklukkan kota Makkah. Sementara golongan Muhajirin juga mengatakan bahwa yang berhak menggantikan Rasul adalah dari kaumnya. Dengan alasan Nabi Muhammad merupakan dari kaum Quraisy, dan yang pertama kali menyambut dan membela Rasulullah.
Berita perdebatan dua golongan ini kemudian terdengar oleh sahabat-sahabat terkemuka seperti Abu Bakar, Umar Bin Khattab dan Utsman Bin Affan yang sedang berada di rumah Rasulullah, sedang sahabat Ali sedang sibuk mengurus jenazah Rasulullah. Mendegar berita ini akhirnya sahabat Abu bakar dan Umar bin Khattab sangat terkejut, kemudian keduanya cepat-cepat mendatangi dimana kedua golongan tersebut yang sedang berdebat, untuk itu mereka mendatangi Saqifah Bani Sa’idah. Dalam pertemuan tersebut, golongan Khajraz telah sepakat mencalonkan Salad bin Ubaidah, sebagai pengganti Rasulullah. Akan tetapi, suku Aus belum menjawab atas pandangan tersebut. Ketika perdebatan diantara mereka, Abu bakar berpidato dihadapan mereka dengan mengemukakan kelebihan-kelebihan Anshar dan Golongan Muhajirin, bahwa pelantikan seorang Anshar (penduduk asal Madinah) akan mencetuskan perselisihan antara kaum Auz dan kaum Khazraj. Juga dijelaskan bahwa seseorang Muhajirin (umat Islam yang berhijrah) dari Makkah lebih layak karena mereka yang lebih awal masuk Islam, dan lebih dekat dengan Nabi Muhammad SAW dan lebih berpengalaman dalam bidang agama (Men, 2000: 30).
Abu Bakar Mengusulkan agar hadirin memilih salah satu dari sahabat yaitu Umar Bin Khattab dan Abu Ubaidah, namun keduanya menolak, dan keduanya berkata, “Demi Allah kami tidak akan menerima pekerjaan besar ini selama engkau masih ada , hai Abu bakar...! Engkaulah Orang Muhajirin yang paling mulia, Engkaulah satu-satunya orang yang menyertai Rasulullah di Gua ketika dikejar-kejar oleh orang-orang Quraisy engkaulah satu-satu nya orang yang pernah Rasulullah untuk menjadi Imam Shalat waktu Rasulullah Sakit. Untuk itu tengadahkanlah tanganmu wahai Abu Bakar, kami hendak membaiatmu. Pada awalnya Abu bakar sendiri merasa keberatan, setelah itu Umar bin Khattab memegang Abu Bakar dan membaiatnya, setelah itu Abu Ubaidah bin Jarrah, Basyir bin Sa’ad, dan seluruh kaum muslimin yang berkumpul di Saqifah bani Sa’idah ikut membaiatnya baik kaum Muhajirin maupun Anshor.
Abu Bakar As-siddiq di baiat dua kalai. Baiat yang pertama disebut baiat Saqifah. Baiat ini dilakukan oleh kaum muslimin yang hadir di pertemuan Saqifah. Baiat kedua disebut al-Baiat al-Amah, artinya baiat umum oleh umat Islam. baiat yang kedua dilakukan di Masjid Nabawi.
Pada baiat yang kedua, Abu Bakar menyampaikan pidato pengangkatannya. Berikut adalah isi Pidatonya. “Wahai Manusia! saya telah diangkat untuk mengandalikan urusanmu padahal aku bukanlah orang terbaik diantara kamu , maka jikalau aku menjalankan tugasku dengan baik maka ikutilah aku, tetapi jika aku berbuat salah , maka luruskanlah! orang yang kamu pandang kuat saya pandang lemah, sehingga aku dapat mengambil hak darinya, sedang orang yang kau pandang lemah aku pandang kuat , sehingga aku dapat mengambalikan hak kepadanya. Hendaklah kamu taat kepadaku selama aku Taat kepada Allah dan RasulNya, tetapi bilamana aku tidak mentaati Allah dan rasulnya, kamu tidak perlu mentaatiku. Dirikanlah shalat, semoga Allah merahmati kalian”. Kebenaran adalah kejujuran, dan kebohongan adalah ketidakjujuran. Orang yang paling kuat dalam pandangan saya, adalah orang-orang yang lemah di antara kalian oleh sebab itu saya akan menjamin hak-hak mereka. Dan orang-orang yang paling lemah dalam pandangan saya, adalah orang-orang yang kuat di antara kalian, dan saya akan mengambil sebagian dari hak-hak mereka (zakatnya).”
c)      Perjuangan dan Kebijakan Khalifah Abu Bakar As-siddiq
Diawali pemerintahannya Ia diuji dengan adanya ancaman yang datang dari ummat Islam sendiri yang menentang kepemimpinannya yakni muncul tiga golongan. Golongan pertama menyatakan dirinya keluar dari Islam (Murtad), Golongan kedua yaitu golongan yang tidak puas dengan Islam, mereka menganggap karena, pemimpinnya sama dengan para budak. Maka muncul Musailamah Al Kazzab dari bani Hanifah di yamamah., Sajah dari bani Tamim, Al Aswad al Ansi dari yaman dan Thulaihah bin Khuwailid dari Bani Asad. Mereka ini mengaku dirinya sebagai Nabi setelah Nabi Muhammad SAW.  Kemudian golongan ketiga adalah mereka yang salah memahami  ayat -ayat Al-Qur’an. Mereka mengatakan bahwa yang berhak memungut zakat  adalah Nabi, untuk itu setelah Nabi Wafat maka tidak seorang pun yang berhak memungut zakat.
Menghadapi golongan-golongan ini Abu bakar setelah bermusyawarah dengan sahabat-sahabat lainnya mengambil tindakan tegas dan melakukan kebijakan-kebijakan tertentu. Beliau membentuk pasukan yang dibagi ke dalam 11 batalion yang masing-masing dipimpin oleh seorang panglima, Setiap pemimpin pasukan mendapat tugas untuk mengembalikan keamanan dan stabilitas daerah yang ditentukan, yaitu:
1.      Khalid bin Walid diperintahkan untuk memerangi Tulaihah bin Khuwailid yang mengaku sebagai Nabi dan Malik bin Nuwairah yang memimpin pemberontakan dai al-Battah, suatu daerah di Arab tengah.
2.      Ikrimah bin Abu Jahal diberi tugas untuk memerangi Musailamah al-Kazzab seorang kepala suku yang mengaku sebagai nabi. Gerakan ini muncul di daerah bani Hanifah yang terletak dipesisir timur Arab (Yamamah).
3.      Syurahbil bin Hasanah mendapat tugas membantu Ikrimah, sebagai pasukan cadangan. Jika tugasnya selesai, ia dan tentaranya diperintahkan langsung menuju pusat wilayah Yamamah.
4.      Al- Muhajir bin Abi Umayyah diutus untuk  menundukkan sisa-sisa pengikut Aswad al-Ansi (orang yang pertama mengaku sebagai nabi) di Yaman. Selanjutnya ia harus menuju Hadramaut untuk menghadapi pemberontakan yang dipimpin Kais bin Maksyuh di Jazirah Arab selatan.
5.      Huzaifah bin Muhsin al-galfani diperintahkan untuk mengamankan daerah Daba yang terletak diwilayah tenggara, dekat Oman sekarang, juga karena pemimpin mereka mengaku Nabi.
6.      Arfajah bin Harsamah ditugaskan untuk mengembalikan stabilitas daerah Muhrah dan Oman yang terletak dipantai selatan Jazirah Arabia. Mereka membangkang terhadap Islam dibawah pemimpinan Abu Bakar.
7.      Suaib bin Muqarin diperintahkan untuk mengamankan daerah Tihamah yang terletak sepanjang pantai Laut Merah. Mereka juga membangkang terhadap pimpinan Abu Bakar.
8.      Al-Alla’ bin Hadrami mendapat tugas ke daerah kekuasaan kaum Riddah di Bahrein yang yang murtad dari Islam.
9.      Amru bin Ash ditugaskan ke wilayah suku Qudha’ah dan Wadi’ah yang terletak di barat laut Jazirah Arabiyah. Mereka juga membelot terhadap kepemimpinan Islam.
10.  Khalid bin Sa’id mendapat tugas menghadapi suku-suku besar bangsa Arab yang ada diwilayah tengah bagian utara sampai perbatasan Suriah dan Irak yang juga menunjukkan pembangkangan terhadap Islam.
11.  Thuraifah bin Hijaz mendapat tugas untuk menghadapi kaum Riddah yang berasal dari suku Salim dan Hawazin di daerah Ta’rif yang membangkan terhadap kepemimpinan Islam.
Sebelum Pasukan itu dikerahkan kenegeri masing-masing, Khalifah Abu bakar terlebih dahulu mengirimkan surat kepada golongan-golongan itu agar mereka kembali ke Islam. Namun sebagian besar mereka tetap bersikeras, maka pasukan ini pun dikerahkan dan dalam waktu yang relative singkat , pasukan Abu Bakar telah sukses dengan gemilang. Dengan suksesnya pasukan Khalifah Abu Bakar ini, maka keadaan Negara Arab tenang kembali, dan suasana kehidupan umat Islam pun kembali damai (Mutholib, 1995: 285).
Setelah dapat mengembalikan stabilitas keamanan jazirah Arabiah, Abu Bakar beralih pada permasalahan luar negeri. Pada masa itu, di luar kekuasaan Islam terdapat dua kekuatan adidaya yang dinilai dapat menganggu keberadaan Islam, baik secara politisi maupun agama. Kedua kerajaan itu adalah Persia dan Romawi. Rasulullah sendiri memerintahkan tentara Islam untuk memerangi orang-orang Ghassan dan Romawi, karena sikap mereka sangat membahayakan bagi Islam. Mereka berusaha melenyapkan dan menghambat perkembangan Islam dengan cara membunuh sahabat Nabi. Dengan demikian cikal bakal perang yang dilakukan oleh ummat Islam setuju untuk berperang demi mempertahankan Islam (Yatim, 1994: 27).
Langkah kedua yang dilakukan Khalifah Abu bakar adalah mengirimkan pasukan ke Negri Persia dan Syam dibawah pimpinan Panglimanya. Yakni Kholid Ibn Walid. Penyerangan ini dilakukan karena pada saat Abu bakar sedang menghadapi golongan-golongan pembangkang, Persia dan syam banyak memberi dukungan dan bantuan kepada mereka , disamping itu Persia dan syam selalu mengancam terhadap Islam.
Kholid Ibn Walid sebelum menyerang terlebih dahulu mengirim surat kepada Hormoz ( Kaisar Persia ) untuk memeluk agama Islam, Namu Kaisar Hormoz membalasnya dengan mengirimkan pasukan, maka pertempuranpun tak terelakkan. Dalam pertempuran ini panglima kholid ibn walid berhasil menaklukkan pasukan Persia dan raja Hormoz sendiri terbunuh. Dengan demikian Persia menjadi wilayah Islam.
Langkah selanjutnya adalah mengumpulkan ayat-ayat al Qur’an . Usaha ini awalnya muncul dari  usul umar bin Khattab dengan pertimbangan bahwa pengumpulan dan penulisan ayat-ayat Al Qur-an itu dilakukan karena :
1.      Banyak sahabat yang hafal Al Qur-an gugur di perang yamamah dalam penumpasan orang-orang murtad,
2.      Ayat-ayat Al Qur-an yang ditulis pada kulit-kulit, pelepah daun kurma, batu-batu dan kayu-kayu yang berserakan dan sudah banyak yang rusak sehingga perlu dilakukan usaha penyelamatan,
3.      Penulisan ayat-ayat Al Qur-an dan membukukannya ini bertujuan agar dapat dijadikan pedoman bagi umat Islam sepanjang zaman.
Mulanya Abu Bakar menolak, namun setelah mempertimbangkan lebih jauh akhirnya menerima usulan Sahabat Umar. Kemudian Abu Bakar memerintah Zaid bin Sabit untuk mengumpulkan ayat-ayat Al-Qur’an yang berserakan karena beliau yang paling bagus hapalannya (Mutholib, 1995: 286). Hasil dari pengumpulan ayat-ayat Al-Qur’an yang sudah selesai menjadi mushaf, kemudian disimpan oleh Khalifah Abu Bakar as-Siddiq. Setelah Khalifah Abu Bakar as-Siddiq meninggal, mushaf tersebut disimpan oleh putri dari Umar bin Khattab yakni Hafsah binti Umar bin khattab yang juga salah satu istri Nabi Muhammad saw. Para ahli sejarah menyebutkan bahwa pengumpulan Al-Qur’an ini termasuk salah satu jasa besar dari khalifah Abu Bakar. 

2.      Khalifah Umar Bin Khattab (634—644 M/ 13—23 H)
a)      Biografi Umar Bin Khattab.
Umar bin Khatab memiliki nama lengkap Umar bin Khathab bin Nufail bin Abd Al-Uzza bin Ribaah bin Abdillah bin Qart bin razail bin ‘Adi bin Ka’ab bin Lu’ay, adalah khalifah kedua yang menggantikan Abu Bakar Ash-Shiddiq. Ayahnya bernama Nufail Al Quraisy dan Ibunya bernama Hantamah Binti Hasim.
Umar bin khattab lahir di Mekkah pada tahun 583 M, dua belas tahun lebih muda dari Rasulullah. Umar juga termasuk kelurga dari keturunan Bani Adiy. Suku yang sangat terpandang dan berkedudukan tinggi dikalangan orang-orang Qurais sebelum Islam. Umar memiliki postur tubuh yang tegap dan kuat, wataknya keras, pemberani dan tidak mengenal gentar, pandai berkelahi, siapapun musuh yang berhadapan dengannya akan bertekuk lutut. Ia memiliki kecerdasan yang luar biasa, mampu memperkirakan hal-hal yang akan terjadi dimasa yang akan datang, tutur bahasanya halus dan bicaranya fasih.
Sebelum masuk Islam Umar gemar minum-minuman keras.dan sikapnya sangat keras terhadap kaum muslimin terutama dari golongan budak. Umar bin Khattab masuk Islam ketika scara tidak sengaja mendengar seseorang membaca Al-Qur’an, Umar menyangka seseorang tadi membaca semacam syair. yaitu surat Thaha ayat 1-8. setelah mendengar ayat tersebut Umar segara menemui Nabi di rumah Al Arqom bin Abil Arqom dan menyatakan keislamannya.
Dengan masuknya Umar bin Khattab ke agama Islam, Agama Islam menjadi semakin kuat dan beberapa keadaan yang berubah pasca masuknya Umar ke Islam antara lain : orag-orang yang semula masuk Islam secara diam-diam, menjadi secara terbuka, arang beribadah secara sembunyi-sembunyi, menjadi secara terang-terangan, kalau sholat malam tidak melafadskannya dengan suara nyaring menjadi berani dengan suara nyaring,
Beberapa keunggulan yang dimiliki Umar, membuat kedudukannya semakin dihormati dikalangan masyarakat Arab, sehingga kaum Qurais memberi gelar ”Singa padang pasir”, dan karena kecerdasan dan kecepatan dalam berfikirnya, ia dijuluki ”Abu Faiz”.
Selain itu ia sangat disegani karena ia seorang pedagang yang kaya, berpendidikan dan dari keluarga bangsawan yang ditakuti kaum Quraisy, sehingga pengIslamannya menandakan kemenangan ada dipihak Islam (Men, 2000: 31)
Umar memiliki kepribadian yang sangat kuat dan tegas dalam memperjuangkan kebenaran. Pada saat Umar masuk Islam, Ia membawa perubahan bagi umat Islam yakni umat Islam berani menjalankan shalat di masing-masing rumahnya. Bahkan Umar keluar dari Darul Arqom yang sebelumnya sebagai tempat kegiatan umat Islam dengan membawa satu rombongan menuju Ka’bah untuk menyeru kepada Kaum Quraisy dengan terang-terangan. Oleh karena itu masyarakat menggelarinya Al Faruq, artinya yang dengan tegas membedakan yang benar dan yang salah. Sedemikian gigih Umar dalam menegakkan syari’at Islam, sehingga Abdullah bin Mas’ud mengatakan, “Sejak Islamnya Umar kami merasa mulia.” (H.R. Bukhori)
Mengenai kualitas keimanannya, diungkapkan dalam sebuah hadits. Muhammad Rosulullah saw. bersabda, “Ketika sedang tidur, aku bermimpi melihat orang-orang yang memakai gamis. Ada yang gamisnya menutupi dada dan ada pula yang kurang dari itu. Lalu diperlihatkan kepadaku Umar bin Khoththob mengenakan gamis yang panjang sehingga ia berjalan dengan menyeretnya.” Seseorang bertanya, “Ya Rosulullah, apakah takwilnya?” Nabi saw. menerangkan, “Kualitas keimanannya.” (HR. Bukhori dan Muslim dari Abu Sa’id Al Khudri ra.)
b)     Pengangkatan Umar bin Khattab sebagai Khalifah
Pada tahun 364 M Abu Bakar menderita sakit dan akhirnya wafat pada hari senin 22 Jumadil Akhir 13 H/22Agustus 634 M dalam usia 63 tahun. Sebelum beliau wafat telah menunjuk Umar bin Khatab sebagai penggantinya sebagai khalifah. Penunjukan ini berdasarkan pada kenangan beliau tentang pertentangan yang terjadi antara kaum Muhajirin dan Ansor. Dia khawatir kalau tidak segera menunjuk pengganti dan ajal segera datang, akan timbul pertentangan dikalangan umat Islam yang mungkin dapat lebih parah dari pada ketika Nabi wafat dahulu.
Itulah sebabnya pada saat-saat awal penyiaran Islam, Rasulullah SAW bedoa kepada Allah, ”Allahumma Aizzul Islam bi Umaraini” artinya: ”Ya Allah, kuatkanlah Agama Islam dengan salah satu dari dua Umar” yang dimaksud dua Umar oleh Rasulullah SAW adalah Umar bin Khattab dan Amru bin Hisyam (nama asli Abu Jahal).
Dengan demikian, ada perbedaan antara prosedur pengangkatan Umar bin Khatab sebagai khalifah dengan khalifah sebelumnya yaitu Abu Bakar. Umar mendapat kepercayaan sebagai khalifah kedua tidak melalui pemilihan dalam system musyawarah yang terbuka, tetapi melalui penunjukan atau watsiat oleh pendahulunya (Abu Bakar). Itulah sebabnya pada saat-saat awal penyiaran Islam, Rasulullah SAW bedoa kepada Allah, ”Allahumma Aizzul Islam bi Umaraini” artinya: ”Ya Allah, kuatkanlah Agama Islam dengan salah satu dari dua Umar” yang dimaksud dua Umar oleh Rasulullah SAW adalah Umar bin Khattab dan Amru bin Hisyam (nama asli Abu Jahal).
Ketika Abu Bakar merasa dirinya sudah tua dan ajalnya sudah dekat yang terlintas difikirannya adalah siapa yang akan menggantikannya sebagai khalifah kelak. Abu Bakar minta pendapat kepada para tokoh sahabat seperti Usman bin Affan, Ali bin AbiTholib, Abdurrahman bin Auf, Thalhah bin Ubaidillah, Usaid bin Khudur mereka menyetujui usulan Abu Bakar bahwa Umar bin Khattab akan diangkat sebagai penggantinya. Setelah Abu Bakar wafat, para sahabat membai’at Umar sebagai khalifah (Shiddiqi, 1996: 53).
Hal ini dilakukan khalifah Abu Bakar guna menghindari pertikaian politik antar umat Islam sendiri. Beliau khawatir kalau pengangkatan itu dilakukan melalui proses pemilihan pada masanya maka situasinya akan menjadi keruh karena kemungkinan terdapat banyak  kepentingan yang ada diantara mereka yang membuat negara menjadi tidak stabil sehingga pelaksanaan pembangunan dan pengembangan Islam akan terhambat. Pada saat itu pula Umar di bai’at oleh kaum muslimin, dan secara langsung beliau diterima sebagai khalifah yang resmi yang akan menuntun umat Islam pada masa yang penuh dengan kemajuan di dunia muslim.
Dalam pidato pelantikannya, Umar menyampaikan, antara lain: “Saya adalah seorang pengikut Sunnah Rasul, bukan seorang yang berbuat bid’ah. Ketahuilah, bahwa kalian berhak menuntut saya tentang tiga hal selain Kitab Allah dan Sunnah Nabi, yakni:
1.      Mengikuti apa yang telah dilakukan oleh orang sebelum saya dalam masalah yang telah kalian sepakati dan telah kalian tradisikan,
2.      Membuat kebiasaan baru yang baik bagi ahli kebajik dalam masalah yang belum kalian jadikan kebiasa dan
3.      Mencegah saya bertindak atas kalian kecuali dalam hal hal yang kalian sendiri penyebabnya.
Beliau diangkat sebagai khlifah pada tahun 13H/634M dan berakhir tahun 23H/644M. Umar menyebut dirinya khalifah khalifati Rasulullah (pengganti dari pengganti Rasulullah). Ia juga memperkenalkan istilah Amir al- Mu’min (Komandan daerah kekuasaan).
c)      Perjuangan dan Kebijakan-Kebijakan Khalifah Umar bin Khattab
Perjuangan dan kebijakan-kebijakan Khalifah Umar bin Khattab pada masa pemerintahannya antara lain adalah sebagai berikut :
1.      Memperbaiki Struktur dan Lembaga Negara
Dalam bidang struktur pemerintahan beliau mengatakan dewan hakim, badan permusyawaratan para sahabat, dan badan keuangan. Dewan hakim berfungsi memutuskan perkara, pemerintah harus tunduk kepada putusannya. Badan permusyaratan para sahabat berfungsi untuk memberikan kesaksian dan pendapat dalam berbagai masalah yang timbul. Badan keuangan fungsinya mengurusi masuk dan keluarnya keuangan dalam baitul Maal.
Khalifah Umar juga meletakkan prinsip-prinsip demokrasi dalam pemerintahannya dengan membangun jaringan pemerintahan sipil yang sempurna. Kekuasaan Umar menjamin hak yang sama bagi setiap warga negara. Kekuasaan bagi Umar tidak memberikan hak istimewa tertentu  sehingga tidak ada perbedaan antara pengusa dan rakyat, dan mereka setiap waktu dapat dihubungi oleh rakyat.
Ketika wilayah kekuasaan Islam telah meliputi wilayah Persia, Irak dan Syria serta Mesir sudah barang tentu yang menjadi persoalan adalah pembiayaan, baik yang menyangkut biaya rutin pemerintah maupun biaya tentara yang terus berjuang menyebarkan Islam ke wilayah tetangga lainnya. Oleh karena itu, dalam kontek ini institusi perpajakan merupakan kebutuhan bagi kekuasaan raja yang mengatur pemasukan dan pengeluaran (Haikal, 2002: 45).
Karena wilayah kekuasaan Islam semakin luas dan terjadi dengan cepat, Umar segera mengatur administrasi negara dengan mencontoh administrasi negara yang sudah berkembang terutama di Persia yaitu mengangkat gubernur dengan dibantu oleh badan-badan dan departemen-departemen sebagaimana di perintah pusat. Administrasi pemerintahan diatur menjadi delapan wilayah propinsi; Mekkah, Madinah, Syria, Jazirah, Basrah, Kufah, Palestina, dan Mesir. Pada masanya mulai diatur dan ditertibtkan sistem pembayaran gaji dan pajak tanah. Pengadilan didirikan dalam rangka memisahkan lembaga yudikatif dengan lembaga eksekutif. Untuk menjaga keamanan dan ketertiban jawatan kepolisian dibentuk. Demikian pula jawatan pekerjaan umum.

2.      Lembaga Kepentingan Masyarakat
Untuk kepentingan dan kesejahteraan rakyat, lembaga-lembaga dibentuk untuk menghantarkan rakyatnya menuju seuatu kehidupan yang damai dan sejahtera, seperti adanya jawatan pos yang akan menyampaikan berita dari Madinah ke daerah-daerah dan sebaliknya. Selain itu khalifah Umar juga memperbaiki jalan-jalan umum, memberi santunan anak yatim , orang tua dan wanita menyusui, khalifah umar juga menetapkan tanggal 1 muharram sebagai tahun baru Hijriyah dan menetapkan bulan sabit sebagai lambang Negara.
3.      Menaklukkan Beberapa Negara anatara lain :
·         Menaklukkan Damaskus dibawah pimpinan Khalid bin Walid
Dibawah pimpinan Khalid bin Walid, pasukan Islam bergerak ke damaskus. Saat pasukan islam masuk ke damaskus prajurit Islam dalam keadaan mabuk – mabukan sehingga dengan mudah dapat ditaklukkan.
Sementara panglima Abu Ubaidah bersama pasukannya juga sukses menaklukkan daerah sekitar syam. Dan di daerah tersebut Khalifah umar memerintahkan Khalid iIbn Walid dan Abu ubaidah agar memberi kebebasan beragama kepada penduduknya.
·         Membebaskan Baitul Maqdis dibawah pimpinan Amru bin Ash
Saat itu baitul Maqdis dikuasai oleh kerajaan romawi, maka khalifah Umar bin Khattab mengirim bala tentaranya dibawah pimpinan Amr bin Ash.
Pasukan Romawi yang dipimpin Artabun  tidak mampu menghadapi pasukan Islam, setelah pasukan romawi dikepung selama 4 bulan mereka menyerah.
·         Melaklukkan Persia dibawah pimpinan Khalid bin Walid dibantu oleh Al-Mutsanna bin Haritsah.
Khalifah Umar mengirim pasukannya ke Persia dibawah pimpin Khalid bin Walid yang dibantu oleh Mutsanna bin Haritsah, akan tetapi Khalid bin walid diperintahkan untuk membantu pasukan Abu ubaidah di roma dan Mutsanna tetap di Persia. Dengan begitu kekauatan kaum muslimin di Persia berkurang dan tidak dapat menaklukkan Persia.
Setelah romawi tunduk pada Islam, Khalifah Umar mengirimkan kembali pasukan Islam ke Persia berjumlah 8000 orang dibawah pimpinan Sa’ad bin Abi Waqosh, dan bertemu dengan pasukan Persia dengan kekauatan 30000 pasukan, namun kaum muslimin memperoleh kemenangan yang gemilang.
·         Menaklukkan Mesir dibawah pimpinan Amru bin Ash
Mesir saat itu dikuasai oleh tentara Romawi, maka khalifah umar mengirim pasuknnya ke mesir dibawah pimpinn Amr bin Ash.
Dibeberapa daerah kaum muslimin mendapat kemenangan, namuan di Ummu Dunain, kaum muslimin tidak dapat menundukkan  kekuatan tentara Romawi, maka Amr bin Ash meminta bantuan kepada khalifah Umar bin Khattab. Kemudian khalifah umar mengirim pasukannya yang berjumlah 4000 orang dimana terdapat Zubai, Ubadah bin Shamit, dan Al Miqdad bin Aswad., dan kaum muslimin harus berjuang menghadapi lawan yang berjumlah 20000 orang maka amr ibn ash mengatur siasat perang.
Kholifah Umar wafat pada usia 63 tahun pada tanggal 1 Muharram 23 H (644 M) setelah memerintah selama sepuluh tahun enam bulan 4 hari. Ia wafat akibat tikaman pedang  Fairuz atau Abu Lu’lu’ah karena dendam, seorang budak milik Al-Mughiroh bin Syu’bah saat sholat subuh. Atas persetujuan Siti Aisyah istri rasulullah Jenazah beliau dimakamkan berjajar dengan makam Rasulullah dan makam Abu Bakar. Ia dikenang oleh umat Islam sebagai pahlawan yang sangat sederhana, sportif, dan menyayangi rakyat kecil. Kata katanya yang sangat terkenal, “Siapa yang melihat pada diriku membelok, maka hendaklah ia meluruskannya.”
Untuk menentukan penggantinya. Sebelumnya Dia telah menunjuk enam orang sahabat dan meminta kepada mereka untuk memilih salah seorang diantaranya menjadi khalifah, enam orang tersebut adalah Utsman, ah-talhah, Zubair, Sa’ad ibn Ali Waqas dan Aburrahman ibn Auf. Setelah Umar wafat, tim ini bermusyawarah dan berhasil menunjuk Utsman sebagai khalifah melalui persaingan yang agak ketat dengan Ali bin Abi Thalib.
Adapun jasa-jasa Umar sewaktu menjadi Kholifah, antara lain :
1.      Penetapan tahun Hijriyah sebagai tahun resmi,
2.      Bea cukai sebagai pendapatan negara,
3.      Tunjangan sosial bagi orang-orang miskin di kalangan Yahudi dan Kristen,
4.      Pembangunan kota-kota dan saluran air untuk meningkatkan kesejahteraan rakyatnya,
5.      Pemberian gaji bagi imam dan muazin,
6.      Penghapusan perbudakan,
7.      Pembangunan sekolah-sekolah,
8.      Kodifikasi Al-Quran,
9.      Tradisi sholat tarawih berjamaah.
3.      Khalifah Ustman Bin Affan (644—656 M/ 24—35 H)
a)      Biografi Ustman Bin Affan
Nama lengkapnya adalah Usman bin Affan bin Abil Ash bin Abi Umayyah bin Abdi Syam bin Abdi Manaf bin Qushiy bin Kilab bin Murrah bin Ka’ab bin Luay bin Gholib Al-Qurosyiyy, dilahirkan pada tahun 5 tahun Gajah. Dengan demikian perbedaan usia Ustman dengan Rasulullah berbeda 5 tahun. Ibu khalifah Ustman bin Affan  adalah Urwy bin Kuraiz bin Rabi’ah bin Habib bin Abdi Asy-syam. Usman bin affan masuk islam pada usia 30 tahun atas ajakan Abu Bakar. Abu Bakar menerangkan kepadanya bahwa Nabi Muhammad telah menerima wahyu dari Allah SWT. Abu Bakar berkata kepada Utsman : “Muhammad adalah Rasulullah dan pemimpin ummat ke jalan yang benar. Saya telah mengimaninya dan menajadi seorang muslim. Saya anjurkan agar kamu segera menemui beliau”. Utsman segera pergi ke rumah Rasulullah dan terjadi tanya jawab antar keduanya. Akhirnya iapun masuk Islam. Utsman termasuk as sabiqunal awwalun (kelompok pemeluk Islam yang awal). Sesaat setelah masuk islam, ia sempat mendapatkan siksaan dari pamannya, Hakam bin Abi Abil Ash. Sebelum memeluk agama Islam beliau terkenal sebagai seorang saudagar yang kaya raya, dermawan, mempunyai pribadi yang terpuji. Setelah memeluk Islam beliau curahkan harta bendanya itu untuk kepentingan perjuangan dakwah Islam (Mutholib, 1995: 298). lalah yang membeli sumur Roumah untuk dijadikan sumur umum. Sedemikian banyak amal kebajikannya, sehingga masyarakat menggelarinya “Ghoniyyun Syakir” (orang kaya yang banyak bersyukur kepada Allah SWT)
Abdurrohman bin Samuroh ra. mengungkapkan, Utsman bin Affan datang menemui Rosulullah saw. dengan membawa uang sebanyak seribu dinar yang dibungkus pakaiannya. Kala itu beliau sedang mempersiapkan u’sroh (Pasukan dalam Perang Tabuk). Usai menerima sumbangan dari Ustman bin Affan ra. untuk jihad fisabilillah, Rasulullah saw. bersabda, “Tidak ada yang merugikan ibnu Affan atas apa yang dilakukannya setelah hari ini.” Beliau mengulangi ucapan tersebut beberapa kali. (HR. Ahmad, dan Tirmidzi)
Sekalipun kaya-raya, Utsman tidak pernah menjaga jarak dengan masyarakat kelas bawah, bahkan ia tidak segan-segan untuk turut serta berperang.
Karena kebaikannya itulah, ia dinikahkan dengan putri Nabi bernama Ruqoyyah. Ketika umat Islam hijrah ke Madinah, utsman beserta Ruqayyah ikut serta, dan ketika Ruqayyah meninggal, utsman dikawinkan dengan Ummu Kalsum, putri Rasulullah yang lain. oleh sebab itu Utsman mendapat gelar dzun nurain (yang memiliki dua cahaya).
Khalifah Usman bin Affan ikut berhijrah bersama istrinya ke Abesinia dan termasuk muhajir pertama ke Yatsrib. Ia termasuk orang yang shaleh ritual dan sosial. Siang hari ia gunakan untuk shaum dan malamnya untuk shalat. Ia sangat gemar al-Qur’an. Sehingga Khalid Muh Khalid menulis bahwa untuk shalat dua rakaat saja, Ustman menghabiskan waktu semalaman karena banyaknya ayat  al-Quran yang di baca, dan pada saat khalifah Ustman wafat,al-qur’an berada di pangkuannya. Kesalehan sosialnya terbukti dan membeli telaga milik yahudi seharga 12.000 dirham menghibahkannya kepada kaum muslimin pada saat hijrah ke Yatsrib. Mewakafkan tanah seharga 15.000 dinar untuk perluasan masjid nabawi. Menyerahkan 940 ekor unta, 60 ekor kuda, 10.000 dinar unuk keperluan jaisyul ushrah pada perang tabuk. Setiap hari jum’at, Usman bin Affan membebaskan seorang budak laki-laki dan seorang budak perempuan. Pada massa paceklik, massa pemerintahan abu bakar, ustman menjual barang sehari-hari dengan harga yang sangat murah, bahkan membagi-bagikannya kepada kaum muslimin. Usman termasuk orang yang penyayang, sehingga pernah suatu pagi, ia tidak tega membangunkan pelayannya untuk mengambil air wudhu, padahal ia sedang sakit dan sudah udzur.
Pada zaman nabi Muhammad SAW, Usman bin Affan mengikuti beberapa peperangan, di antaranya perang uhud, khaibar pembebasan kota mekkah, perang tha’if, hawazin dan tabuk. Perang badar, tidak ia ikuti karena di suruh oleh Rasululloh SAW. menunggu istrinya yang sedang sakit sampai meninggalkannya.
Khalifah Ustman bin Affan ra ialah Khalifah al-Rasyidin yang ketiga dan yang paling lama memerintah yaitu selama 12 tahun antara 644 M hingga 656 M. Khalifah Utsman wafat kerana dikepung oleh pemberontak selama 40 hari dimulai dari bulan Ramadhan hingga Dzulhijah. Beliau diberi 2 ulimatum oleh pemberontak (Ghafiki dan Sudan), yaitu mengundurkan diri atau dibunuh. Meski Utsman mempunyai kekuatan untuk menyingkirkan pemberontak, namun ia berprinsip untuk tidak menumpahkan darah umat Islam. Ketika para pemberontak berhasil memasuki rumahnya dan membunuh Utsman saat sedang membaca Al-Quran. Utsman akhirnya wafat sebagai syahid pada bulan Dzulhijah 35 H di usia 82 tahun. Persis seperti apa yang disampaikan Rasullullah Saw perihal kematian Utsman yang syahid nantinya, peristiwa pembunuhan usman berawal dari pengepungan rumah Utsman oleh para pemberontak selama 40 hari. Utsman wafat pada hari Jumat 18 Dzulhijjah 35 H. Ia menemui ajal saat membaca Al Quran oleh tikaman pedang Humron bin Sudan. Ia dimakamkan di kuburan Baqi di Madinah.
Jasa Ustman yang paling besar adalah saat mengeluarkan kebijakan untuk mengumpulkan Al-Quran dalam satu mushaf dan memelihara Al Qur-an sebagaimana yang tersebar sekarang ini.
 Adapun sifat istimewa beliau yaitu :
·         Keturunan Bani Umaiyah yang kaya dan berpengaruh
·         Seorang dermawan yang sangat pemurah. Ia banyak menghabiskan hartanya untuk kepentingan Islam
·         Terkenal dengan sifat keberanian.
Contohnya, ia telah mempertaruhkan nyawanya ketika menjadi utusan orang Islam dalam perjanjian Hudaibiyah yang dianggap misi yang sangat berbahaya.
b)     Pengangkatan Ustman Bin Affan menjadi Khalifah
Ketika Khalifah Umar bin Khattab mendekati wafatnya, kaum muslimin menjadi bingung terutama para sahabat. Para sahabat mengusulkan pada Khalifah Umar bin Khattab agar segera menunjuk penggantinya karena para sahabat khawatir akan terjadi perpecahan dan perebutan jabatan setelah wafatnya. Selain itu, dikhawatirkan pula kemungkinan adanya pembelotan dan serangan balik dari Romawi dan Persia yang kala itu sedang dibawah kekuasaan Islam. Beliau mengajukan enam orang sahabat untuk dipilih yaitu Ustman bin Affan, Ali bin Abi Tholib, Tholhah, Zubair bin Awwam, Sa’ad bin Abi Waqqosh dan Abdurrahman bin Auf. Sahabat-sahabat yang telah ditunjuk oleh Khalifah Umar ini kemudian mengadakan musyawarah, begitu pula kaum muslimin, karena hasil musyawarah menunjukkan suara seimbang antara yang memilih Ali dan Ustman tapi karena Utsman lebih tua, akhirnya para sahabat dan kaum muslimin sepakat untuk mengangkat Ustman bin Affan.
Adapun visi dan misi khalifah Usman bin Affan dalam melanjutkan kekhalifahannya, dapat dilihat dari isi pidato setelah Usman bin Affan dilantik atau dibai’at menjadi khalifah ketiga negara Madinah, beliau menyampaikan isi pidato penerimaan jabatan sebagai berikut:
“Sesungguhnya kamu sekalian berada dalam  negeri yang tidak kekal dan dalam pemerintahan yang selalu berganti. Maka bergegaslah kamu berbuat baik menurut kemampuan kamu untuk menyongsong waktu akhir kamu. Maka sampailah waktunya untuk saya berkhidmat kepada kamu setiap saat. Ingatlah sesungguhnya dunia ini diliputi kepalsuan maka janganlah kamu di permainkan kehidupan dunia dan janganlah kepalsuan mempermainkan kamu terhadap Allah. Beriktibarlah kamu dengan orang yang telah lalu, kemudian bersungguh-sungguhlah dan jangan melupakannya, karena sesungguhnya masa ini tidak akan melupakan kamu. Dimanakah di dunia ini terdapat pemerintahan yang bertahan lama? Jauhkanlah dunia sebagaimana Allah memerintahkannya, tuntutlah akhirat. Sesungguhnya Allah telah memberikannya sebagai tempat yang lebih baik bagi kamu. Allah berfirman, ‘Dan berilah perumpamaan kepada mereka (manusia), kehidupan dunia adalah sebagai air hujan yang kami turunkan dari langit, maka menjadi subur karenanya tumbuh-tumbuhan di muka bumi, kemudian tumbuh-tumbuhan itu menjadi kering yang di terbangakan oleh angin. Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu (Q.S AL-KAHFI/18:45).”
Pidato diatas, menggambarkan dirinya sebagai sufi, dan citra pemerintahannya lebih bercorak agama daripada bercorak politik, dalam pidato itu Usman mengingatkan  beberapa hal penting :
1.      Agar umat islam selalu berbuat baik sesuai kemampuan sebagai bekal     menghadapi hari kematian dan hari akhirat sebagai tempat yang lebih baik yang disediakan oleh Allah,
2.      Agar umat islam tidak terpedaya kemewahan hidup dunia yang penuh kepalsuan sehingga membuat mereka lupa kepada Allah,
3.      Agar umat  islam mau mengambil ikhtibar pelajaran dari masa lalu, mengambil yang baik dan menjauhkan yang buruk,
4.      Sebagai khalifah ia akan melaksanakan perintah Al-Qur’an dan sunnah Rasul. Umat islam boleh mengkritikinya bila ia menyimpang oleh ketentuan hukum.
c)      Perjuangan dan Kebijakan-kebijakan Khalifah Ustman Bin Affan
Perjuangan Khalifah Ustman bin Affan selama menjabat sebagai Khalifah adalah menumpas pendurhakaan dan pemberontakan yang terjadi di beberapa daerah kekuasaan Islam dan melanjutkan perluasan wilayah Islam ke daerah-daerah yang belum tunduk kepada Islam. Setelah wafatnya Khalifah Umar bin Khattab beberapa daerah dibawah kekuasaan Islam pada masa itu melepaskan diri dari kekuasaan Islam seperti Iskandariyah ibu kota Mesir dan Khurasan. Pemberontakan ini dipelopori oelh orang-orang Romawi. Mendengar wafatnya Khalifah Umar bin Khattab mereka berusaha untuk merebut kembali daerah Iskandariyah dan daerah-daerah lainnya (Mutholib, 1995: 299).
Dalam menghadapi bangsa Romawi ini Khalifah Ustman bin Affan mengirimkan tentaranya dengan kekuatan yang besar dan perlengkapan yang cukup untuk untuk membebaskan kembali daerah Iskandariyah dan Khurasan serta menundukkan kaum pemberontak. Maka terjadilah pertempuran antara kaum muslimin dan kaum pemberontak yang berasal dari Romawi. Berkat ketangguhan kaum muslimin pada pertempuran tersebut memperoleh kemenangan, dan kehidupan kaum muslimin khususnya di Iskandariyah dan Khurasan kembali aman dan damai (Mutholib, 1995: 299).
Para pencatat sejarah membagi zaman pemerintahan Utsman menjadi dua periode, ialah 6 tahun pertama merupakan masa pemerintahan yang baik, dan 6 tahun terakhir merupakan masa pemerintahan yang buruk.  Setelah menjadi Khalifah, beberapa hal yang dilakukan oleh Utsman antara lain:


1.      Perluasan wilayah
Khalifah Utsman memerintah imperium muslim selama kira-kira 12 tahun. Selama kekhalifahannya, imperium Arab meluas di Asia dan Afrika. Pada permulaan pemerintahannya terjadi suatu pemberontakan oleh orang-orang Persia yang dihasut oleh Yazdagird. Khalifah me¬madamkan pemberontakan itu, kemudian diikuti oleh penyerbuan jen¬deral-jenderal Arab ke Herat, Kabul, Ghazni, dan Asia Tengah. Wilayah¬-wilayah ini diserbu dan ketua-ketua suku Afganistan, Balkh, Turkestan, dan Korasan dipaksa untuk mengakui kedaulatan kekhalifahan dan harus membayar upeti kepada khalifah.
Di Afrika, Abdullah menandingi keagungan-keagungan pendahulunya, "Penakluk Mesir", dengan penaklukan koloni Romawi di Tripoli. Dengart tujuan mengakhiri penyerbuan-pernyerbuan dan permusuhan-p4kmusuhan Romawi, Abdullah menyerbu dengan pasukannya ke Tripoli. Gubernur Romawi, Gregorius, memberi perlawanan dengan suatu kesatuan yang terdiri atas 120.000 orang Romawi. Orang-orang Arab mengalahkan mereka dengan penjagalan yang mengerikan dan menduduki seluruh pro¬pinsi Romawi itu, yakni Tripoli (1652 M).
Dari seluruh penaklukan selama tiga khalifah ini, wilayah Islam telah membentang dari Afrika, hingga Persia.  Dari bagian timur jazirah Arabia, hingga kepulauan Mediterania. Di masa Utsman, negeri-negeri: 1) Barqah, 2)Tripoli Barat dan 3) bagian selatan negeri Nubah, telah masuk dalam wilayah Islam. Kemudian negeri-negeri Armenia dan beberapa bagian Thabaristan, bahkan kemajuan tentara Islam telah melampaui sungai Jihun (Amu Daria). Jadi daerah “Ma waraan Nahri” (negeri-negeri seberang sungai Jihun) telah masuk wilayah Islam. Negeri-negeri Balkh (Baktaria) Harah, Kabul dan Ghaznah di Turkistan telah diduduki kaum muslimin.
2.      Pembangunan angkatan laut
Khalifah Utsman patut diingat terutama karena pembangunan angkatan laut Arabnya. Sebagai Gubernur Siria, Muawiyah harus menghadapi serangan-serangan angkatan laut Romawi di daerah-daerah pesisir propinsinya. Untuk memukul mundur penyerbuan-penyerbuan, dia me¬rasakan perlunya suatu angkatan laut. Oleh karena itu, dia membangun suatu angkatan laut, dan dengan bantuannya dia berhasil melawan penyerbu-penyerbu Romawi. Bahkan Muawiyah mengirimkan suatu ekspedisi angkatan laut di Pulau Siprus. Dia mengalahkan penguasa Romawi di tempat itu, dan memaksa pulau itu untuk membayar upeti kepada khalifah.
Bangsa Romawi juga menyerang Mesir dari laut, dan pada tahun 646 M. bahkan mereka menduduki Alexandria. Namun, Amar bin Ash memukul mundur mereka dan merebut kembali pelabuhan itu. Sekali lagi pada tahun 651 M. Romawi menyerbu Mesir dengan suatu armada yang besar.
Salah satu  pertempuran yang terpenting di laut adalah pertempuran “dzatis sawari” (pertempuran tiang kapal). Pertempuran ini terjadi pada tahun 31 H di Laut Tengah dekat kota Iskandariyah, antara tentara romawi di bawah pimpinan Kaisar Constatine dengan balatentara Islam dibawah pimpinan Abdullah ibnu Abi Sarah, yang jadi gubernur di Mesir. Konon kabarnya dalam pertempuran kapal ini banyak sekali kapal yang digunakan. Kapal-kapal ini berjumlah 1000 kapal. 200 buah kepunyaan orang muslim dan sisanya adalah milik tentara Romawi. Dalam peperangan ini orang muslim berhasil mengalahkan bangsa Romawi.
3.      Penyusunan Al-Quran
Karya besar Utsman lainnya yang dipersembahkan kepada umat Islam ialah susunan kitab suci Al-Quran. Penyusunan al-Quran dimaksudkan untuk mengakhiri perbedaan-perbedaan serius dalam bacaan al-Quran. Dikisahkan bahwa selama pengiriman ekspedisi militer ke Armenia dan Azerbaijan perselisihan tentang bacaan al-Quran muncul dikalangan tentara muslim, yang sebagiannya direkrut dari Suriah dan sebagiannya lagi dari Irak. Ketua dewan penyusunan al-Quran ialah Zaid ibn Sabit yang mengumpulkan tulisan-tulisan al-Quran antara lain ialah dari Hafsah, salah seorang istri Nabi SAW. Kemudian dewan itu membuat beberapa salinan naskah al-Quran untuk dikirimkan ke wilayah-wilayah gubernuran sebagai pedoman yang benar untuk masa selanjutnya.
d)     Masa Terjadinya Fitnah dan Akhir Kekhalifahan Ustman Bin Affan
Seperti diketahui, Utsman bin Affan mengangkat para kerabatnya dari bani Umaiyyah menduduki berbagai jabatan. Kebijakan ini mengakibatkan dipecatnya sejumlah sahabat dari berbagai jabatan mereka dan digantikan oleh orang yang diutamakan-nya dari kerabatnya. Kebijakan ini mengakibatkan rasa tidak senang banyak orang terhadap Utsman bin Affan. Hal inilah yang dijadikan pemicu dan sandaran oleh orang Yahudi yaitu Abdullah bin Saba' dan teman-temannya untuk membangkitkan fitnah.
Ibnu Katsir meriwayatkan bahwa penduduk Kufah umumnya melakukan pemberontakan dan konspirasi terhadap Sa'id ibnul Ash, pemimpin Kufah. Mereka kemudian mengirim utusan kepada Utsman bin Affan guna menggugat kebijakannya dan alasan pemecatan sejumlah orang dari bani Umayyah. Dalam pertemuan ini, utusan tersebut berbicara kepada Utsman bin Affan dengan bahasa yang kasar sekali sehingga membuat dadanya sesak. Beliau lalu memanggil semua pimpinan pasukan untuk dimintai pendapatnya.
Akhirnya, berkumpullah di hadapannya, Mu'awiyah bin Abu Sufyan (pemimpin negeri Syam), Amr ibnul Ash (pemimpin negeri Mesir), Abduliah bin Sa'ad bin Abi Sarh (pemimpin negeri Maghrib), Sa'id ibnul Ash (pemimpin negeri Kufah), dan Abdullah bin Amir (pemimpin negeri Bashrah). Kepada mereka, Utsman bin Affan meminta pandangan mengenai peristiwa yang terjadi dan perpecahan yang muncul.... Masing-masing dari mereka kemudian mengemukakan pendapat dan pandangannya. Setelah mendengar berbagai pandangan dan mendiskusikannya, akhirnya Utsman bin Affan memutuskan untuk tidak melakukan penggantian para gubernur dan pembantunya. Kepada masing-masing mereka, Utsman bin Affan memerintahkan agar menjinakkan hati para pemberontak dan pembangkang tersebut dengan memberi harta dan mengirim mereka ke medan peperangan lain dan pos-pos perbatasan.
Setelah peristiwa ini, di Mesir muncul satu kelompok dari anak-anak para sahabat. Mereka menggerakkan massa untuk menentang Utsman bin Affan dan menggugat sebagian besar tindakannya. Kelompok ini melakukan tindakan tersebut tentu setelah Abdullah bin Saba' berhasil menyebarkan kerusakan dan fitnah di Mesir. Ia berhasil menghasut sekitar enam ratus orang untuk berangkat ke Madinah dengan berkedok melakukan ibadah umrah, namun sebenarnya mereka bertujuan menyebarkan fitnah dalam masyarakat Madinah. Tatkala mereka hampir memasuki Madinah, Utsman bin Affan mengutus Ali bin Abu Thalib untuk menemui mereka dan berbicara kepada mereka. Ali bin Abu Thalib kemudian berangkat menemui mereka di Juhfah. Mereka ini mengagungkan Ali bin Abu Thalib dengan sangat berlebihan, karena Abdullah bin Saba' telah berhasil mempermainkan akal pikiran mereka dengan berbagai khurafat dan penyimpangan. Setelah Ali bin Abu Thalib membantah semua penyimpangan pemikiran yang sesat itu, mereka menyesali diri seraya berkata, "Orang inikah yang kalian jadikan sebagai sebab dan dalih untuk memerangi dan memprotes Khalifah (Utsman bin Affan)?" Mereka kemudian kembali dengan membawa kegagalan.
Ketika menghadap Utsman bin Affan, Ali bin Abu Thalib melaporkan kepulangan mereka dan mengusulkan agar Utsman bin Affan menyampaikan pidato kepada orang banyak, guna meminta maaf atas tindakannya mengutamakan sebagian kerabatnya dan bahwa ia telah bertobat dari tindakan tersebut.
Usulan ini diterima olehnya dan Utsman bin Affan kemudian berpidato di hadapan orang banyak pada hari Jum'at. Dalam pidato ini, di antaranya Utsman bin Affan mengatakan, "Ya Allah, aku memohon ampunan kepada-Mu dan aku bertobat kepada-Mu. Ya Allah, aku adalah orang yang pertama bertobat dari apa yang telah aku lakukan."
Pernyataan ini diucapkannya sambil menangis sehingga membuat semua orang ikut menangis. Utsman bin Affan kemudian menegaskan kembali, bahwa ia akan menghentikan kebijakan yang menyebabkan timbulnya protes tersebut. Dittegaskan-nya bahwa ia akan memecat Marwan dan kerabatnya.
Setelah penegasan tersebut, Marwan bin Hakam menemui Utsman bin Affan. Dia menghamburkan kecaman dan protes kemudian berkata, "Andaikan ucapanmu itu engkau ucapkan pada waktu engkau masih sangat kuat, niscaya aku adalah orang yang pertama menerima dan mendukungnya, tetapi engkau mengucapkannya ketika banjir bah telah mencapai puncak gunung. Demi Allah, melakukan suatu kesalahan kemudian meminta ampunan dari-Nya adalah lebih baik daripada tobat karena takut kepada-Nya. Jika suka, engkau dapat melakukan tobat tanpa menyatakan kesalahan kami."
Marwan kemudian memberitahukan kepadanya bahwa di balik pintu ada segerombolan orang. Utsman bin Affan menunjuk Marwan untuk berbicara kepada mereka sesukanya. Marwan lalu berbicara kepada mereka dengan suatu pembicaraan yang buruk, sehingga merusak apa yang selama ini diperbaiki oleh Utsman bin Affan. Dalam pembicaraannya, Marwan berkata, "Kalian datang untuk merebut kerajaan dari tangan kami. Keluarlah kalian dari sisi kami. Demi Allah, jika kalian membangkang kepada kami, niscaya kalian akan menghadapi kesulitan dan tidak akan menyukai akibatnya."
Setelah mengetahui hal ini, Ali bin Abu Thalib segera datang menemui Utsman bin Affan dan dengan nada marah, ia berkata, "Mengapa engkau merelakan Marwan, sementara dia tidak menghendaki kecuali memalingkan engkau dari agama dan pikiranmu! Demi Allah, Marwan adalah orang yang tidak layak dimintai pendapat tentang agama atau dirinya sekalipun. Demi Allah, aku melihat bahwa dia akan menghadirkan kamu kemudian tidak akan mengembalikan kamu lagi. Saya tidak akan kembali setelah ini karena teguran-ku kepadamu."
Setelah Ali bin Abu Thalib keluar, Na'ilah masuk menemui Utsman bin Affan (ia telah mendengarkan apa yang diucapkan Ali bin Abu Thalib kepada Utsman bin Affan) kemudian berkata, "Aku harus bicara atau diam!" Utsman bin Affan menjawab, "Bicara lah!" Na'ilah berkata, "Aku telah mendengar ucapan Ali bin Abu Thalib bahwa dia tidak akan kembali lagi padamu, karena engkau telah menaati Marwan dalam segala apa yang dikehendakinya," Utsman bin Affan berkata, "Berilah pendapatmu kepadaku." Na'ilah memberikan pendapatnya,"Bertaqwa lah kepada Allah semata, tiada sekutu bagi-Nya. Ikutilah sunnah kedua sahabatmu yang terdahulu (Abu Bakar As Siddiq dan Umar Bin Khattab), sebab jika engkau menaati Marwan, niscaya dia akan membunuhmu. Marwan adalah orang yang tidak memiliki harga di sisi Allah, apalagi rasa takut dan cinta. Utuslah seseorang menemui Ali bin Abu Thalib guna meminta pendapatnya, karena dia memiliki kekerabatan denganmu dan dia tidak layak ditentang."
Utsman bin Affan kemudian mengutus seseorang kepada Ali bin Abu Thalib, tetapi Dia menolak datang. Ali bin Abu Thalib berkata, "Aku telah memberitahukan kepadanya bahwa aku tidak akan kembali lagi. Sikap ini merupakan permulaan krisis yang menyulut api fitnah dan memberikan peluang kepada para tukang fitnah, untuk memperbanyak kayu bakarnya dan mencapai tujuan-tujuan busuk yang mereka inginkan.
Utsman bin Affan menjabat sebagai khalifah selama dua belas tahun. Tidak ada sesuatu yang dapat dijadikan celah untuk mendendam-nya. Beliau bahkan lebih dicintai oleh orang-orang Quraisy umumnya ketimbang Umar bin Khattab, karena Umar bin Khattab bersikap keras terhadap mereka, sedangkan Utsman bin Affan bersikap lemah lembut dan selalu menjalin hubungan dengan mereka.
Akan tetapi, masyarakat mulai berubah sikap terhadapnya, tatkala ia mengutamakan kerabatnya dalam pemerintahan, sebagaimana telah kami sebutkan. Kebijakan ini dilakukan Utsman bin Affan atas pertimbangan silaturrahim yang merupakan salah satu perintah Allah. Akan tetapi, kebijakan ini pada akhirnya menjadi sebab pembunuhannya.
Ibnu Asakir meriwayatkan dari az-Zuhri, ia berkata, "Aku pernah berkata kepada Sa'id bin Musayyab, 'Ceritakanlah kepadaku tentang pembunuhan Utsman! Bagaimana hal ini sampai terjadi!' Ibnul Musayyab berkata, 'Utsman dibunuh secara aniaya. Pembunuhnya adalah kejam dan pengkhianatnya adalah orang yang memerlukan ampunan. Ibnul Musayyab kemudian menceritakan kepada az-Zuhri tentang sebab pembunuhannya dan bagaimana hal itu dilakukan. Kami sebutkan di sini secara singkat.
Para penduduk Mesir datang mengadukan Ibnu Abi Sarh. Setelah pengaduan ini, Utsman bin Affan menulis surat kepadanya yang berisikan nasihat dan peringatan terhadapnya. Akan tetapi, Abu Sarh tidak mau menerima peringatan Utsman bin Affan, bahkan mengambil tindakan keras terhadap orang yang mengadukannya.
Selanjutnya, para tokoh sahabat seperti Ali bin Abu Thalib, Thalhah bin Ubaidillah, dan Aisyah mengusulkan agar Utsman bin Affan memecat Ibnu Abi Sarh dan menggantinya dengan orang lain. Utsman bin Affan lalu berkata kepada mereka, "Pilihlah orang yang dapat menggantikannya." Mereka mengusulkan Muhammad bin Abu Bakar. Utsman bin Affan kemudian menginstruksikan hal tersebut dan mengangkatnya secara resmi. Surat keputusan ini kemudian dibawa oleh sejumlah sahabat ke Mesir. Baru tiga hari perjalanan dari Madinah, tiba-tiba mereka bertemu dengan seorang pemuda hitam berkendaraan unta yang berjalan mundur maju.
Para sahabat Rasulullah itu kemudian menghentikannya seraya berkata, "Mengapa kamu ini! Kamu terlihat seperti orang yang lari atau mencari sesuatu!" Ia menjawab, "Saya adalah pembantu Amirul Mukminin yang diutus untuk menemui Gubernur Mesir." Ketika ditanya, "Utusan siapa kamu ini!" Dengan gagap dan ragu-ragu, ia kadang -kadang menjawab, "Saya pembantu Amirul Mukminin," dan kadang- kadang pula ia menjawab,"Saya pembantu Marwan." Mereka kemudian mengeluarkan sebuah surat dari barang bawaannya. Di hadapan dan disaksikan oleh para sahabat dari Anshar dan Muhajirin tersebut, Muhammad bin Abu Bakar membuka surat tersebut yang ternyata berisi, "Jika Muhammad beserta si fulan dan si fulan datang kepadamu, bunuhlah mereka dan batalkan-lah suratnya. Dan tetaplah engkau melakukan tugasmu sampai engkau menerima keputusanku. Aku menahan orang yang akan datang kepadaku mengadukan dirimu."
Akhirnya, para sahabat itu kembali ke Madinah dengan membawa surat tersebut. Mereka kemudian mengumpulkan para tokoh sahabat dan memberitahukan ihwal surat dan kisah utusan tersebut.
Peristiwa ini membuat seluruh penduduk Madinah gempar dan benci terhadap Utsman bin Affan. Setelah melihat hal ini, Ali bin Abu Thalib segera memanggil beberapa tokoh sahabat, antara lain Thalhah bin Ubaidillah, Zubair bin Awwam, Sa'ad bin Abu Waqqash, dan Ammar. Bersama mereka, Ali bin Abu Thalib dengan membawa surat, pembantu, dan unta tersebut, masuk menemui Utsman bin Affan. Ali bin Abu Thalib bertanya kepada Utsman bin Affan, "Apakah pemuda ini pembantumu?" Utsman bin Affan menjawab "Ya." Ali bin Abu Thalib bertanya lagi, "Apakah unta ini untamu?" Utsman bin Affan menjawab "Ya." Ali bin Abu Thalib bertanya lagi, "Apakah kamu pernah menulis surat ini?" Utsman bin Affan menjawab,"Tidak." Utsman bin Affan kemudian bersumpah dengan nama Allah, "Aku tidak pernah menulis surat tersebut, tidak pernah memerintahkan penulisan surat, dan tidak mengetahui ihwal surat tersebut." Ali bin Abu Thalib bertanya lagi, "Apakah stempel ini, stempel-mu?" Utsman bin Affan menjawab, "Ya." Ali bin Abu Thalib bertanya lagi "Bagaimana pembantumu ini bisa keluar dengan menunggang untamu dan membawa surat yang distempel, dengan stempel-mu, sedangkan engkau tidak mengetahuinya?" Utsman bin Affan kemudian bersumpah dengan nama Allah, "Aku tidak pernah menulis surat ini, tidak pernah memerintahkannya, dan tidak pernah pula mengutus pembantu ini ke Mesir."
Mereka kemudian memeriksa tulisan surat tersebut dan mengetahui bahwa surat itu ditulis oleh Marwan. Mereka lalu meminta kepada Utsman bin Affan agar menyerahkan Marwan kepada mereka, tetapi Utsman bin Affan tidak bersedia melakukannya, padahal Marwan saat itu berada di dalam rumahnya. Akhirnya, orang-orang keluar dari rumah Utsman bin Affan dengan perasaan marah. Mereka mengetahui bahwa Utsman bin Affan tidak berdusta dalam bersumpah, tetapi mereka marah karena dia tidak bersedia menyerahkan Marwan kepada mereka.
Setelah itu, tersiarlah berita tersebut di seluruh Kota Madinah, sehingga sebagian masyarakat mengepung rumah Utsman bin Affan dan tidak memberikan air kepadanya. Setelah Utsman bin Affan dan keluarganya merasakan kepayahan akibat terputusnya air, ia menemui mereka seraya berkata, "Adakah seseorang yang sudi memberi tahu Ali bin Abu Thalib agar memberi air kepada kami ?" Setelah mendengar berita ini, Ali bin Abu Thalib segera mengirim tiga qirbah air. Kiriman air ini pun sampai kepada Utsman bin Affan melalui cara yang sulit sekali.
Pada saat itu, Ali bin Abu Thalib mendengar desas-desus tentang adanya orang yang ingin membunuh Utsman bin Affan, lalu ia berkata "Yang kita inginkan darinya adalah Marwan, bukan pembunuhan Utsman bin Affan." Ali bin Abu Thalib kemudian berkata kepada kedua anaknya, Hasan dan Husain, "Pergilah dengan membawa pedang kalian untuk menjaga pintu rumah Utsman. Jangan biarkan seorang pun masuk kepadanya." Hal ini juga dilakukan oleh sejumlah sahabat Rasulullah saw demi menjaga Utsman bin Affan. Ketika para pengacau menyerbu pintu rumah Utsman bin Affan ingin masuk dan membunuhnya, mereka dihentikan oleh Hasan dan Husain serta sebagian sahabat.
Sejak itu, mereka mengepung rumah Utsman bin Affan lebih ketat dan secara sembunyi-sembunyi berhasil masuk dari atap rumah. Mereka berhasil menebaskan pedang sehingga Khalifah Utsman bin Affan terbunuh. Ketika mendengar berita ini, Ali bin Abu Thalib datang dengan wajah marah, seraya berkata kepada dua orang anaknya, "Bagaimana Amirul Mukminin bisa dibunuh, sedangkan kalian berdiri menjaga pintu?" Ali bin Abu Thalib kemudian menampar Hasan dan memukul dada Husain, serta mengecam Muhammad bin Thalhah dan Abdullah bin Zubair. Demikianlah, pembunuhan Utsman bin Affan merupakan pintu dari mata rantai fitnah yang terus membentang tanpa akhir.


4.      Khalifah Ali Bin Abi Tholib (656—661 M/ 36—41 H)
a)      Biografi Ali Bin Abi Tholib
Nama lengkap beliau adalah  Ali binAbi Thalib ra. bin Abdi Manaf bin Abdul Muththalib bin Hasyim bin Abdi Manaf bin Qushay bin Kilab bin Murrah bin Ka’ab bin Luay bin Ghalib bin Fihr bin Malik bin an-Nadhar bin Kinanah Abul Hasan dan Husein. Ibu beliau bernama Fathimah binti Asad bin Hasyim bin Abdi Manaf bin Qushay, ibunya digelari Wanita Bani Hasyim pertama yang melahirkan seorang putera Bani Hasyim. Ayah Ali adalah paman Rasulullah yang merupakan saudara seayah dan seibu ayah nabi Muhammad.
Beliau mulanya bernama asli Haydar bin Abu Thalib dimana Haydar yang berarti Singa adalah harapan keluarga Abu Thalib untuk mempunyai penerus yang dapat menjadi tokoh pemberani dan disegani diantara kalangan Quraisy Mekkah. Namun setelah mengetahui sepupu yang baru lahir diberi nama Haydar, Rasulullah SAW terkesan tidak suka, karena itu mulai memanggil dengan Ali yang berarti Tinggi (derajat di sisi Allah). Usianya 32 tahun lebih dari usia Nabi Muhammad saw. Ali bin Abi Tholib semenjak kecil telah hidup bersama Rasulullah, karena Rasulullah pernah diasuh oleh ayah Ali. Setelah Rasulullah menikah dengan Siti Khodijah, Ali ikut bersama Rasullah. Oleh Rasulullah Ali dibesarkan, diasuh dan dididik. Sehingga Ali tumbuh menjadi anak yang berbudi luhur, cerdik dan pemberani. Semenjak kecil Ali telah dididk oleh Rasulullah dengan adab dan budi pekerti Islam, fasih dalam berbicara dan dia tidak pernah sekalipun menyembah berhala. Pengetahuannya dalam agama Islam cukup luas. Beliau termasuk orang yang paling banyak meriwayatkan hadist. Ali termasuk salah seorang dari ketiga tokoh yang didalam dirinya tercermin kepribadian Rasulullah. Mereka itu Abu Bakar As Shiddiq, Umar bin Khattab dan Ali bin Abi Tholib. Mereka bertiga laksana mutiara yang memancarkan cahayanya.
Ali terkenal sebagai gudang ilmu pengetahuan agama Islam. Hal ini dapat dilihat pada masa sekarang, banyak karya-karya Islam yang merupakan pemikiran-pemikiran Ali, yang dijadikan sumber ilmu pengetahuan (Mutholib, 1995: 304).


Sebelumnya Ali sudah ikut dalam peperangan bersam Rasulullah yaitu :
·         Perang Badar
Beberapa saat setelah menikah, pecahlah perang Badar, perang pertama dalam sejarah Islam. Di sini Ali betul-betul menjadi pahlawan disamping Hamzah, paman Nabi. Banyaknya Quraisy Mekkah yang tewas di tangan Ali masih dalam perselisihan, tapi semua sepakat beliau menjadi bintang lapangan dalam usia yang masih sangat muda sekitar 25 tahun.
·         Perang Khandaq
Perang Khandaq juga menjadi saksi nyata keberanian Ali bin Abi Thalib ketika memerangi Amar bin Abdi Wud . Dengan satu tebasan pedangnya yang bernama dzulfikar, Amar bin Abdi Wud terbelah menjadi dua bagian.
·         Perang Khaibar
Setelah Perjanjian Hudaibiyah yang memuat perjanjian perdamaian antara kaum Muslimin dengan Yahudi, dikemudian hari Yahudi mengkhianati perjanjian tersebut sehingga pecah perang melawan Yahudi yang bertahan di Benteng Khaibar yang sangat kokoh, biasa disebut dengan perang Khaibar. Di saat para sahabat tidak mampu membuka benteng Khaibar, Nabi saw bersabda:
"Besok, akan aku serahkan bendera kepada seseorang yang tidak akan melarikan diri, dia akan menyerang berulang-ulang dan Allah akan mengaruniakan kemenangan baginya. Allah dan Rasul-Nya mencintainya dan dia mencintai Allah dan Rasul-Nya".
Maka, seluruh sahabat pun berangan-angan untuk mendapatkan kemuliaan tersebut. Namun, ternyata Ali bin Abi Thalib yang mendapat kehormatan itu serta mampu menghancurkan benteng Khaibar dan berhasil membunuh seorang prajurit musuh yang berani bernama Marhab lalu menebasnya dengan sekali pukul hingga terbelah menjadi dua bagian. Hampir semua peperangan beliau ikuti kecuali perang Tabuk karena mewakili nabi Muhammad untuk menjaga kota Madinah.
b)     Ali bin Abi Tholib diangkat menjadi Khalifah
Ketika Rasulullah wafat, timbullah desas-desus dikalangan kaum muslimin yang mengatakan bahwa Ali akan menjadi pengganti beliau. Begitu juga yang terjadi ketika Khalifah Umar tertikam, beliau termasuk salah satu tokoh yang dicalonkan oleh Umar, beliau termasuk calon yang terkuat diantara calon-calon yang ada, akan tetapi keKhalifahan kemudian jatuh kepada Ustman bin Affan. Setelah itu para sahabat menunjuk Ali untuk menjabat sebagai Khalifah. Namun juga tidak sedikit para sahabat yang ragu untuk menunjuk Ali sebagai Khalifah berikutnya. Hal tersebut dikarenakan munculnya beberapa pemikiran di kalangan kaum muslimin, yaitu:
1.      Ali adalah dari kalangan Bani Hasyim. Jika keKhalifahan dipegang Ali berarti selamanya keKhalifahan akan dipegang oleh Bani Hasyim dan akan sulit keluarnya dari Bani itu.
2.      Ali adalah seorang sahabat yang pemberani, sehingga tidak sedikit umat manusia yang menjadi korban pedangnya, sehingga tidak heran jika banyak orang yang mendendam kebencian terhadapnya.
3.      Ustman orangnya lunak, baik hati, toleran sehingga karena kelemahannya ini banyak orang yang mengeruk harta dengan cara yang tidak sah, sementara Ali orangnya keras seperti kerasnya Abu Bakar dan Umar. Untuk itulah mereka kurang senang kalau keKhalifahan dipegang oleh Ali, karena sudah tentu jika Ali menjadi Khalifah usahanya itu tidak dapat dikembangkan, bahkan sebaliknya akan ditumpas oleh Ali.
Namun rakyat banyak menghendaki Ali lah yang berhak memangku keKhalifahan. Ali pada awalnya menolak, namun karena dipaksa terus-menerus oleh kebanyakan kaum muslimin akhirnya beliau menerimanya (Mutholib, 1995: 305). Masyarakatpun beramai-ramai membaiat Ali bin Abi Thalib sebagai khalifah. Ali memerintah hanya enam tahun. Selama masa pemerintahannya, ia menghadapi berbagai pergolakan. Tidak ada masa sedikit pun dalam pemerintahannya yang dapat dikatakan setabil. Setelah menduduki jabatan khalifah, Ali memecat para gubernur yang di angkat oleh Usman. Dia yakin bahwa pemberontakan-pemberontakan terjadi karena keteledoran mereka. Dia juga menarik kembali tanah yang dihadiahkan Usman kepada penduduk dengan menyerahkan hasil pendapatannya kepada negara, dan memakai kembali siatem distribusi pajak tahunan dia antara orang-orang Islam sebagaimana pernah ditetapkan Umar.


c)      Perjuangan dan Kebijakan-kebijakan Khalifah Ali bin Abi Tholib
Langkah-langkah yang dilakukan oleh Khalifah Ali bin Abi Tholib setelah diangkat menjadi Khalifah adalah: pertama, memecat gubernur-gubernur yang telah ditunjuk pada masa pemerintahan Khalifah Ustman bin Affan, dan menggantikannya dengan yang baru. Kedua, Khalifah Ali mengambil kembali tanah-tanah yang merupakan milik “Baitul Mal” yang telah diberikan Khalifah Ustman kepada sanak familinya. Khalifah Ali menganggap pemberian itu tidak sah dan bertentangan dengan agama. Para sahabat dan kaum muslimin mendukung tindakan Khalifah ini, hanya saja Khalifah Ali dianggap dalam menjalankan tugasnya terlalu keras, terlalu terburu-buru, sehingga menimbulkan ketidak senangan khususnya di kalangan keluarga Bani Umayah (Mutholib, 1995: 305-306).
d)     Pertempuran Pada Masa Khalifah Ali bin Abi Tholib
1.      Perang Jamal
Perang Jamal adalah perang yang terjadi antara pasukan Siti Aisyah dengan Khalifah Ali bin Abi Tholib. Dinamakan perang Jamal karena Aisyah menggunakan unta, sebagai kendaraan perangnya. Perang ini berlangsung pada lima hari terakhir Rabi’ul Akhir tahun 36H/657M
Aisyah ikut berperang melawan Ali alasannya bukan semata menuntut balas atas kematian Utsman, namun Aisyah memang telah lama memendam rasa tidak senang kepada Ali yakni semacam dendam pribadi antara dirinya dengan Ali. Dia masih teringat terhadap peristiwa tuduhan selingkuh terhadap dirinya (hadits al-ifk), dimana pada waktu itu Ali memberatkan dirinya. Faktor lain adalah persaingan dalam pemilihan jabatan khalifah dengan ayahnya, Abu Bakar, yang kemudian disusul dengan sikap Ali yang tidak segera membai’at Abu Bakar. Dan yang terakhir ada faktor Abdullah bin Zubair, kemenakannya, yang berambisi untuk menjadi khalifah, yang terus mendesak dan memprovokasi Aisyah serta menghasut bapaknya yakni Zubair bin Awwam dan Tholhah agar memberontak terhadap Ali.
Maka berangkatlah pasukan perang menuju kota Madinah pusat pemerintahan. Setelah bertemu, Khalifah Ali mengusulkan untuk berdamai. Namun dibalik perdamaian yang sedang berlangsung adanya hasutan-hasutan dari pihak pasukan Aisyah dan pasukan Khalifah Ali sehingga pertempuran tidak terelakkan lagi.
Dalam pertempuran ini banyak korban dari kedua belah pihak, namun pasukan Khalifah Ali lebih unggul dari pasukan Aisyah. Thohlah telah gugur begitu juga Zubbair bin Awwam telah gugur pula, yang tinggal hanya Aisyah, namun unta Aisyah pun mati pula terbunuh, dan pertempuran pun berakhir dengan kemenangan dipihak Khalifah Ali bin Abi Tholib (Mutholib, 1995: 306).
2.      Perang Siffin
Khalifah Ali menganggap dengan selesainya perang Jamal merupakan perang yang pertama diawal keKhalifahannya sekaligus juga merupakan yang terakhir, tetapi kenyataan tidak demikian. Muawiyah gubernur yang berkedudukan di Syam menyusun pasukan yang berkekuatan besar. Muawiyah adalah putra Abu Sufyan seorang tokoh yang sangat berpengaruh di kalangan Bani Umayah. Muawiyah berontak karena tidak menerima tindakan Khalifah Ali yang memecatnya. Memecat keturunannya dan mengambil kembali hak milik keluarganya. Muawiyah juga bangkit dengan dalih menuntut pertanggungjawaban Khalifah Ali atas terbununya Khalifah Ustman (Mutholib, 1995:307).
Perang Siffin terjadi pada tahun 659 M atau 37 H antara umat Islam pimpinan Khalifah Ali dengan mereka yang dipimpin oleh Muawiyah bin Abu Sufyan. Walaupun tentara Muawiyah hampir dikalahkan, tetapi akibat tipu daya yang dilakukannya melalui cadangan Amru al-As agar tentara Muawiyah menjunjung Al-Qur’an dengan tujuan berdamai, maka Muawiyah tidak dikalahkan. Semasa Majelis Tahkim atau timbang tara yang diadakan untuk menyelesaikan masalah, sekali lagi pihak Ali ditipu. Keadaan ini menyababkan tentara Khalifah Ali terpecah dua, yaitu golongan Khawarij yang keluar dari tentara Ali dan golongan Syiah yang setia pada Khalifah Ali.
Khalifah Ali dibunuh oleh Khawarij di kota Kufiah pada tanggal 19 Ramadhan tahun 40 H./661M, oleh Abdurrahman ibn Muljamsalah seorang yang ditugasi membunuh tokoh-tokoh tersebut. Sedangkan nasib baik berpihak kepada Mu’awiyah dan Amr bin Ash, mereka berdua luput dari pembunuhan tersebut. Jenazah beliau dimakamkan di Darul Imarah di Kufah. Peristiwa tersebut menandakan berakhirnya zaman Khalifah Kulafaur al-Rasyidin dan berawalnya kerajaan Bani Umaiyyah (Men, 2000: 33).

C.    Perkembangan Kebudayaan Islam Pada Masa Khulafaur Rasyidin
a)      Sosial Ekonomi Umat Islam Pada Zaman Khulafaur Rasyidin
Masyarakat Arab sejak sebelum datangnya agama Islam dikenal sebagai masyarakat pedagang. Masyarakat Arab dikenal kaum pedagang yang ulung, dalam menjajakan barang dagangan mereka tidak hanya terbatas didaerahnya sendiri melainkan juga ke daerah-daerah lain, sehingga nama khafilah Arab terkenal dimana-mana. Selain berdagang, pencaharian masyarakat Arab juga sebagai petani. Walaupun negara Arab tanahnya merupakan gurun pasir yang tandus, namun ada bagian-bagian lokasi yang dapat ditumbuhi pepohonan, seperti pohon kurma, gandum dan masih ada tanaman lain. Ini juga merupakan pencaharian masyarakat Arab dari semenjak datangnya Islam. Selain itu perekonomian masyarakat Arab juga didapatkan dari peternakan. Mereka berternak unta, kuda, kambing dan binatang lainnya. Menggembala, terutama menggembala kambing dalam masyarakat Arab bukan hanya pekerjaan orang miskin atau lemah. Bagi masyarakat Arab menggembala binatang itu mengandung nilai pendidikan. Filsafat hidup masyarakat Arab mengungkapkan bahwa keberhasilan seseorang dalam menggembala binatang itu merupakan tanda akan keberhasilannya kelak jika memimpin suatu golongan atau umat.
Untuk mengatur perekonomian atau mengatur keuangan negara agar teratur dengan baik, Khalifah Umar bin Khattab membentuk Departemen Keuangan (An-Hidhomul Maly). Depatemen keuangan ini berfungsi mengatur keluar masuknya keuangan negara, mengusahakan sumber keuangan, menampung hasil pungutan zakat, dan mengusahakan dari sumber-sumber lain.
Pada masa khulafaur Rasyidin perekonomian umat Islam bukan hanya tergantung dari perdagangan, perkebunan dan peternakan, akan tetapi juga mereka peroleh dari perikanan. Hal terlihat terutama pada masa pemerintahan Khalifah Ustman bin Affan. Pada masa pemerintahan Khalifah Ustman bin Affan pemerintahan Islam terkenal dengan angkatan lautnya. Angkatan laut kaum muslimin telah berhasil menaklukkan beberapa daerah yang terletak diwilayah seberang laut.
Pada masa Khulafaur Rasyidin, perdagangan umat Islam bukan hanya dilakukan untuk menjual dagangan yang merupakan hasil dari daerah jazirah Arab semata. Para pedagang tersebar ke berbagai negara untuk membeli atau menjual barang-barang yang menjadi kebutuhannya. Perkembangan perekonomian umat Islam yang semakin maju, khulafaur Rasyidin menyusun undang-undang untuk mengatur perekonomian umat Islam. Perkembangan perekonomian yang terjadi pada masa Khulafaur Rasyidin, tidak hanya berpengaruh terhadap kehidupan umat Islam, melainkan juga dapat mempengaruhi aspek-aspek lainnya. Misalnya dengan perkembangan perekonomian umat Islam ini dakwah Islam dapat berjalan dengan pesat, begitu pula dengan perkembangan ilmu pengetahuan (Mutholib, 1995:312-313).
b)     Perkembangan Masyarakat Pada Masa Khulafaur Rasyidin
Masyarakat yang bertempat tinggal disekitar gurun pasir Timur Tengah disebut dengan masyarakat Arab. Mereka mempunyai bahasa sendiri yang disebut bahasa Arab, mempunyai cara berpakaian sendiri, bentuk pakaian sendiri. Pada zaman jahiliyah masyarakat Arab terdiri dari suku-suku dan kabilah-kabilah. Mereka mempunyai derajad dan kedudukan yang berbeda. Namun, setelah datangnya agama Islam, perbedaan derajad, kedudukan, jabatan, tuan dan hamba, suku dan kabilah dihapuskan. Islam tidak memandang manusia dari derajadnya, kedudukan, ekonominya, suku dan kabilahnya dan sebagainya. Dalam pandangan Islam semua manusia mempunyai derajad yang sama, kedudukan dan hak serta kewajiban yang sama (Mutholib, 1995: 314).
Pada zaman Khulafaur Rasyidin pemeluk Islam bukan hanya terdiri dari masyarakat Arab, melainkan juga terdiri dari berbagai bangsa dan kabilah. Bangsa-bangsa yang berhasil ditaklukkan oleh Khulafaur Rasyidin kedalam Islam adalah bangsa Persia, Romawi. Sementara kabilah-kabilah jumlahnya banyak sekali.
Secara garis besar kondisi sosial masyarakat Islam pada masa pemerintahan Khulafaur Rasyidin dapat dibagi menjadi beberapa bagian yaitu :
1.      golongan masyarakat yang mempunyai anggota yang besar, seperti Bani Hasyim, dan Bani Umaiyah,
2.      kelompok masyarakat yang terdiri dari para sahabat Nabi yang kemudian dibagi menjadi dua golongan, yaitu golongan Muhajirin dan golongan Anshor,
3.      kelompok politik keagamaan, seperti golongan syiah, Khawarij,
4.      kelompok masyarakat biasa,
5.      kelompok keagamaan terdiri dari para sahabat orang Islam yang berjuang bersama sahabat, orang yang baru masuk Islam dan orang yang tidak memeluk agama Islam namun berada di wilayah Islam,
6.      kelompok masyarakat Islam yang terdiri dari suku-suku dan kabilah-kabilah serta bani-bani yang muncul setelah Rasulullah wafat tetapi tidak mempunyai kekuatan.
Keenam kelompok tersebut walaupun berberda suku, terkait dan bersatu dalam persaudaraan Islam (Ukhuwah Islamiyah) (Mutholib, 1995:315).

D.    Kekuasaan Islam Dan Luasnya Wilayah Pada Masa Khulafaur Rasyidin
Yang dimaksud dengan kekuasaan Islam dan luasnya daerah Islam pada masa Khulafaur Rasyidin adalah luasnya daerah yang sudah dijangkau oleh dakwah Islam dan masyarakat berada dalam pembinaan pemimpin-pemimpin Islam juga daerahnya di bawah pengawasaan Khulafaur Rasyidin.
Pada masa Khalifah Abu Bakar As-siddiq wilayah kekuasaannya sebagian kerajaan Persia, yaitu daerah Irak (Pusat kekuasaan). Dan kekuasaan Kerajaan Romawi Timur (Byzantium) Khalid memenangi semua pertempuran dengan Persia, blum hancur Persia, Khalid diperintahkan ke barat untuk memebantu memerangi Byzantium di Syria (13 H). Pasukan muslim bertemu dgn pasukan Byzantium di daerah Yarmuk. Perang ini terkenal dengan nama perang Yarmuk. Raja Byzantium saat itu Heraklius. Pasukan Byzantium 6 kali lebih besar dari pasukan muslim. Komando tertinggi di tangan Khalid bin Walid, Jendral yang tidak terkalahkan dalam sejarah. Khalidpun memenangi peperangan itu (Mutholib, 1995: 320-321).
Setelah 6 hari perang, khilafah menang di Yarmuk dan mukul mundur Heraklius. Seluruh Syria menjadi bagian kekhalifahan. Setelah Syria, Khalifah Umar bin Khattab melanjutkan perang dgn Persia di timur. Perang utama di Qadisiah dimenangi khilafah lalu merebut ibukota Persia, Ctesiphon. Dalam kurun waktu hanya 4 taun (11 -15 H).
Dibawah pemerintahan Umar, Luas kekuasaan Islam semakin meluas. Pasukan Islam menaklukkan Byzantium di sepanjang pantai laut tengah, turun ke Mesir dan Afrika utara. Di titik ini, khilafah sampai di kota suci tiga agama; Islam, Nasrani, Yahudi: Jerusalem atau lebih dikenal dengan sebutan Baitul Maqdis oleh umat Islam. Di Jerusalem tidak ada perlawanan berarti karena penduduknya sendiri sudah bosan diperintah oleh Byzantium. Umar menarik pajak tapi itu lebih kecil dibanding Byzantium dan memberi kebebasan beragama untuk penduduknya.
Umar disambut dengan suka cita saat memasuki Jerusalem dengan hanya naik unta tanpa pengawalan. Pembebasan Jerusalem untuk pertama kalinya oleh dunia muslim tersebut terjadi di tahun 636 M. Berikut peta wilayah kekuasaan Khalifah Umar bin Khattab.
Setelah Umar bin Khattab meninggal, tampuk kekuasaan berada di bawah Khalifah Utsman bin Affan. Ia berhasil memperluas wilayah islam sampai ke daerah Pulau Cyprus, Nubah, Barqoh, Tripoli Barat, Armenia, dan sebagian Thabaristan, sungai Jihun (Amu Daria), Baktria dan harah. Serta Kabul dan Ghaznah yang terletak di daerah Turkistan. Perluasan wilayah yang sangat gemilang pada saat itu (Mutholib, 1995: 232). Berikut adalah peta wilayah kekuasaan Utsman bin Affan.
Sementara perluasan pada masa khalifah Ali bin Abi Thalib tidak begitu Nampak. Karena pemerintahan Ali selama 5 tahun itu lebih banyak diarahkan untuk memulihkan keamanan di dalam pemerintahan dan menghadapi pertentangan di kalangan umat Islam sendiri. Banyak terjadi pemberontakan dan pemisahan wilayah yang dulunya merupakan wilayah kekuasaan Islam.



E.     Jasa-Jasa Khulafaur Rasyidin
Untuk mengungkapan jasa-jasa Khulafaur Rasyidin selama memegang tumpuk pemerintahan kaum muslim tidak mudah. Hal ini dikarenakan besarnya dan banyaknya jasa-jasa mereka. Di bawah ini akan diungkapkan sebagian kecil dari jasa-jasa tersebut.
Pertama, Khulafaur Rasyidin mempunyai jasa yang sangat besar dalam dakwah Islam. Dengan perjuangan Khulafaur Rasyidin wilayah islam menjadi luas dan pemeluk islam semakin banyak, bahkan sebagian sahabat Nabi mengatakan bahwa pada masa Khulafaur Rasyidin inilah maksud firman Allah dalam surat An-Nasr terjadi, pada waktu itu orang datang berbondong-bondong untuk memeluk agama Islam.
Kedua, Khulafaur Rasyidin sangat berjasa dalam membangun, membina masyarakat islam dan masyarakat yang berada di bawah naungan pemerintah Islam, sehingga kehidupan masyarakat dalam keadaan aman, damai, sentosa. Masyarakat memperoleh hak dan kewajiban yang sama, dan menerima hasil pembaguna yang sama. Khulafaur Rasyidin juga membina masyarakat denga berbagai kegiatan, sehingga masyarrakat Islam merupakan masyarakat yang bersatu, saling tolong-menolong, mengabdi, beribadah, beramal dan bekerja dibawah naugan Islam.
Ketiga, Khulafaur Rasyidin berjasa karena usahanya sukses dalam mengumpulkan dan membukukan mushaf Al-Quran. Mereka telah mengambil langkah yang bijaksana, penuh dengan perhitungan. Usaha pengumpulan dan pembukuan Al-Quran bukanlah pekerjaan yang ringan, pekerjaan ini bisa mengakibatkan timbulnya bencana dan kesalah pahaman jika Khulafaur Rasyidin tidak berlaku bijaksana dan hati-hati.
Itulah sebabnya Khulafaur Rasyidin mengumpulkan ayat-ayat Al-Quran yang masih berserakan di daun-daun kurma, pelepah kurma, tulang-tulang dan di kulit binatang. Kemudian pada masa pemerintahan khalifah Utsman, Al-Quran yang telah berhasil dikumpulkan pada masa khalifah Abu Bakar atas usul khalifah Umar ibn Khattab dibukukan oleh satu tim penulis khusus yang di kepalai oleh sahabat Zaid ibn Tsabit.
Inilah jasa yang paling besar dari jasa-jasa yang telah diperbuat oleh khulafa-urrasyidin, mungkin jika penulisan Al-Quran tidak dilakukan oleh Khulafaur Rasyidin, kita sebagai umat Islam yang hidup pada masa sekarang tidak akan mengetahui dan membaca Al-Quran, dan mungkin Al-Quran akan menjadi sebuah legenda.
Jasa Khulafaur Rasyidin yang keempat adalah membenahi dan mengatur administrasi pemerintahan islam dengan baik. Pada masa pemerintahan Khulafaur Rasyidin memperbaiki administarsi pemerintah dengan baik dan teratur, misalnya membentuk beberapa departemen, antara lain :
1.    Departemen Pemerintahan
Departemen ini mengenai masalah-masalah yang berkaitan dengan Politik, Al-Khalifah (kekhalifahan atau pemerintahan), Al-Wizarot (para pembantu khalifah, para mentri dan gubenur serta penjabat-penjabat lainnya, kemudian Al-Kitab yaitu masalah kesekretariatan.
2.    Departemen Tata Usaha
Departemen ini managani masalah-masalah yang berkaitkan dengan :
1.      Departemen-departemen, lembaga-lembaga dan dawan-dewan.
2.      Pembagian wilayah kekuasan para gubernur. Menangani pos-pos, sehingga pos-pos ini menjadi pusat informasi dan melalui pos ini pula informasi menjadi lancar dan cepat.
3.      Keamanan termasuk juga di dalamnya mengenai masalah kepolisian dan keprajuritan.
3.      Departemen Keuangan
Departemen ini mengatur keluar masuknya keuangan Negara, dan usaha usaha lain dalam mencari sumber dana Negara (Baitul Mal).
4.      Departemen Kehakima
Departemen ini mengatur masalah-masalah pengadialan, undang-undang dan sebagaimana yang berkaitan dengan masalahhukum.
5.      Jasa-jasa Khulafaur Rasyidin dalam bidang pembagunan
Khulafaur Rasyidin mempunyai peranan dan jasa yang sangat besar dalam bidang pembagunan. Misalnya : membagun mesjid, dan tempat-tempat peribadatan kaum muslim lainnya, membagun jalan, sehingga jalan-jalan yang menghubungkan antara pusat pemerintahan Khulafaur Rasyidin dengan para pembantunya atau wilayah-wilayah kekuasaannya dapat dijangkau dengan lancar. Membangun pos-pos yang mengatur informasi dari pusat kedaerah dan dari daerah ke pusat. Membagun saran-sarana lain yang sangat berguna untuk kepentingan pemerintah Islam, kepentingan umat Islam dan kepentingan umat manusia.
6.      Dalam bidang kebudayan
Khulafaur Rasyidin adalah tokoh-tokoh yang memiliki ilmu yang tingi, pengalaman yang luas. Pada masa ilmu pengetahuan seperti budaya dan arsitek berkembag dengan baik. Berbagai ilmu pengetahuan Islam diajarkan kepada pemeluknya dengan melalui para sahabat, tabi’in dan tokoh-tokoh Islam lainya.
Kesenian umat islam mengalami kemajuan juga pada masa Khulafaur Rasyidin. Kesenian ini bukan hanya kesenian yang berupa lagu-lagu, akan tetapi yang lebih penting adalah seni arsitektur (seni bangunan). Banyak sekali dikalangan kaum muslim yang mempunyai minat untuk mempelajari ilmu seni bagunan ini.
F.     Peristiwa-peristiwa Penting Pada Masa Khulafaur rasyidin
Adapun peristiwa-peristiwa penting pada masa Kulafa’ur Rasyidin yaitu :
Tahun
Pristiwa
Masa kekusaan Khlifah
11H
Rasullah SAW wafat (Rabiul Awal)
Abu Bakar Ash-shiddiq
12H
Perang Riddah

13H
Perang Yarmuk

13H
Abu Bakar Wafat (jumadil akhir)

14H
Penaklukan Damaskus
Umar bin Khathab
15H
Pearang Qadisiyah

17H
Penaklukan Persia

20H
Penaklukan Mesir

21H
Perang Nahawand

23H
Penaklukan Khurasan, Persia

27H
Penaklukan Tarablusi dan Afrika
Utsman bin Affan
28H
Penaklukan Cyprus

31H
Perang Dzatu Sawari

32H
Khurasan Kembali dilakukan

35H
Utsman wafat

36H
Perang Jamal
Ali bin Abi Thalib
37H
Perang Siffin dan Tahkim

38H
Perang Nahawand

41H
Ali bin Abi Thalib wafat







BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Khalifah adalah pemimpin yang diangkat sesudah nabi wafat yang menggantikan beliau melanjutkan tugas-tugas sebagai pemimpin agama dan kepala pemerintahan. Dalam sejarah Islam dikenal ada 4 orang pengganti nabi pertama para pemimpin yang adil  dan jujur yang biasa disebut “Khulafaur Rasyidin”.
Nama lengkapnya Abu Bakar ialah Abdullah bin Abi Quhafa at-Tamimi. ia termasuk salah seorang sahabat utama. Karena beliau adalah orang yang paling awal memeluk Islam. di beri gelar as shidiq oleh nabi karena i membenarkan nabi dalam berbagai peristiwa terutama isra dan mi’raj. Abu Bakar menjadi khalifah hanya 2 tahun. Masa sesingkat itu ia habiskan untuk menyelesaikan persoalan dalam negeri terutama tantangan yang ditimbulkan oleh suku-suku bangsa Arab yang tidak mau tunduk lagi kepada pemerintah Madinah.
Umar bernama lengkap Umar Ibn Khattab Ibn Nuffal keturunan Abdul Uzza al-Quraisi dari suku Adiy salah satu suku yang terpandang mulia. Sebelum Abu Bakar meninggal dunia, ia telah menunjuk Umar Bin Khattab menjadi penerusnya, kebijaksanaan Abu Bakar tersebut ternyata diterima masyarakat yang segera membaiat Umar. Di zaman Umar gelombang ekspansi (perluasan daerah kekuasaan) ibu kota Syria, Damaskus, jatuh tahun 635 M dan setahun kemudian setelah tentara Byzantium kalah dipertempuran Yarmuk.
Khalifah Umar juga meletakkan prinsip-prinsip demokratis dalam pemerintahannya. Masa jabatannya berakhir dengan kematian. Dia dibunuh oleh seorang budak dari Persia bernama Feros atau Abu Lu’luah.
Nama lengkap Utsman ialah Utsman ibn Affan Ibn Addil as Ibn Umayah dari Puak Quraisy. Ia memeluk Islam karena ajakan Abu Bakar ia menjadi salah seorang sahabat dekat nabi saw. Karya besar Utsman lainnya dipersembahkan kepada umat Islam ialah susunan kitab suci Al-Qur’an. Kelemahan dan nepotisme telah membuka kepada puncak kebencian rakyat sehingga meletus pertikaian di kalangan umat Islam. Meskipun demikian, Utsman berjasa membangun bendungan dan mengatur pembagian air ke kota-kota. Dia juga membangun jalan-jalan jembatan-jembatan, masjid dan memperluas masjid di Madinah.
Ali adalah putra Abi  Thalib Ibn Abdul Mutaib. Ia adalah sepupu nabi saw ia telah masuk Islam dalam waktu yang masih berada pada umur sangat muda. ia menemani nabi dalam perjuangan menegakkan Islam dan ia diambil menantu oleh nabi saw. Khalifah Ali tampil menggantikan Utsman setelah pembunuhan Utsman, beliau menerima sumpah setia (baiat) dari sejumlah kaum muslimin. Meskipun ada beberapa sahabat yang tidak menyokong kekhalifahan.
Yang pertama dilakukan oleh Ali ialah menghidupkan cita-cita Abu Bakar dan Umar. Menarik kembali, semua tanah dan hibah yang telah dibagian oleh Utsman kepada kaum kerabatnya ke dalam kepemilikan negara.

B.     Saran
Sejarah peradaban islam pada masa Khulafaur Rasyisidin merupakan sejarah yang sangat besar pengaruhnya baik didunia islam dan lain sebagainya. Oleh karena itu kita perlu mengerti sejarah ini untuk mengambil hikmah-hikmah dan sifat-sifat keteladanan dari Khulafaur Rasyididin.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar