BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Sejarah
adalah suatu rujukan saat kita akan membangun masa depan. Namun, kadang orang
malas untuk melihat sejarah. Sehingga orang cenderung berjalan tanpa tujuan dan
mungkin mengulangi kesalahan yang pernah ada dimasa lalu. Disinilah sejarah
berfungsi sebagai cerminan bahwa dimasa silam telah terjadi sebuah kisah yang
patut kita pelajari untuk merancang masa depan.
Khulafa
al-Rasyidun sebagai sahabat-sahabat yang meneruskan perjuangan Nabi Muhammad
kiranya pantas untuk dijadikan sebagai rujukan saat kita akan melaksanakan
sesuatu dimasa depan. Karena peristiwa yang terjadi sungguh beragam. Dari mulai
cara pengaangkatan sebagai khalifah, sistem pemerintahan, pengelolaan
administrasi, hubungan sosial kemasyaratan dan lain sebagainya ( Siti Maryam,
dkk.2004 : 45)
Dalam
memahami sejarah kita dituntut untuk dapat berpikir kritis. Sebab, sejarah
bukanlah sebuah barang mati yang tidak dapat dirubah. Akan tetapi sejarah bisa
saja dirubah kisahnya oleh sang penulis sejarah. Nalar kritis kita dituntut
untuk mampu membaca sejarah dan membandingkan dengan pendapat lain. Saat kita
sudah mampu untuk menyibak tabir sejarah dari berbagai sumber, barulah kita
dapat melakukan rekonstruksi sejarah.
Rekonstruksi
sejarah perlu dilakukan agar kita dapat memisahkan antara peradaban Arab dan
peradaban islam. Sebab, kita sering memakan mentah-mentah peradaban yang datang
dari Arab sebab semuanya dianggap sebagai peradaban islam. Kita perlu memandang
peradaban dari berbagai aspeknya. Langkah ini agar kita tidak hanya sekedar
”bangga” dan larut dalam historisisme yang seringkali ”menjebak” pemikiran
progressif kita.
B. Rumusan
Masalah
Adapun rumusan masalah dalam pembuatan makalah ini
adalah sebagai berikut :
1.
Apa yang
dimaksud dengan Khulafa’ur Rasyidin ?
2.
Bagaimanakah
sejarah hidup kepemimpinan Khulafa’ur Rasyidin ?
3.
Bagaimana perkembangan
Kebudayaan Islam Pada Masa Khulafaur Rasyidin ?
4.
Bagaiman kekuasaan Islam dan luasnya wilayah pada masa
Khulafaur Rasyidin ?
5.
Apa saja
jasa-jasa kepemimpinan Khulafa’ur Rasyidin ?
C. Tujuan
Masalah
Adapun tujuan masalah dalam pembuatan makalah ni
adalah sebagai berikut :
1.
Untuk
mengetahui apakah yang dimaksud Khulafa’ur Rasyidin.
2.
Untuk
mengetahui begaimanakah sejarah hidup kepemimpinan Khulafa’ur Rasyidin.
3.
Untuk
mengetahui bagaimana perkembangan Kebudayaan Islam Pada Masa Khulafaur Rasyidin.
4.
Untuk mengetahui bagaiman kekuasaan islam dan luasnya
wilayah pada masa Khulafaur Rasyidin.
5.
Mengetahui
jasa-jasa kepemimpinan Khulafa’ur Rasyidin.
BAB II
PEMBAHASAN
KHULAFA’UR
RASYIDIN PADA MASA ISLAM
Rasulullah
SAW bersabda : "Sesungguhnya tidak ada Nabi setelah aku, dan akan ada para
khalifah, dan banyak (jumlahnya)." para sahabat bertanya, "Apa yang
engkau perintahkan kepada kami? Nabi SAW menjawab, "penuhilah bai'at yang
pertama, dan yang pertama. Dan Allah akan bertanya kepada mereka apa-apa yang
mereka pimpin." (HR. MUSLIM) Rasulullah SAW berwasiat kepada kaum
muslimin, agar jangan sampai ada masa tanpa adanya khalifah (yang memimpin kaum
muslimin). Jika hal ini terjadi, dengan tiadanya seorang khalifah, maka wajib
bagi kaum muslimin berupaya mengangkat khalifah yang baru, meskipun hal itu
berakibat pada kematian. Sabda Rasulullah SAW : "Barang siapa mati dan
dipundaknya tidak membai'at seorang imam (khalifah), maka matinya (seperti)
mati (dalam keadaan) jahiliyyah."
Rasulullah
SAW juga bersabda : "Jika kalian menyaksikan seorang khalifah, hendaklah
kalian taat, walaupun (ia) memukul punggungmu. Sesungguhnya jika tidak ada
khalifah, maka akan terjadi Kekacauan." (HR. THABARANI) sesungguhnya Allah
SWT telah memerintahkan (kepada kita) untuk taat kepada khalifah. Allah
berfirman : "Hai orang-orang yang berfirman, taatilah Allah dan taatilah
Rasul(Nya), dan ulil amri diantara kamu." (AN NISA :59). Kaum muslimin
telah menjaga wasiat Rasulullah SAW tersebut sepanjang 13 abad. Selama interval
waktu itu, kaum muslimin tidak pernah menyaksikan suatu kehidupan tanpa ada
(dipimpin) seorang khalifah yang mengatur urusan-urusan mereka. Ketika seorang
khalifah meninggal atau diganti, ahlul halli wal 'aqdi segera mencari, memilih,
dan menentukan pengganti khalifah terdahulu. Hal ini terus berlangsung pada
masa-masa islam (saat itu). Setiap masa, kaum muslimin senantiasa menyaksikan
bai'at kepada khalifah atas dasar taat. Ini dimulai sejak masa Khulafaur
Rasyidin hingga periode para Khalifah dari Dinasti 'Utsmaniyyah.Kaum muslimin
mengetahui bahwa khalifah pertama dalam sejarah Islam adalah Abu Bakar ra, akan
tetapi mayoritas kaum muslimin saat ini, tidak mengetaui bahwa Sultan 'Abdul
Majid II adalah khalifah terakhir yang dimiliki oleh umat Islam, pada masa
lenyapnya Daulah Khilafah Islamiyyah akibat ulah Musthafa Kamal yang
menghancurkan sistem kilafah dan meruntuhnya Dinasti 'Utsmaniyyah. Fenomena
initerjadi pada tanggal 27 Rajab 1342 H.
Dalam
sejarah kaum muslimin hingga hari ini, pemerintah Islam di bawah institusi
Khilafah Islamiah pernah dipimpin oleh 104 khalifah. Mereka (para khalifah)
terdiri dari 5 orang khalifah dari khulafaur raasyidin, 14 khalifah dari
dinasti Umayyah, 18 khalifah dari dinasti 'Abbasiyyah, diikuti dari Bani Buwaih
8 orang khalifah, dan dari Bani Saljuk 11 orang khalifah. Dari sini pusat
pemerintahan dipindahkan ke kairo, yang dilanjutkan oleh 18 orang khalifah.
Setelah itu khalifah berpindah kepada Bani 'Utsman. Dari Bani ini terdapat 30
orang khalifah. Umat masih mengetahui nama-nama para khulafaur rasyidin
dibandingkan dengan yang lain. Walaupun mereka juga tidak lupa dengan Khalifah
'Umar bin 'Abd al-'Aziz, Harun al-rasyid, Sultan 'Abdul Majid, serta
khalifah-khalifah yang masyur dikenal dalam sejarah.
Adapun nama-nama para
khalifah pada masa khulafaur Rasyidin sebagai berikut:
Khulafaur Rasyidin
( 11-40 H / 632-660 M)
Khilafah Rasyidah merupakan pemimpin umat Islam setelah Nabi Muhammad
SAW wafat, yaitu pada masa pemerintahan Abu Bakar, Umar bin Khattab, Utsman bin
Affan dan Ali bin Abi Thalib, dimana sistem pemerintahan yang diterapkan adalah
pemerintahan yang demokratis.
Nabi Muhammad SAW tidak meninggalkan wasiat
tentang siapa yang akan menggantikan beliau sebagai pemimpin politik umat Islam
setelah beliau wafat. Beliau nampaknya menyerahkan persoalan tersebut kepada
kaum muslimin sendiri untuk menentukannya. Karena itulah, tidak lama setelah
beliau wafat; belum lagi jenazahnya dimakamkan, sejumlah tokoh Muhajirin dan
Anshar berkumpul di balai kota Bani Sa’idah, Madinah. Mereka memusyawarahkan
siapa yang akan dipilih menjadi pemimpin. Musyawarah itu berjalan cukup alot
karena masing-masing pihak, baik Muhajirin maupun Anshar, sama-sama merasa
berhak menjadi pemimpin umat Islam. Namun, dengan semangat ukhuwah Islamiyah
yang tinggi, akhirnya, Abu Bakar terpilih. Rupanya, semangat keagamaan Abu
Bakar mendapat penghargaan yang tinggi dari umat Islam, sehingga masing-masing
pihak menerima dan membaiatnya.
A.
Pengertian Khulafa’ur Rasyidin
Khulafaur Rasyidin (bahasa Arab: الخلفاء الراشدون) adalah pecahan dari kata “Khulafa” dan
“Al-Rasyidin”. Kata “Khulafa” merupakan bentuk jamak
(plural) dari kata “Khulafah”, kata
ini dalam Bahasa Arab mengandung pengertian : cerdik, pandai dan pengganti.
Sedangkan kata “Al-Rasyidin” merupakan
bentuk jamak (plural) dari kata “Rosyada”
yang dalam Bahasa Arab mengandung pengertian : lurus, benar dan mendapat petunjuk
(Mutholib, 1995: 281).
Bila
berangkat dari pengertian pecahan pecahan kata di atas, maka dapatlah kita
mengambil pegertian bahwa pengertian Khulafaur Rasyidin adalah “Penganti yang cerdik dan benar serta
senantiasa mendapat petunjuk”. Adapun yang dimaksud dari kata “Khulafaur Rasyidin” di sini adalah :“
Para pemimpin pengganti rosulullah dalam urusan kehidupan kaum muslim, yang
sangat adil dan bijaksana, pandai dan cerdik, dan dalam menjalankan tugasnya
senantiasa berjalan pada jalur yang benar serta senantiasa mendapatkan hidayah
dari Allah” (Mutholib, 1995: 281). Adapun sifat-sifat yang dimiliki khulafaurrasyidin sebagai berikut :
a.
Arif dan bijaksana
b.
Berilmu yang luas dan mendalam
c.
Berani bertindak
d.
Berkemauan yang keras
e.
Berwibawa
f.
Belas kasihan dan kasih sayang
g.
Berilmu agama yang amat luas serta melaksanakan
hukum-hukum islam.
Para
pemimpin yang dimaksud dengan Khulafaur Rasyidin terdiri dari empat orang
sahabat Rosullullah yang sangat terkenal yaitu :
1.
Abu Bakar
Shiddiq (11 – 13 H = 632 – 634 M)
2.
Umar bin
Khattab (13 – 23 H = 634 – 644 M)
3.
Utsman bin
Affan (23 – 35 H = 644 – 656 M)
4.
Ali bin Abi
Tholib (35 – 40 H = 656 – 661
M)
Dalam
pemerintahanya mereka berjuang terus untuk agama islam. Mereka tidak pernah
memanfaatkan jabatan untuk kepentingan pribadinya atau untuk mengeruk harta.
Mereka adalah pemimpin-pemimpin yang baik dalam melaksanakan kekuasaan. Mereka
mau menerima dan mengembang kekhalifahan, bukan karena untuk mengharapkan
sesuatu yang akan menguntungkan pribadinya, akan tetapi semata-mata karena
pengabdianya terhadap Islam dan mencari keridaan Allah SWT semata-mata
(Mutholib, 1995: 281).
Walaupun
mereka sebagai seorang khalifah, dalam menjalankan roda kepemimpinan-nya tidak
lah dilakukan dengan sekehendak hatinya, begitu juga dalam mengambil berbagai
Kebijaksanaan-kebijaksanaannya. Mereka membentuk dewan musyawarah, yang terdiri
dari para sahabat terkemuka. Dewan ini dibentuk guna merumuskan
rancangan-rancagan serta langkah-langkah yang harus dilakukan oleh seorang
kalifah. Sebenarnya jika Khulafaur Rasyidin ini ingin berbuat sesuatu sesuai
dengan kehendak pribadinya, bisa saja hal itu di lakukan. Bukankah mereka
terdiri dari orang-orang yang telah mendapatkan jaminan masuk surga, lagi pula
mereka orang-orang yang bodoh , melainkan tokoh-tokoh terkemuka.
Namun hal
itu tidak mereka lakukan, karena bertentangan dengan perinsip-perinsip yang
terkandung dalam ajaran agama Islam. Mereka mengetahui dan menyadari semuanya
itu, sehingga tidak munggkin mereka melakukannya. Dari sini jelaslah bahwa
Khulafaur Rasyidin itu merupakan khalifah-khalifah yang cerdik, pandai dan
selalu berjalan pada jalur yang benar, senantiasa mendegarkan keluh kesah
masyarakat, selalu memperhatikan kepentingan rakyat dan selalu berbuat sebaik
mungkin untuk tercapainya masyarakat islam yang adil, makmur, gemah ripah
lohjinawi, aman, damai dan sentosa serta bersatu dalam panji-panji agama Islam
(Mutholib, 1995: 282).
B. Sejarah
Hidup Kepemimpinan Kulafa’ur Rasyidin.
1.
Khalifah Abu Bakar As-Shiddiq
(632—634 M/ 11—13 H).
a) Biografi Abu
Bakar As-Shiddiq
Sebelum
memeluk agama Islam , beliau bernama Abdul ka’bah, setelah masuk Islam oleh
rasulullah Namanya diganti menjadi Abdullah Bin Abu Quhafah At – Tamimi. Ia
terlahir dari pasangan Usman (Abu Quhafah) bin Amir dan Ummu Khoir Salma binti
Sakhr, yang berasal dari suku Taim, suku yang melahirkan tokoh-tokoh terhomat. Sejak
kecil ia terkenal sebagai anak yang baik. Perilakunya yang lemah-lembut, jujur,
dan sabar, membuatnya disenangi masyarakat. Karena sifat-sifatnya yang mulia
itulah sejak masa remajanya ia sudah bersahabat dengan Nabi Muhammad saw. Beliau
Lahir dua tahun setelah Kelahiran Nabi Muhammad.
Abdullah kemudian
digelari Abu Bakar Asy Siddiq yang artinya “ Abu (Bapak ) dan Bakar ( Pagi ),
gelar Ash Siddiq diberikan kepada beliau karena beliau orang senantiasa
membenarkan segala tindakan Rasulullah, terutama dalam peristiwa Isra’ Mi’raj. Ialah
yang menemani Nabi Muhammad saw. di gua Hira, dan yang pertama kali memeluk
Islam dari kalangan orang tua terhormat. Tentang Abu Bakar ra., Rasulullah saw.
bersabda, “Sungguh orang yang paling dekat kepadaku persahabatan dan hartanya,
ialah Abu Bakar. Andaikata aku boleh memilih ternan di antara umnatku, rnaka
akan kupilih Abu Bakar. Tetapi kecintaan dan persaudaraan dalarn Islam cukup
memadai. Tidak satu pun pintu dalarn rnasjid yang terbuka kecuali pintu Abu
Bakar”. (HR. Bukhori) Sampai saat ini di masjid Madinah masih ada sebuah pintu
yang disebut pintu Abu Bakar ra. Yakni pintu yang selalu beliau lalui semasa
hidupnya jika masuk ke masjid melalui rumah beliau.
Abu Bakar memangku jabatan khalifah selama dua tahun semenjak 13
Rabi’ul Awwal 11 hijriyah hingga 22 Jumadil akhir tahun 13 hijriyah (63 tahun)
dan dimakamkan dekat makam Rasulullah saw, lebih sedikit yang dihabiskannya terutama untuk mengatasi
berbagai masalah dalam negeri yang muncul akibat wafatnya Nabi.
b) Pengangkatan
Abu Bakar As-siddiq Menjadi
Khalifah
Nabi Muhammad SAW Sebagai utusan Allah mengemban dua
jabatan , yakni sebagai Rasulullah dan sebagai kepala Negara. Jabatan Beliau
yang pertama selesai bersamaan dengan wafatnya. Namun jabatan kedua perlu ada
penggantinya, Belum lagi Rasulullah dikebumikan, disebuah tempat
yang bernama “ Saqifah bani Sa’idah telah terjadi perselisihan pendapat antara
golongan Anshor dan golongan muhajirin ,tentang pengganti rasul dalam
pemerintahan. Ketika Rasulullah wafat, beliau tidak berpesan mengenai siapa
yang jadi penggantinya kelak, pada saat Nabi belum dimakamkan di antara umat
Islam, ada yang mengusulkan untuk cepat-cepat memikirkan pengganti Rasulullah.
Itulah perselisishan pertama yang terjadi paska Rasulullah wafat. Perselisihan
tersebut berlanjut ke Saqifah bani Sa’idah, suatu tempat di Madinah yang biasa
digunakan oleh kaum Anshar untuk membahas suatu masalah.
Golongan Anshar mengatakan bahwa mereka yang berhak
menggantikan Rasulullah sebagai kepala Negara. Alasannya adalah merekalah
golongan yang menolong Islam dan pemeluknya manakala umat Islam hijrah
kenegrinya (Madinah). Dan berkat bantuan merekalah umat Islam dapat menaklukkan
kota Makkah. Sementara golongan Muhajirin juga mengatakan bahwa
yang berhak menggantikan Rasul adalah dari kaumnya. Dengan alasan Nabi Muhammad
merupakan dari kaum Quraisy, dan yang pertama kali menyambut dan membela
Rasulullah.
Berita perdebatan dua golongan ini kemudian terdengar
oleh sahabat-sahabat terkemuka seperti Abu Bakar, Umar Bin Khattab dan Utsman
Bin Affan yang sedang berada di rumah Rasulullah, sedang sahabat Ali sedang
sibuk mengurus jenazah Rasulullah. Mendegar berita ini akhirnya sahabat Abu
bakar dan Umar bin Khattab sangat terkejut, kemudian keduanya cepat-cepat
mendatangi dimana kedua golongan tersebut yang sedang berdebat, untuk itu
mereka mendatangi Saqifah Bani Sa’idah. Dalam pertemuan tersebut, golongan
Khajraz telah sepakat mencalonkan Salad bin Ubaidah, sebagai pengganti
Rasulullah. Akan tetapi, suku Aus belum menjawab atas pandangan tersebut.
Ketika perdebatan diantara mereka, Abu bakar berpidato dihadapan mereka dengan
mengemukakan kelebihan-kelebihan Anshar dan Golongan Muhajirin, bahwa
pelantikan seorang Anshar (penduduk asal Madinah) akan mencetuskan perselisihan
antara kaum Auz dan kaum Khazraj. Juga dijelaskan bahwa seseorang Muhajirin
(umat Islam yang berhijrah) dari Makkah lebih layak karena mereka yang lebih
awal masuk Islam, dan lebih dekat dengan Nabi Muhammad SAW dan lebih
berpengalaman dalam bidang agama (Men, 2000: 30).
Abu Bakar Mengusulkan agar hadirin memilih salah satu
dari sahabat yaitu Umar Bin Khattab dan Abu Ubaidah, namun keduanya menolak,
dan keduanya berkata, “Demi Allah kami tidak akan menerima pekerjaan besar ini
selama engkau masih ada , hai Abu bakar...! Engkaulah Orang Muhajirin yang paling
mulia, Engkaulah satu-satunya orang yang menyertai Rasulullah di Gua ketika
dikejar-kejar oleh orang-orang Quraisy engkaulah satu-satu nya orang yang
pernah Rasulullah untuk menjadi Imam Shalat waktu Rasulullah Sakit. Untuk itu
tengadahkanlah tanganmu wahai Abu Bakar, kami hendak membaiatmu. Pada awalnya
Abu bakar sendiri merasa keberatan, setelah itu Umar bin Khattab memegang Abu Bakar dan membaiatnya,
setelah itu Abu Ubaidah bin Jarrah, Basyir bin Sa’ad, dan seluruh kaum muslimin
yang berkumpul di Saqifah bani Sa’idah ikut membaiatnya baik kaum
Muhajirin maupun Anshor.
Abu Bakar As-siddiq di baiat dua kalai. Baiat yang
pertama disebut baiat Saqifah. Baiat ini dilakukan oleh kaum muslimin yang
hadir di pertemuan Saqifah. Baiat kedua disebut al-Baiat al-Amah, artinya baiat
umum oleh umat Islam. baiat yang kedua dilakukan di Masjid Nabawi.
Pada baiat yang kedua, Abu
Bakar menyampaikan pidato pengangkatannya. Berikut adalah isi Pidatonya. “Wahai
Manusia! saya telah diangkat untuk mengandalikan urusanmu padahal aku bukanlah
orang terbaik diantara kamu , maka jikalau aku menjalankan tugasku dengan baik
maka ikutilah aku, tetapi jika aku berbuat salah , maka luruskanlah! orang yang
kamu pandang kuat saya pandang lemah, sehingga aku dapat mengambil hak darinya,
sedang orang yang kau pandang lemah aku pandang kuat , sehingga aku dapat
mengambalikan hak kepadanya. Hendaklah kamu taat kepadaku selama aku Taat
kepada Allah dan RasulNya, tetapi bilamana aku tidak mentaati Allah dan
rasulnya, kamu tidak perlu mentaatiku. Dirikanlah shalat, semoga Allah
merahmati kalian”. Kebenaran adalah kejujuran, dan kebohongan adalah
ketidakjujuran. Orang yang paling kuat dalam pandangan saya, adalah orang-orang
yang lemah di antara kalian oleh sebab itu saya akan menjamin hak-hak mereka.
Dan orang-orang yang paling lemah dalam pandangan saya, adalah orang-orang yang
kuat di antara kalian, dan saya akan mengambil sebagian dari hak-hak mereka
(zakatnya).”
c) Perjuangan dan Kebijakan Khalifah Abu Bakar As-siddiq
Diawali
pemerintahannya Ia diuji dengan
adanya ancaman yang datang dari ummat Islam sendiri yang menentang
kepemimpinannya yakni muncul tiga golongan. Golongan pertama menyatakan
dirinya keluar dari Islam (Murtad), Golongan kedua yaitu golongan yang tidak
puas dengan Islam, mereka menganggap karena, pemimpinnya sama dengan para
budak. Maka muncul Musailamah Al Kazzab dari bani Hanifah di yamamah., Sajah
dari bani Tamim, Al Aswad al Ansi dari yaman dan Thulaihah bin Khuwailid dari
Bani Asad. Mereka ini mengaku dirinya sebagai Nabi setelah Nabi Muhammad
SAW. Kemudian golongan ketiga adalah mereka yang salah memahami
ayat -ayat Al-Qur’an. Mereka mengatakan bahwa yang berhak memungut zakat
adalah Nabi, untuk itu setelah Nabi Wafat maka tidak seorang pun yang berhak
memungut zakat.
Menghadapi
golongan-golongan ini Abu bakar setelah bermusyawarah dengan sahabat-sahabat lainnya
mengambil tindakan tegas dan melakukan kebijakan-kebijakan tertentu. Beliau
membentuk pasukan yang dibagi ke dalam 11 batalion yang masing-masing dipimpin
oleh seorang panglima, Setiap
pemimpin pasukan mendapat tugas untuk mengembalikan keamanan dan stabilitas
daerah yang ditentukan, yaitu:
1.
Khalid bin Walid diperintahkan untuk memerangi
Tulaihah bin Khuwailid yang mengaku sebagai Nabi dan Malik bin Nuwairah yang memimpin
pemberontakan dai al-Battah, suatu daerah di Arab tengah.
2.
Ikrimah bin Abu Jahal diberi tugas untuk memerangi
Musailamah al-Kazzab seorang kepala suku yang mengaku sebagai nabi. Gerakan ini
muncul di daerah bani Hanifah yang terletak dipesisir timur Arab (Yamamah).
3.
Syurahbil bin Hasanah mendapat tugas membantu Ikrimah,
sebagai pasukan cadangan. Jika tugasnya selesai, ia dan tentaranya
diperintahkan langsung menuju pusat wilayah Yamamah.
4.
Al- Muhajir bin Abi Umayyah diutus untuk
menundukkan sisa-sisa pengikut Aswad al-Ansi (orang yang pertama mengaku
sebagai nabi) di Yaman. Selanjutnya ia harus menuju Hadramaut untuk menghadapi
pemberontakan yang dipimpin Kais bin Maksyuh di Jazirah Arab selatan.
5.
Huzaifah bin Muhsin al-galfani diperintahkan untuk
mengamankan daerah Daba yang terletak diwilayah tenggara, dekat Oman sekarang,
juga karena pemimpin mereka mengaku Nabi.
6.
Arfajah bin Harsamah ditugaskan untuk mengembalikan
stabilitas daerah Muhrah dan Oman yang terletak dipantai selatan Jazirah
Arabia. Mereka membangkang terhadap Islam dibawah pemimpinan Abu Bakar.
7.
Suaib bin Muqarin diperintahkan untuk mengamankan
daerah Tihamah yang terletak sepanjang pantai Laut Merah. Mereka juga
membangkang terhadap pimpinan Abu Bakar.
8.
Al-Alla’ bin Hadrami mendapat tugas ke daerah
kekuasaan kaum Riddah di Bahrein yang yang murtad dari Islam.
9.
Amru bin Ash ditugaskan ke wilayah suku Qudha’ah dan
Wadi’ah yang terletak di barat laut Jazirah Arabiyah. Mereka juga membelot
terhadap kepemimpinan Islam.
10. Khalid bin Sa’id
mendapat tugas menghadapi suku-suku besar bangsa Arab yang ada diwilayah tengah
bagian utara sampai perbatasan Suriah dan Irak yang juga menunjukkan
pembangkangan terhadap Islam.
11. Thuraifah bin Hijaz
mendapat tugas untuk menghadapi kaum Riddah yang berasal dari suku Salim dan
Hawazin di daerah Ta’rif yang membangkan terhadap kepemimpinan Islam.
Sebelum
Pasukan itu dikerahkan kenegeri masing-masing, Khalifah Abu bakar terlebih
dahulu mengirimkan surat kepada golongan-golongan itu agar mereka kembali ke
Islam. Namun sebagian besar mereka tetap bersikeras, maka pasukan ini pun
dikerahkan dan dalam waktu yang relative singkat , pasukan Abu Bakar telah
sukses dengan gemilang. Dengan suksesnya pasukan Khalifah Abu Bakar ini,
maka keadaan Negara Arab tenang kembali, dan suasana kehidupan umat Islam pun
kembali damai (Mutholib, 1995: 285).
Setelah dapat mengembalikan stabilitas keamanan
jazirah Arabiah, Abu Bakar beralih pada permasalahan luar negeri. Pada masa
itu, di luar kekuasaan Islam terdapat dua kekuatan adidaya yang dinilai dapat
menganggu keberadaan Islam, baik secara politisi maupun agama. Kedua kerajaan
itu adalah Persia dan Romawi. Rasulullah sendiri memerintahkan tentara Islam
untuk memerangi orang-orang Ghassan dan Romawi, karena sikap mereka sangat
membahayakan bagi Islam. Mereka berusaha melenyapkan dan menghambat
perkembangan Islam dengan cara membunuh sahabat Nabi. Dengan demikian cikal
bakal perang yang dilakukan oleh ummat Islam setuju untuk berperang demi
mempertahankan Islam (Yatim, 1994: 27).
Langkah kedua
yang dilakukan Khalifah Abu bakar adalah mengirimkan pasukan ke Negri Persia
dan Syam dibawah pimpinan Panglimanya. Yakni Kholid Ibn Walid. Penyerangan ini
dilakukan karena pada saat Abu bakar sedang menghadapi golongan-golongan pembangkang,
Persia dan syam banyak memberi dukungan dan bantuan kepada mereka , disamping
itu Persia dan syam selalu mengancam terhadap Islam.
Kholid Ibn
Walid sebelum menyerang terlebih dahulu mengirim surat kepada Hormoz ( Kaisar
Persia ) untuk memeluk agama Islam, Namu Kaisar Hormoz membalasnya dengan
mengirimkan pasukan, maka pertempuranpun tak terelakkan. Dalam pertempuran ini
panglima kholid ibn walid berhasil menaklukkan pasukan Persia dan raja Hormoz
sendiri terbunuh. Dengan demikian Persia menjadi wilayah Islam.
Langkah selanjutnya
adalah mengumpulkan ayat-ayat al Qur’an . Usaha ini awalnya muncul dari
usul umar bin Khattab dengan pertimbangan bahwa pengumpulan dan penulisan
ayat-ayat Al Qur-an itu dilakukan karena :
1.
Banyak
sahabat yang hafal Al Qur-an gugur di perang yamamah dalam penumpasan
orang-orang murtad,
2.
Ayat-ayat Al
Qur-an yang ditulis pada kulit-kulit, pelepah daun kurma, batu-batu dan
kayu-kayu yang berserakan dan sudah banyak yang rusak sehingga perlu dilakukan
usaha penyelamatan,
3.
Penulisan
ayat-ayat Al Qur-an dan membukukannya ini bertujuan agar dapat dijadikan
pedoman bagi umat Islam sepanjang zaman.
Mulanya Abu
Bakar menolak, namun setelah
mempertimbangkan lebih jauh akhirnya menerima usulan Sahabat Umar. Kemudian Abu
Bakar memerintah Zaid bin Sabit untuk mengumpulkan ayat-ayat Al-Qur’an yang berserakan
karena beliau yang paling bagus hapalannya (Mutholib, 1995: 286). Hasil
dari pengumpulan ayat-ayat Al-Qur’an yang sudah selesai menjadi mushaf,
kemudian disimpan oleh Khalifah Abu Bakar as-Siddiq. Setelah Khalifah Abu Bakar
as-Siddiq meninggal, mushaf tersebut disimpan oleh putri dari Umar bin Khattab
yakni Hafsah binti Umar bin khattab yang juga salah satu istri Nabi Muhammad saw. Para ahli sejarah menyebutkan bahwa pengumpulan
Al-Qur’an ini termasuk salah satu jasa besar dari khalifah Abu Bakar.
2.
Khalifah Umar Bin Khattab
(634—644 M/ 13—23 H)
a)
Biografi
Umar Bin Khattab.
Umar bin Khatab
memiliki nama lengkap Umar bin Khathab bin Nufail bin Abd Al-Uzza bin Ribaah
bin Abdillah bin Qart bin razail bin ‘Adi bin Ka’ab bin Lu’ay, adalah khalifah
kedua yang menggantikan Abu Bakar Ash-Shiddiq. Ayahnya
bernama Nufail Al Quraisy dan Ibunya bernama Hantamah Binti Hasim.
Umar bin khattab
lahir di Mekkah pada tahun 583 M, dua belas tahun lebih muda dari Rasulullah. Umar
juga termasuk kelurga dari keturunan Bani Adiy. Suku yang sangat terpandang dan
berkedudukan tinggi dikalangan orang-orang Qurais sebelum Islam. Umar memiliki
postur tubuh yang tegap dan kuat, wataknya keras, pemberani dan tidak mengenal
gentar, pandai berkelahi, siapapun musuh yang berhadapan dengannya akan
bertekuk lutut. Ia memiliki kecerdasan yang luar biasa, mampu memperkirakan
hal-hal yang akan terjadi dimasa yang akan datang, tutur bahasanya halus dan
bicaranya fasih.
Sebelum masuk Islam Umar gemar
minum-minuman keras.dan sikapnya sangat keras terhadap kaum muslimin terutama
dari golongan budak. Umar bin
Khattab masuk Islam ketika scara tidak sengaja mendengar seseorang membaca
Al-Qur’an, Umar menyangka seseorang tadi membaca semacam syair. yaitu surat
Thaha ayat 1-8. setelah mendengar ayat tersebut Umar segara menemui Nabi di
rumah Al Arqom bin Abil Arqom dan menyatakan keislamannya.
Dengan masuknya Umar bin Khattab
ke agama Islam, Agama Islam menjadi semakin kuat dan beberapa keadaan yang berubah pasca masuknya Umar ke Islam antara lain : orag-orang yang semula masuk Islam secara diam-diam, menjadi secara
terbuka, arang beribadah secara sembunyi-sembunyi, menjadi secara
terang-terangan, kalau sholat
malam tidak melafadskannya dengan
suara nyaring menjadi berani
dengan suara nyaring,
Beberapa keunggulan
yang dimiliki Umar, membuat kedudukannya semakin dihormati dikalangan
masyarakat Arab, sehingga kaum Qurais memberi gelar ”Singa padang pasir”, dan
karena kecerdasan dan kecepatan dalam berfikirnya, ia dijuluki ”Abu Faiz”.
Selain itu ia sangat
disegani karena ia seorang pedagang yang kaya, berpendidikan dan dari keluarga
bangsawan yang ditakuti kaum Quraisy, sehingga pengIslamannya menandakan
kemenangan ada dipihak Islam (Men, 2000: 31)
Umar memiliki kepribadian yang sangat kuat dan tegas dalam
memperjuangkan kebenaran. Pada
saat Umar masuk Islam, Ia membawa perubahan bagi umat Islam yakni umat Islam
berani menjalankan shalat di masing-masing rumahnya. Bahkan Umar keluar dari
Darul Arqom yang sebelumnya sebagai tempat kegiatan umat Islam dengan membawa
satu rombongan menuju Ka’bah untuk menyeru kepada Kaum Quraisy dengan
terang-terangan. Oleh karena itu masyarakat menggelarinya Al Faruq,
artinya yang dengan tegas membedakan yang benar dan yang salah. Sedemikian
gigih Umar dalam menegakkan syari’at Islam, sehingga Abdullah bin Mas’ud
mengatakan, “Sejak Islamnya Umar kami merasa mulia.” (H.R. Bukhori)
Mengenai kualitas keimanannya, diungkapkan dalam
sebuah hadits. Muhammad Rosulullah saw. bersabda, “Ketika sedang tidur, aku
bermimpi melihat orang-orang yang memakai gamis. Ada yang gamisnya menutupi
dada dan ada pula yang kurang dari itu. Lalu diperlihatkan kepadaku Umar bin
Khoththob mengenakan gamis yang panjang sehingga ia berjalan dengan
menyeretnya.” Seseorang bertanya, “Ya Rosulullah, apakah takwilnya?” Nabi saw.
menerangkan, “Kualitas keimanannya.” (HR. Bukhori dan Muslim dari Abu Sa’id Al Khudri
ra.)
b)
Pengangkatan Umar bin
Khattab sebagai Khalifah
Pada tahun 364 M Abu Bakar menderita sakit dan akhirnya
wafat pada hari senin 22 Jumadil Akhir 13 H/22Agustus 634 M dalam usia 63
tahun. Sebelum beliau wafat telah menunjuk Umar bin Khatab sebagai penggantinya
sebagai khalifah. Penunjukan ini berdasarkan pada kenangan beliau tentang
pertentangan yang terjadi antara kaum Muhajirin dan Ansor. Dia khawatir kalau
tidak segera menunjuk pengganti dan ajal segera datang, akan timbul
pertentangan dikalangan umat Islam yang mungkin dapat lebih parah dari pada
ketika Nabi wafat dahulu.
Itulah sebabnya pada saat-saat awal penyiaran Islam,
Rasulullah SAW bedoa kepada Allah, ”Allahumma Aizzul Islam bi Umaraini”
artinya: ”Ya Allah, kuatkanlah Agama Islam dengan salah satu dari dua Umar”
yang dimaksud dua Umar oleh Rasulullah SAW adalah Umar bin Khattab dan Amru bin
Hisyam (nama asli Abu Jahal).
Dengan demikian, ada perbedaan antara prosedur
pengangkatan Umar bin Khatab sebagai khalifah dengan khalifah sebelumnya yaitu
Abu Bakar. Umar mendapat kepercayaan sebagai khalifah kedua tidak melalui
pemilihan dalam system musyawarah yang terbuka, tetapi melalui penunjukan atau
watsiat oleh pendahulunya (Abu Bakar). Itulah sebabnya pada saat-saat awal
penyiaran Islam, Rasulullah SAW bedoa kepada Allah, ”Allahumma Aizzul Islam bi
Umaraini” artinya: ”Ya Allah, kuatkanlah Agama Islam dengan salah satu dari dua
Umar” yang dimaksud dua Umar oleh Rasulullah SAW adalah Umar bin Khattab dan
Amru bin Hisyam (nama asli Abu Jahal).
Ketika Abu Bakar merasa dirinya sudah tua dan ajalnya
sudah dekat yang terlintas difikirannya adalah siapa yang akan menggantikannya
sebagai khalifah kelak. Abu Bakar minta pendapat kepada para tokoh sahabat
seperti Usman bin Affan, Ali bin AbiTholib, Abdurrahman bin Auf, Thalhah bin
Ubaidillah, Usaid bin Khudur mereka menyetujui usulan Abu Bakar bahwa Umar bin
Khattab akan diangkat sebagai penggantinya. Setelah Abu Bakar wafat, para
sahabat membai’at Umar sebagai khalifah (Shiddiqi, 1996: 53).
Hal ini dilakukan khalifah Abu Bakar guna menghindari
pertikaian politik antar umat Islam sendiri. Beliau khawatir kalau pengangkatan
itu dilakukan melalui proses pemilihan pada masanya maka situasinya akan
menjadi keruh karena kemungkinan terdapat banyak kepentingan yang ada
diantara mereka yang membuat negara menjadi tidak stabil sehingga pelaksanaan
pembangunan dan pengembangan Islam akan terhambat. Pada saat itu pula Umar di
bai’at oleh kaum muslimin, dan secara langsung beliau diterima sebagai khalifah
yang resmi yang akan menuntun umat Islam pada masa yang penuh dengan kemajuan
di dunia muslim.
Dalam pidato
pelantikannya, Umar menyampaikan, antara lain: “Saya adalah seorang pengikut
Sunnah Rasul, bukan seorang yang berbuat bid’ah. Ketahuilah, bahwa kalian
berhak menuntut saya tentang tiga hal selain Kitab Allah dan Sunnah Nabi,
yakni:
1. Mengikuti apa yang telah dilakukan oleh orang sebelum
saya dalam masalah yang telah kalian sepakati dan telah kalian tradisikan,
2. Membuat kebiasaan baru yang baik bagi ahli kebajik
dalam masalah yang belum kalian jadikan kebiasa dan
3. Mencegah saya bertindak atas kalian kecuali dalam hal
hal yang kalian sendiri penyebabnya.
Beliau diangkat sebagai khlifah pada tahun 13H/634M
dan berakhir tahun 23H/644M. Umar menyebut dirinya khalifah khalifati
Rasulullah (pengganti dari pengganti Rasulullah). Ia juga memperkenalkan
istilah Amir al- Mu’min (Komandan daerah kekuasaan).
c)
Perjuangan dan
Kebijakan-Kebijakan Khalifah Umar bin Khattab
Perjuangan dan kebijakan-kebijakan Khalifah Umar bin
Khattab pada masa pemerintahannya antara lain adalah sebagai berikut :
1. Memperbaiki Struktur
dan Lembaga Negara
Dalam bidang struktur pemerintahan beliau mengatakan
dewan hakim, badan permusyawaratan para sahabat, dan badan keuangan. Dewan
hakim berfungsi memutuskan perkara, pemerintah harus tunduk kepada putusannya.
Badan permusyaratan para sahabat berfungsi untuk memberikan kesaksian dan
pendapat dalam berbagai masalah yang timbul. Badan keuangan fungsinya mengurusi
masuk dan keluarnya keuangan dalam baitul Maal.
Khalifah Umar juga meletakkan prinsip-prinsip
demokrasi dalam pemerintahannya dengan membangun jaringan pemerintahan sipil
yang sempurna. Kekuasaan Umar menjamin hak yang sama bagi setiap warga negara.
Kekuasaan bagi Umar tidak memberikan hak istimewa tertentu sehingga tidak
ada perbedaan antara pengusa dan rakyat, dan mereka setiap waktu dapat
dihubungi oleh rakyat.
Ketika wilayah kekuasaan Islam telah meliputi wilayah
Persia, Irak dan Syria serta Mesir sudah barang tentu yang menjadi persoalan
adalah pembiayaan, baik yang menyangkut biaya rutin pemerintah maupun
biaya tentara yang terus berjuang menyebarkan Islam ke wilayah tetangga
lainnya. Oleh karena itu, dalam kontek ini institusi perpajakan merupakan
kebutuhan bagi kekuasaan raja yang mengatur pemasukan dan pengeluaran (Haikal,
2002: 45).
Karena wilayah kekuasaan Islam semakin luas dan
terjadi dengan cepat, Umar segera mengatur administrasi negara dengan mencontoh
administrasi negara yang sudah berkembang terutama di Persia yaitu mengangkat
gubernur dengan dibantu oleh badan-badan dan departemen-departemen sebagaimana
di perintah pusat. Administrasi pemerintahan diatur menjadi delapan wilayah
propinsi; Mekkah, Madinah, Syria, Jazirah, Basrah, Kufah, Palestina, dan Mesir.
Pada masanya mulai diatur dan ditertibtkan sistem pembayaran gaji dan pajak
tanah. Pengadilan didirikan dalam rangka memisahkan lembaga yudikatif dengan
lembaga eksekutif. Untuk menjaga keamanan dan ketertiban jawatan kepolisian
dibentuk. Demikian pula jawatan pekerjaan umum.
2. Lembaga Kepentingan
Masyarakat
Untuk kepentingan dan kesejahteraan rakyat,
lembaga-lembaga dibentuk untuk menghantarkan rakyatnya menuju seuatu kehidupan
yang damai dan sejahtera, seperti adanya jawatan pos yang akan menyampaikan
berita dari Madinah ke daerah-daerah dan sebaliknya. Selain itu khalifah Umar
juga memperbaiki jalan-jalan umum, memberi santunan anak yatim , orang
tua dan wanita menyusui, khalifah umar juga menetapkan tanggal 1 muharram
sebagai tahun baru Hijriyah dan menetapkan bulan sabit sebagai lambang Negara.
3. Menaklukkan Beberapa
Negara anatara lain :
·
Menaklukkan Damaskus dibawah pimpinan Khalid bin Walid
Dibawah pimpinan Khalid bin Walid, pasukan Islam
bergerak ke damaskus. Saat pasukan islam masuk ke damaskus prajurit Islam dalam
keadaan mabuk – mabukan sehingga dengan mudah dapat ditaklukkan.
Sementara panglima Abu Ubaidah bersama pasukannya juga
sukses menaklukkan daerah sekitar syam. Dan di daerah tersebut Khalifah umar
memerintahkan Khalid iIbn Walid dan Abu ubaidah agar memberi kebebasan beragama
kepada penduduknya.
·
Membebaskan Baitul Maqdis dibawah pimpinan Amru bin
Ash
Saat itu baitul Maqdis dikuasai oleh kerajaan romawi,
maka khalifah Umar bin Khattab mengirim bala tentaranya dibawah pimpinan Amr
bin Ash.
Pasukan Romawi yang dipimpin Artabun tidak mampu
menghadapi pasukan Islam, setelah pasukan romawi dikepung selama 4 bulan mereka
menyerah.
·
Melaklukkan Persia dibawah pimpinan Khalid bin Walid
dibantu oleh Al-Mutsanna bin Haritsah.
Khalifah Umar mengirim pasukannya ke Persia dibawah
pimpin Khalid bin Walid yang dibantu oleh Mutsanna bin Haritsah, akan tetapi
Khalid bin walid diperintahkan untuk membantu pasukan Abu ubaidah di roma dan
Mutsanna tetap di Persia. Dengan begitu kekauatan kaum muslimin di Persia
berkurang dan tidak dapat menaklukkan Persia.
Setelah romawi tunduk pada Islam, Khalifah Umar
mengirimkan kembali pasukan Islam ke Persia berjumlah 8000 orang dibawah
pimpinan Sa’ad bin Abi Waqosh, dan bertemu dengan pasukan Persia dengan
kekauatan 30000 pasukan, namun kaum muslimin memperoleh kemenangan yang
gemilang.
·
Menaklukkan Mesir dibawah pimpinan Amru bin Ash
Mesir saat itu dikuasai oleh tentara Romawi, maka
khalifah umar mengirim pasuknnya ke mesir dibawah pimpinn Amr bin Ash.
Dibeberapa daerah kaum muslimin mendapat kemenangan,
namuan di Ummu Dunain, kaum muslimin tidak dapat menundukkan kekuatan
tentara Romawi, maka Amr bin Ash meminta bantuan kepada khalifah Umar bin
Khattab. Kemudian khalifah umar mengirim pasukannya yang berjumlah 4000 orang
dimana terdapat Zubai, Ubadah bin Shamit, dan Al Miqdad bin Aswad., dan kaum
muslimin harus berjuang menghadapi lawan yang berjumlah 20000 orang maka amr
ibn ash mengatur siasat perang.
Kholifah
Umar wafat pada usia 63 tahun pada tanggal 1 Muharram 23 H (644 M) setelah
memerintah selama sepuluh tahun enam bulan 4 hari. Ia wafat akibat tikaman
pedang Fairuz atau Abu Lu’lu’ah karena
dendam, seorang budak milik Al-Mughiroh bin Syu’bah saat sholat subuh. Atas persetujuan Siti Aisyah istri
rasulullah Jenazah beliau dimakamkan berjajar dengan makam Rasulullah dan makam
Abu Bakar. Ia dikenang oleh umat Islam sebagai pahlawan yang sangat
sederhana, sportif, dan menyayangi rakyat kecil. Kata katanya yang sangat
terkenal, “Siapa yang melihat pada diriku membelok, maka hendaklah ia
meluruskannya.”
Untuk menentukan penggantinya. Sebelumnya Dia telah menunjuk
enam orang sahabat dan meminta kepada mereka untuk memilih salah seorang
diantaranya menjadi khalifah, enam orang tersebut adalah Utsman, ah-talhah,
Zubair, Sa’ad ibn Ali Waqas dan Aburrahman ibn Auf. Setelah Umar wafat, tim ini
bermusyawarah dan berhasil menunjuk Utsman sebagai khalifah melalui persaingan
yang agak ketat dengan Ali bin Abi Thalib.
Adapun jasa-jasa Umar sewaktu menjadi
Kholifah, antara lain :
1. Penetapan tahun Hijriyah sebagai tahun resmi,
2. Bea cukai sebagai pendapatan negara,
3. Tunjangan sosial bagi orang-orang miskin di kalangan
Yahudi dan Kristen,
4. Pembangunan kota-kota dan saluran air untuk meningkatkan
kesejahteraan rakyatnya,
5.
Pemberian
gaji bagi imam dan muazin,
6.
Penghapusan
perbudakan,
7.
Pembangunan sekolah-sekolah,
8.
Kodifikasi
Al-Quran,
9.
Tradisi
sholat tarawih berjamaah.
3. Khalifah
Ustman Bin Affan (644—656 M/ 24—35 H)
a)
Biografi Ustman Bin Affan
Nama lengkapnya adalah Usman bin
Affan bin Abil Ash bin Abi Umayyah bin Abdi Syam bin Abdi Manaf bin Qushiy bin
Kilab bin Murrah bin Ka’ab bin Luay bin Gholib Al-Qurosyiyy, dilahirkan pada
tahun 5 tahun Gajah. Dengan demikian perbedaan usia Ustman dengan Rasulullah
berbeda 5 tahun. Ibu khalifah Ustman bin Affan adalah Urwy bin Kuraiz bin
Rabi’ah bin Habib bin Abdi Asy-syam. Usman bin affan masuk islam pada usia 30
tahun atas ajakan Abu Bakar. Abu Bakar
menerangkan kepadanya bahwa Nabi Muhammad telah menerima wahyu dari Allah SWT.
Abu Bakar berkata kepada Utsman : “Muhammad adalah Rasulullah dan pemimpin
ummat ke jalan yang benar. Saya telah mengimaninya dan menajadi seorang muslim.
Saya anjurkan agar kamu segera menemui beliau”. Utsman segera pergi ke
rumah Rasulullah dan terjadi tanya jawab antar keduanya. Akhirnya iapun masuk
Islam. Utsman termasuk as sabiqunal awwalun (kelompok pemeluk Islam yang
awal). Sesaat setelah masuk islam, ia sempat mendapatkan
siksaan dari pamannya, Hakam bin Abi Abil Ash. Sebelum memeluk agama Islam
beliau terkenal sebagai seorang saudagar yang kaya raya, dermawan, mempunyai
pribadi yang terpuji. Setelah memeluk Islam beliau curahkan harta bendanya itu
untuk kepentingan perjuangan dakwah Islam (Mutholib, 1995: 298). lalah yang
membeli sumur Roumah untuk dijadikan sumur umum. Sedemikian banyak amal
kebajikannya, sehingga masyarakat menggelarinya “Ghoniyyun Syakir” (orang kaya
yang banyak bersyukur kepada Allah SWT)
Abdurrohman bin Samuroh ra.
mengungkapkan, Utsman bin Affan datang menemui Rosulullah saw. dengan membawa
uang sebanyak seribu dinar yang dibungkus pakaiannya. Kala itu beliau sedang mempersiapkan
u’sroh (Pasukan dalam Perang Tabuk). Usai menerima sumbangan dari Ustman bin
Affan ra. untuk jihad fisabilillah, Rasulullah saw. bersabda, “Tidak ada yang
merugikan ibnu Affan atas apa yang dilakukannya setelah hari ini.” Beliau
mengulangi ucapan tersebut beberapa kali. (HR. Ahmad, dan Tirmidzi)
Sekalipun kaya-raya, Utsman tidak
pernah menjaga jarak dengan masyarakat kelas bawah, bahkan ia tidak segan-segan
untuk turut serta berperang.
Karena kebaikannya itulah, ia
dinikahkan dengan putri Nabi bernama Ruqoyyah. Ketika umat Islam hijrah ke Madinah, utsman beserta Ruqayyah ikut serta, dan ketika Ruqayyah meninggal, utsman dikawinkan
dengan Ummu Kalsum, putri Rasulullah yang lain. oleh sebab itu Utsman mendapat gelar dzun nurain (yang memiliki dua
cahaya).
Khalifah Usman bin Affan ikut
berhijrah bersama istrinya ke Abesinia dan termasuk muhajir pertama ke Yatsrib.
Ia termasuk orang yang shaleh ritual dan sosial. Siang hari ia gunakan untuk
shaum dan malamnya untuk shalat. Ia sangat gemar al-Qur’an. Sehingga Khalid Muh
Khalid menulis bahwa untuk shalat dua rakaat saja, Ustman menghabiskan waktu
semalaman karena banyaknya ayat al-Quran yang di baca, dan pada saat
khalifah Ustman wafat,al-qur’an berada di pangkuannya. Kesalehan sosialnya
terbukti dan membeli telaga milik yahudi seharga 12.000 dirham menghibahkannya
kepada kaum muslimin pada saat hijrah ke Yatsrib. Mewakafkan tanah seharga
15.000 dinar untuk perluasan masjid nabawi. Menyerahkan 940 ekor unta, 60 ekor
kuda, 10.000 dinar unuk keperluan jaisyul ushrah pada perang tabuk. Setiap hari
jum’at, Usman bin Affan membebaskan seorang budak laki-laki dan seorang budak
perempuan. Pada massa paceklik, massa pemerintahan abu bakar, ustman menjual
barang sehari-hari dengan harga yang sangat murah, bahkan membagi-bagikannya
kepada kaum muslimin. Usman termasuk orang yang penyayang, sehingga pernah
suatu pagi, ia tidak tega membangunkan pelayannya untuk mengambil air wudhu,
padahal ia sedang sakit dan sudah udzur.
Pada zaman nabi Muhammad SAW, Usman
bin Affan mengikuti beberapa peperangan, di antaranya perang uhud, khaibar
pembebasan kota mekkah, perang tha’if, hawazin dan tabuk. Perang badar, tidak
ia ikuti karena di suruh oleh Rasululloh SAW. menunggu istrinya yang sedang
sakit sampai meninggalkannya.
Khalifah Ustman bin Affan ra ialah
Khalifah al-Rasyidin yang ketiga dan yang paling lama memerintah yaitu selama
12 tahun antara 644 M hingga 656 M. Khalifah Utsman wafat
kerana dikepung oleh pemberontak selama 40 hari dimulai dari bulan Ramadhan
hingga Dzulhijah. Beliau diberi 2 ulimatum oleh pemberontak (Ghafiki dan
Sudan), yaitu mengundurkan diri atau dibunuh. Meski Utsman mempunyai kekuatan
untuk menyingkirkan pemberontak, namun ia berprinsip untuk tidak menumpahkan
darah umat Islam. Ketika para pemberontak berhasil memasuki rumahnya dan
membunuh Utsman saat sedang membaca Al-Quran. Utsman akhirnya wafat sebagai
syahid pada bulan Dzulhijah 35 H di usia 82 tahun. Persis seperti apa yang
disampaikan Rasullullah Saw perihal kematian Utsman yang syahid nantinya,
peristiwa pembunuhan usman berawal dari pengepungan rumah Utsman oleh para
pemberontak selama 40 hari. Utsman wafat pada hari Jumat 18 Dzulhijjah 35 H.
Ia menemui ajal saat membaca Al Quran oleh tikaman pedang Humron bin Sudan.
Ia
dimakamkan di kuburan Baqi di Madinah.
Jasa Ustman yang paling
besar adalah saat mengeluarkan kebijakan untuk mengumpulkan Al-Quran dalam satu
mushaf dan memelihara Al Qur-an sebagaimana yang tersebar
sekarang ini.
Adapun sifat istimewa beliau yaitu :
·
Keturunan
Bani Umaiyah yang kaya dan berpengaruh
·
Seorang
dermawan yang sangat pemurah. Ia banyak menghabiskan hartanya untuk kepentingan
Islam
·
Terkenal
dengan sifat keberanian.
Contohnya, ia telah mempertaruhkan nyawanya ketika
menjadi utusan orang Islam dalam perjanjian Hudaibiyah yang dianggap misi yang
sangat berbahaya.
b) Pengangkatan
Ustman Bin Affan menjadi Khalifah
Ketika
Khalifah Umar bin Khattab mendekati wafatnya, kaum muslimin menjadi bingung
terutama para sahabat. Para sahabat mengusulkan pada Khalifah Umar bin Khattab
agar segera menunjuk penggantinya karena para sahabat khawatir akan terjadi
perpecahan dan perebutan jabatan setelah wafatnya. Selain itu, dikhawatirkan
pula kemungkinan adanya pembelotan dan serangan balik dari Romawi dan Persia
yang kala itu sedang dibawah kekuasaan Islam. Beliau mengajukan enam orang
sahabat untuk dipilih yaitu Ustman bin Affan, Ali bin Abi Tholib, Tholhah,
Zubair bin Awwam, Sa’ad bin Abi Waqqosh dan Abdurrahman bin Auf.
Sahabat-sahabat yang telah ditunjuk oleh Khalifah Umar ini kemudian mengadakan
musyawarah, begitu pula kaum muslimin, karena hasil musyawarah
menunjukkan suara seimbang antara yang memilih Ali dan Ustman tapi karena
Utsman lebih tua, akhirnya para sahabat dan kaum muslimin sepakat untuk
mengangkat Ustman bin Affan.
Adapun visi
dan misi khalifah Usman bin Affan dalam melanjutkan kekhalifahannya, dapat
dilihat dari isi pidato setelah Usman bin Affan dilantik atau dibai’at menjadi
khalifah ketiga negara Madinah, beliau menyampaikan isi pidato penerimaan
jabatan sebagai berikut:
“Sesungguhnya
kamu sekalian berada dalam negeri yang tidak kekal dan dalam pemerintahan
yang selalu berganti. Maka bergegaslah kamu berbuat baik menurut kemampuan kamu
untuk menyongsong waktu akhir kamu. Maka sampailah waktunya untuk saya
berkhidmat kepada kamu setiap saat. Ingatlah sesungguhnya dunia ini diliputi
kepalsuan maka janganlah kamu di permainkan kehidupan dunia dan janganlah
kepalsuan mempermainkan kamu terhadap Allah. Beriktibarlah kamu dengan orang
yang telah lalu, kemudian bersungguh-sungguhlah dan jangan melupakannya, karena
sesungguhnya masa ini tidak akan melupakan kamu. Dimanakah di dunia ini
terdapat pemerintahan yang bertahan lama? Jauhkanlah dunia sebagaimana Allah
memerintahkannya, tuntutlah akhirat. Sesungguhnya Allah telah memberikannya
sebagai tempat yang lebih baik bagi kamu. Allah berfirman, ‘Dan berilah
perumpamaan kepada mereka (manusia), kehidupan dunia adalah sebagai air hujan
yang kami turunkan dari langit, maka menjadi subur karenanya tumbuh-tumbuhan di
muka bumi, kemudian tumbuh-tumbuhan itu menjadi kering yang di terbangakan oleh
angin. Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu (Q.S
AL-KAHFI/18:45).”
Pidato
diatas, menggambarkan dirinya sebagai sufi, dan citra pemerintahannya lebih
bercorak agama daripada bercorak politik, dalam pidato itu Usman mengingatkan
beberapa hal penting :
1.
Agar umat
islam selalu berbuat baik sesuai kemampuan sebagai
bekal menghadapi hari kematian dan hari akhirat sebagai
tempat yang lebih baik yang disediakan oleh Allah,
2.
Agar umat
islam tidak terpedaya kemewahan hidup dunia yang penuh kepalsuan sehingga membuat
mereka lupa kepada Allah,
3.
Agar
umat islam mau mengambil ikhtibar pelajaran dari masa lalu, mengambil
yang baik dan menjauhkan yang buruk,
4.
Sebagai
khalifah ia akan melaksanakan perintah Al-Qur’an dan sunnah Rasul. Umat islam
boleh mengkritikinya bila ia menyimpang oleh ketentuan hukum.
c)
Perjuangan dan Kebijakan-kebijakan Khalifah Ustman Bin Affan
Perjuangan
Khalifah Ustman bin Affan selama menjabat sebagai Khalifah adalah menumpas
pendurhakaan dan pemberontakan yang terjadi di beberapa daerah kekuasaan Islam
dan melanjutkan perluasan wilayah Islam ke daerah-daerah yang belum tunduk
kepada Islam. Setelah wafatnya Khalifah Umar bin Khattab beberapa daerah
dibawah kekuasaan Islam pada masa itu melepaskan diri dari kekuasaan Islam
seperti Iskandariyah ibu kota Mesir dan Khurasan. Pemberontakan ini dipelopori
oelh orang-orang Romawi. Mendengar wafatnya Khalifah Umar bin Khattab mereka
berusaha untuk merebut kembali daerah Iskandariyah dan daerah-daerah lainnya
(Mutholib, 1995: 299).
Dalam
menghadapi bangsa Romawi ini Khalifah Ustman bin Affan mengirimkan tentaranya
dengan kekuatan yang besar dan perlengkapan yang cukup untuk untuk membebaskan
kembali daerah Iskandariyah dan Khurasan serta menundukkan kaum pemberontak.
Maka terjadilah pertempuran antara kaum muslimin dan kaum pemberontak yang
berasal dari Romawi. Berkat ketangguhan kaum muslimin pada pertempuran tersebut
memperoleh kemenangan, dan kehidupan kaum muslimin khususnya di Iskandariyah
dan Khurasan kembali aman dan damai (Mutholib, 1995: 299).
Para
pencatat sejarah membagi zaman pemerintahan Utsman menjadi dua periode, ialah 6
tahun pertama merupakan masa pemerintahan yang baik, dan 6 tahun terakhir
merupakan masa pemerintahan yang buruk. Setelah menjadi Khalifah,
beberapa hal yang dilakukan oleh Utsman antara lain:
1. Perluasan wilayah
Khalifah
Utsman memerintah imperium muslim selama kira-kira 12 tahun. Selama
kekhalifahannya, imperium Arab meluas di Asia dan Afrika. Pada permulaan
pemerintahannya terjadi suatu pemberontakan oleh orang-orang Persia yang
dihasut oleh Yazdagird. Khalifah me¬madamkan pemberontakan itu, kemudian
diikuti oleh penyerbuan jen¬deral-jenderal Arab ke Herat, Kabul, Ghazni, dan
Asia Tengah. Wilayah¬-wilayah ini diserbu dan ketua-ketua suku Afganistan,
Balkh, Turkestan, dan Korasan dipaksa untuk mengakui kedaulatan kekhalifahan
dan harus membayar upeti kepada khalifah.
Di
Afrika, Abdullah menandingi keagungan-keagungan pendahulunya, "Penakluk
Mesir", dengan penaklukan koloni Romawi di Tripoli. Dengart tujuan
mengakhiri penyerbuan-pernyerbuan dan permusuhan-p4kmusuhan Romawi, Abdullah
menyerbu dengan pasukannya ke Tripoli. Gubernur Romawi, Gregorius, memberi
perlawanan dengan suatu kesatuan yang terdiri atas 120.000 orang Romawi.
Orang-orang Arab mengalahkan mereka dengan penjagalan yang mengerikan dan menduduki
seluruh pro¬pinsi Romawi itu, yakni Tripoli (1652 M).
Dari
seluruh penaklukan selama tiga khalifah ini, wilayah Islam telah membentang
dari Afrika, hingga Persia. Dari bagian timur jazirah Arabia, hingga
kepulauan Mediterania. Di masa Utsman, negeri-negeri: 1) Barqah, 2)Tripoli
Barat dan 3) bagian selatan negeri Nubah, telah masuk dalam wilayah Islam.
Kemudian negeri-negeri Armenia dan beberapa bagian Thabaristan, bahkan kemajuan
tentara Islam telah melampaui sungai Jihun (Amu Daria). Jadi daerah “Ma waraan
Nahri” (negeri-negeri seberang sungai Jihun) telah masuk wilayah Islam.
Negeri-negeri Balkh (Baktaria) Harah, Kabul dan Ghaznah di Turkistan telah
diduduki kaum muslimin.
2. Pembangunan angkatan laut
Khalifah
Utsman patut diingat terutama karena pembangunan angkatan laut Arabnya. Sebagai
Gubernur Siria, Muawiyah harus menghadapi serangan-serangan angkatan laut
Romawi di daerah-daerah pesisir propinsinya. Untuk memukul mundur
penyerbuan-penyerbuan, dia me¬rasakan perlunya suatu angkatan laut. Oleh karena
itu, dia membangun suatu angkatan laut, dan dengan bantuannya dia berhasil
melawan penyerbu-penyerbu Romawi. Bahkan Muawiyah mengirimkan suatu ekspedisi
angkatan laut di Pulau Siprus. Dia mengalahkan penguasa Romawi di tempat itu,
dan memaksa pulau itu untuk membayar upeti kepada khalifah.
Bangsa
Romawi juga menyerang Mesir dari laut, dan pada tahun 646 M. bahkan mereka
menduduki Alexandria. Namun, Amar bin Ash memukul mundur mereka dan merebut
kembali pelabuhan itu. Sekali lagi pada tahun 651 M. Romawi menyerbu Mesir dengan
suatu armada yang besar.
Salah
satu pertempuran yang terpenting di laut adalah pertempuran “dzatis
sawari” (pertempuran tiang kapal). Pertempuran ini terjadi pada tahun 31 H di
Laut Tengah dekat kota Iskandariyah, antara tentara romawi di bawah pimpinan
Kaisar Constatine dengan balatentara Islam dibawah pimpinan Abdullah ibnu Abi
Sarah, yang jadi gubernur di Mesir. Konon kabarnya dalam pertempuran kapal ini
banyak sekali kapal yang digunakan. Kapal-kapal ini berjumlah 1000 kapal. 200
buah kepunyaan orang muslim dan sisanya adalah milik tentara Romawi. Dalam
peperangan ini orang muslim berhasil mengalahkan bangsa Romawi.
3. Penyusunan Al-Quran
Karya
besar Utsman lainnya yang dipersembahkan kepada umat Islam ialah susunan kitab
suci Al-Quran. Penyusunan al-Quran dimaksudkan untuk mengakhiri
perbedaan-perbedaan serius dalam bacaan al-Quran. Dikisahkan bahwa selama
pengiriman ekspedisi militer ke Armenia dan Azerbaijan perselisihan tentang
bacaan al-Quran muncul dikalangan tentara muslim, yang sebagiannya direkrut
dari Suriah dan sebagiannya lagi dari Irak. Ketua dewan penyusunan al-Quran
ialah Zaid ibn Sabit yang mengumpulkan tulisan-tulisan al-Quran antara lain
ialah dari Hafsah, salah seorang istri Nabi SAW. Kemudian dewan itu membuat
beberapa salinan naskah al-Quran untuk dikirimkan ke wilayah-wilayah gubernuran
sebagai pedoman yang benar untuk masa selanjutnya.
d)
Masa
Terjadinya Fitnah dan Akhir Kekhalifahan Ustman Bin Affan
Seperti
diketahui, Utsman bin Affan mengangkat para kerabatnya dari bani Umaiyyah
menduduki berbagai jabatan. Kebijakan ini mengakibatkan dipecatnya sejumlah
sahabat dari berbagai jabatan mereka dan digantikan oleh orang yang
diutamakan-nya dari kerabatnya. Kebijakan ini mengakibatkan rasa tidak senang
banyak orang terhadap Utsman bin Affan. Hal inilah yang dijadikan pemicu dan
sandaran oleh orang Yahudi yaitu Abdullah bin Saba' dan teman-temannya untuk
membangkitkan fitnah.
Ibnu Katsir
meriwayatkan bahwa penduduk Kufah umumnya melakukan pemberontakan dan
konspirasi terhadap Sa'id ibnul Ash, pemimpin Kufah. Mereka kemudian mengirim
utusan kepada Utsman bin Affan guna menggugat kebijakannya dan alasan pemecatan
sejumlah orang dari bani Umayyah. Dalam pertemuan ini, utusan tersebut
berbicara kepada Utsman bin Affan dengan bahasa yang kasar sekali sehingga
membuat dadanya sesak. Beliau lalu memanggil semua pimpinan pasukan untuk
dimintai pendapatnya.
Akhirnya,
berkumpullah di hadapannya, Mu'awiyah bin Abu Sufyan (pemimpin negeri Syam),
Amr ibnul Ash (pemimpin negeri Mesir), Abduliah bin Sa'ad bin Abi Sarh
(pemimpin negeri Maghrib), Sa'id ibnul Ash (pemimpin negeri Kufah), dan
Abdullah bin Amir (pemimpin negeri Bashrah). Kepada mereka, Utsman bin Affan
meminta pandangan mengenai peristiwa yang terjadi dan perpecahan yang
muncul.... Masing-masing dari mereka kemudian mengemukakan pendapat dan
pandangannya. Setelah mendengar berbagai pandangan dan mendiskusikannya,
akhirnya Utsman bin Affan memutuskan untuk tidak melakukan penggantian para
gubernur dan pembantunya. Kepada masing-masing mereka, Utsman bin Affan
memerintahkan agar menjinakkan hati para pemberontak dan pembangkang tersebut
dengan memberi harta dan mengirim mereka ke medan peperangan lain dan pos-pos
perbatasan.
Setelah
peristiwa ini, di Mesir muncul satu kelompok dari anak-anak para sahabat.
Mereka menggerakkan massa untuk menentang Utsman bin Affan dan menggugat
sebagian besar tindakannya. Kelompok ini melakukan tindakan tersebut tentu
setelah Abdullah bin Saba' berhasil menyebarkan kerusakan dan fitnah di Mesir.
Ia berhasil menghasut sekitar enam ratus orang untuk berangkat ke Madinah
dengan berkedok melakukan ibadah umrah, namun sebenarnya mereka bertujuan
menyebarkan fitnah dalam masyarakat Madinah. Tatkala mereka hampir memasuki
Madinah, Utsman bin Affan mengutus Ali bin Abu Thalib untuk menemui mereka dan
berbicara kepada mereka. Ali bin Abu Thalib kemudian berangkat menemui mereka
di Juhfah. Mereka ini mengagungkan Ali bin Abu Thalib dengan sangat berlebihan,
karena Abdullah bin Saba' telah berhasil mempermainkan akal pikiran mereka
dengan berbagai khurafat dan penyimpangan. Setelah Ali bin Abu Thalib membantah
semua penyimpangan pemikiran yang sesat itu, mereka menyesali diri seraya
berkata, "Orang inikah yang kalian jadikan sebagai sebab dan dalih untuk memerangi
dan memprotes Khalifah (Utsman bin Affan)?" Mereka kemudian kembali dengan
membawa kegagalan.
Ketika
menghadap Utsman bin Affan, Ali bin Abu Thalib melaporkan kepulangan mereka dan
mengusulkan agar Utsman bin Affan menyampaikan pidato kepada orang banyak, guna
meminta maaf atas tindakannya mengutamakan sebagian kerabatnya dan bahwa ia
telah bertobat dari tindakan tersebut.
Usulan ini
diterima olehnya dan Utsman bin Affan kemudian berpidato di hadapan orang
banyak pada hari Jum'at. Dalam pidato ini, di antaranya Utsman bin Affan
mengatakan, "Ya Allah, aku memohon ampunan kepada-Mu dan aku bertobat
kepada-Mu. Ya Allah, aku adalah orang yang pertama bertobat dari apa yang telah
aku lakukan."
Pernyataan
ini diucapkannya sambil menangis sehingga membuat semua orang ikut menangis.
Utsman bin Affan kemudian menegaskan kembali, bahwa ia akan menghentikan
kebijakan yang menyebabkan timbulnya protes tersebut. Dittegaskan-nya bahwa ia
akan memecat Marwan dan kerabatnya.
Setelah
penegasan tersebut, Marwan bin Hakam menemui Utsman bin Affan. Dia
menghamburkan kecaman dan protes kemudian berkata, "Andaikan ucapanmu itu
engkau ucapkan pada waktu engkau masih sangat kuat, niscaya aku adalah orang
yang pertama menerima dan mendukungnya, tetapi engkau mengucapkannya ketika
banjir bah telah mencapai puncak gunung. Demi Allah, melakukan suatu kesalahan
kemudian meminta ampunan dari-Nya adalah lebih baik daripada tobat karena takut
kepada-Nya. Jika suka, engkau dapat melakukan tobat tanpa menyatakan kesalahan
kami."
Marwan
kemudian memberitahukan kepadanya bahwa di balik pintu ada segerombolan orang.
Utsman bin Affan menunjuk Marwan untuk berbicara kepada mereka sesukanya.
Marwan lalu berbicara kepada mereka dengan suatu pembicaraan yang buruk,
sehingga merusak apa yang selama ini diperbaiki oleh Utsman bin Affan. Dalam
pembicaraannya, Marwan berkata, "Kalian datang untuk merebut kerajaan dari
tangan kami. Keluarlah kalian dari sisi kami. Demi Allah, jika kalian
membangkang kepada kami, niscaya kalian akan menghadapi kesulitan dan tidak
akan menyukai akibatnya."
Setelah
mengetahui hal ini, Ali bin Abu Thalib segera datang menemui Utsman bin Affan
dan dengan nada marah, ia berkata, "Mengapa engkau merelakan Marwan,
sementara dia tidak menghendaki kecuali memalingkan engkau dari agama dan
pikiranmu! Demi Allah, Marwan adalah orang yang tidak layak dimintai pendapat
tentang agama atau dirinya sekalipun. Demi Allah, aku melihat bahwa dia akan
menghadirkan kamu kemudian tidak akan mengembalikan kamu lagi. Saya tidak akan
kembali setelah ini karena teguran-ku kepadamu."
Setelah Ali
bin Abu Thalib keluar, Na'ilah masuk menemui Utsman bin Affan (ia telah
mendengarkan apa yang diucapkan Ali bin Abu Thalib kepada Utsman bin Affan)
kemudian berkata, "Aku harus bicara atau diam!" Utsman bin Affan
menjawab, "Bicara lah!" Na'ilah berkata, "Aku telah mendengar
ucapan Ali bin Abu Thalib bahwa dia tidak akan kembali lagi padamu, karena
engkau telah menaati Marwan dalam segala apa yang dikehendakinya," Utsman
bin Affan berkata, "Berilah pendapatmu kepadaku." Na'ilah memberikan
pendapatnya,"Bertaqwa lah kepada Allah semata, tiada sekutu bagi-Nya.
Ikutilah sunnah kedua sahabatmu yang terdahulu (Abu Bakar As Siddiq dan Umar
Bin Khattab), sebab jika engkau menaati Marwan, niscaya dia akan membunuhmu.
Marwan adalah orang yang tidak memiliki harga di sisi Allah, apalagi rasa takut
dan cinta. Utuslah seseorang menemui Ali bin Abu Thalib guna meminta
pendapatnya, karena dia memiliki kekerabatan denganmu dan dia tidak layak
ditentang."
Utsman bin
Affan kemudian mengutus seseorang kepada Ali bin Abu Thalib, tetapi Dia menolak
datang. Ali bin Abu Thalib berkata, "Aku telah memberitahukan kepadanya
bahwa aku tidak akan kembali lagi. Sikap ini merupakan permulaan krisis yang
menyulut api fitnah dan memberikan peluang kepada para tukang fitnah, untuk
memperbanyak kayu bakarnya dan mencapai tujuan-tujuan busuk yang mereka
inginkan.
Utsman bin
Affan menjabat sebagai khalifah selama dua belas tahun. Tidak ada sesuatu yang
dapat dijadikan celah untuk mendendam-nya. Beliau bahkan lebih dicintai oleh
orang-orang Quraisy umumnya ketimbang Umar bin Khattab, karena Umar bin Khattab
bersikap keras terhadap mereka, sedangkan Utsman bin Affan bersikap lemah
lembut dan selalu menjalin hubungan dengan mereka.
Akan tetapi,
masyarakat mulai berubah sikap terhadapnya, tatkala ia mengutamakan kerabatnya
dalam pemerintahan, sebagaimana telah kami sebutkan. Kebijakan ini dilakukan
Utsman bin Affan atas pertimbangan silaturrahim yang merupakan salah satu
perintah Allah. Akan tetapi, kebijakan ini pada akhirnya menjadi sebab
pembunuhannya.
Ibnu Asakir
meriwayatkan dari az-Zuhri, ia berkata, "Aku pernah berkata kepada Sa'id
bin Musayyab, 'Ceritakanlah kepadaku tentang pembunuhan Utsman! Bagaimana hal
ini sampai terjadi!' Ibnul Musayyab berkata, 'Utsman dibunuh secara aniaya.
Pembunuhnya adalah kejam dan pengkhianatnya adalah orang yang memerlukan
ampunan. Ibnul Musayyab kemudian menceritakan kepada az-Zuhri tentang sebab
pembunuhannya dan bagaimana hal itu dilakukan. Kami sebutkan di sini secara
singkat.
Para
penduduk Mesir datang mengadukan Ibnu Abi Sarh. Setelah pengaduan ini, Utsman
bin Affan menulis surat kepadanya yang berisikan nasihat dan peringatan
terhadapnya. Akan tetapi, Abu Sarh tidak mau menerima peringatan Utsman bin
Affan, bahkan mengambil tindakan keras terhadap orang yang mengadukannya.
Selanjutnya,
para tokoh sahabat seperti Ali bin Abu Thalib, Thalhah bin Ubaidillah, dan
Aisyah mengusulkan agar Utsman bin Affan memecat Ibnu Abi Sarh dan menggantinya
dengan orang lain. Utsman bin Affan lalu berkata kepada mereka, "Pilihlah
orang yang dapat menggantikannya." Mereka mengusulkan Muhammad bin Abu
Bakar. Utsman bin Affan kemudian menginstruksikan hal tersebut dan
mengangkatnya secara resmi. Surat keputusan ini kemudian dibawa oleh sejumlah
sahabat ke Mesir. Baru tiga hari perjalanan dari Madinah, tiba-tiba mereka
bertemu dengan seorang pemuda hitam berkendaraan unta yang berjalan mundur
maju.
Para sahabat
Rasulullah itu kemudian menghentikannya seraya berkata, "Mengapa kamu ini!
Kamu terlihat seperti orang yang lari atau mencari sesuatu!" Ia menjawab,
"Saya adalah pembantu Amirul Mukminin yang diutus untuk menemui Gubernur
Mesir." Ketika ditanya, "Utusan siapa kamu ini!" Dengan gagap
dan ragu-ragu, ia kadang -kadang menjawab, "Saya pembantu Amirul
Mukminin," dan kadang- kadang pula ia menjawab,"Saya pembantu
Marwan." Mereka kemudian mengeluarkan sebuah surat dari barang bawaannya.
Di hadapan dan disaksikan oleh para sahabat dari Anshar dan Muhajirin tersebut,
Muhammad bin Abu Bakar membuka surat tersebut yang ternyata berisi, "Jika
Muhammad beserta si fulan dan si fulan datang kepadamu, bunuhlah mereka dan
batalkan-lah suratnya. Dan tetaplah engkau melakukan tugasmu sampai engkau
menerima keputusanku. Aku menahan orang yang akan datang kepadaku mengadukan
dirimu."
Akhirnya,
para sahabat itu kembali ke Madinah dengan membawa surat tersebut. Mereka
kemudian mengumpulkan para tokoh sahabat dan memberitahukan ihwal surat dan
kisah utusan tersebut.
Peristiwa
ini membuat seluruh penduduk Madinah gempar dan benci terhadap Utsman bin
Affan. Setelah melihat hal ini, Ali bin Abu Thalib segera memanggil beberapa
tokoh sahabat, antara lain Thalhah bin Ubaidillah, Zubair bin Awwam, Sa'ad bin
Abu Waqqash, dan Ammar. Bersama mereka, Ali bin Abu Thalib dengan membawa
surat, pembantu, dan unta tersebut, masuk menemui Utsman bin Affan. Ali bin Abu
Thalib bertanya kepada Utsman bin Affan, "Apakah pemuda ini
pembantumu?" Utsman bin Affan menjawab "Ya." Ali bin Abu Thalib
bertanya lagi, "Apakah unta ini untamu?" Utsman bin Affan menjawab
"Ya." Ali bin Abu Thalib bertanya lagi, "Apakah kamu pernah
menulis surat ini?" Utsman bin Affan menjawab,"Tidak." Utsman
bin Affan kemudian bersumpah dengan nama Allah, "Aku tidak pernah menulis
surat tersebut, tidak pernah memerintahkan penulisan surat, dan tidak
mengetahui ihwal surat tersebut." Ali bin Abu Thalib bertanya lagi,
"Apakah stempel ini, stempel-mu?" Utsman bin Affan menjawab,
"Ya." Ali bin Abu Thalib bertanya lagi "Bagaimana pembantumu ini
bisa keluar dengan menunggang untamu dan membawa surat yang distempel, dengan
stempel-mu, sedangkan engkau tidak mengetahuinya?" Utsman bin Affan
kemudian bersumpah dengan nama Allah, "Aku tidak pernah menulis surat ini,
tidak pernah memerintahkannya, dan tidak pernah pula mengutus pembantu ini ke
Mesir."
Mereka
kemudian memeriksa tulisan surat tersebut dan mengetahui bahwa surat itu
ditulis oleh Marwan. Mereka lalu meminta kepada Utsman bin Affan agar
menyerahkan Marwan kepada mereka, tetapi Utsman bin Affan tidak bersedia melakukannya,
padahal Marwan saat itu berada di dalam rumahnya. Akhirnya, orang-orang keluar
dari rumah Utsman bin Affan dengan perasaan marah. Mereka mengetahui bahwa
Utsman bin Affan tidak berdusta dalam bersumpah, tetapi mereka marah karena dia
tidak bersedia menyerahkan Marwan kepada mereka.
Setelah itu,
tersiarlah berita tersebut di seluruh Kota Madinah, sehingga sebagian
masyarakat mengepung rumah Utsman bin Affan dan tidak memberikan air kepadanya.
Setelah Utsman bin Affan dan keluarganya merasakan kepayahan akibat terputusnya
air, ia menemui mereka seraya berkata, "Adakah seseorang yang sudi memberi
tahu Ali bin Abu Thalib agar memberi air kepada kami ?" Setelah mendengar
berita ini, Ali bin Abu Thalib segera mengirim tiga qirbah air. Kiriman air ini
pun sampai kepada Utsman bin Affan melalui cara yang sulit sekali.
Pada saat
itu, Ali bin Abu Thalib mendengar desas-desus tentang adanya orang yang ingin
membunuh Utsman bin Affan, lalu ia berkata "Yang kita inginkan darinya
adalah Marwan, bukan pembunuhan Utsman bin Affan." Ali bin Abu Thalib
kemudian berkata kepada kedua anaknya, Hasan dan Husain, "Pergilah dengan
membawa pedang kalian untuk menjaga pintu rumah Utsman. Jangan biarkan seorang
pun masuk kepadanya." Hal ini juga dilakukan oleh sejumlah sahabat
Rasulullah saw demi menjaga Utsman bin Affan. Ketika para pengacau menyerbu
pintu rumah Utsman bin Affan ingin masuk dan membunuhnya, mereka dihentikan
oleh Hasan dan Husain serta sebagian sahabat.
Sejak itu,
mereka mengepung rumah Utsman bin Affan lebih ketat dan secara
sembunyi-sembunyi berhasil masuk dari atap rumah. Mereka berhasil menebaskan
pedang sehingga Khalifah Utsman bin Affan terbunuh. Ketika mendengar berita
ini, Ali bin Abu Thalib datang dengan wajah marah, seraya berkata kepada dua
orang anaknya, "Bagaimana Amirul Mukminin bisa dibunuh, sedangkan kalian
berdiri menjaga pintu?" Ali bin Abu Thalib kemudian menampar Hasan dan
memukul dada Husain, serta mengecam Muhammad bin Thalhah dan Abdullah bin
Zubair. Demikianlah, pembunuhan Utsman bin Affan merupakan pintu dari mata
rantai fitnah yang terus membentang tanpa akhir.
4.
Khalifah Ali Bin Abi Tholib (656—661 M/ 36—41 H)
a) Biografi Ali
Bin Abi Tholib
Nama
lengkap beliau adalah Ali binAbi Thalib
ra. bin Abdi Manaf bin Abdul Muththalib bin Hasyim bin Abdi Manaf bin Qushay
bin Kilab bin Murrah bin Ka’ab bin Luay bin Ghalib bin Fihr bin Malik bin
an-Nadhar bin Kinanah Abul Hasan dan Husein. Ibu beliau bernama Fathimah binti
Asad bin Hasyim bin Abdi Manaf bin Qushay, ibunya digelari Wanita Bani Hasyim
pertama yang melahirkan seorang putera Bani Hasyim. Ayah Ali
adalah paman Rasulullah yang merupakan saudara seayah dan seibu ayah nabi
Muhammad.
Beliau
mulanya bernama asli Haydar bin Abu Thalib dimana Haydar yang berarti Singa
adalah harapan keluarga Abu Thalib untuk mempunyai penerus yang dapat menjadi
tokoh pemberani dan disegani diantara kalangan Quraisy Mekkah. Namun setelah
mengetahui sepupu yang baru lahir diberi nama Haydar, Rasulullah SAW terkesan
tidak suka, karena itu mulai memanggil dengan Ali yang berarti Tinggi (derajat
di sisi Allah). Usianya 32
tahun lebih dari usia Nabi Muhammad saw.
Ali bin Abi Tholib semenjak kecil telah hidup bersama Rasulullah, karena
Rasulullah pernah diasuh oleh ayah Ali. Setelah Rasulullah menikah dengan Siti
Khodijah, Ali ikut bersama Rasullah. Oleh Rasulullah Ali dibesarkan, diasuh dan
dididik. Sehingga Ali tumbuh menjadi anak yang berbudi luhur, cerdik dan
pemberani. Semenjak kecil Ali telah dididk oleh Rasulullah dengan adab dan budi
pekerti Islam, fasih dalam berbicara dan dia tidak pernah sekalipun menyembah
berhala. Pengetahuannya dalam agama Islam cukup luas. Beliau termasuk orang
yang paling banyak meriwayatkan hadist. Ali termasuk salah seorang dari ketiga
tokoh yang didalam dirinya tercermin kepribadian Rasulullah. Mereka itu Abu
Bakar As Shiddiq, Umar bin Khattab dan Ali bin Abi Tholib. Mereka bertiga
laksana mutiara yang memancarkan cahayanya.
Ali terkenal
sebagai gudang ilmu pengetahuan agama Islam. Hal ini dapat dilihat pada masa
sekarang, banyak karya-karya Islam yang merupakan pemikiran-pemikiran Ali, yang
dijadikan sumber ilmu pengetahuan (Mutholib, 1995: 304).
Sebelumnya
Ali sudah ikut dalam peperangan bersam Rasulullah yaitu :
·
Perang Badar
Beberapa saat setelah menikah, pecahlah perang Badar,
perang pertama dalam sejarah Islam. Di sini Ali betul-betul menjadi pahlawan
disamping Hamzah, paman Nabi. Banyaknya Quraisy Mekkah yang tewas di tangan Ali
masih dalam perselisihan, tapi semua sepakat beliau menjadi bintang lapangan
dalam usia yang masih sangat muda sekitar 25 tahun.
·
Perang Khandaq
Perang Khandaq juga menjadi saksi nyata keberanian Ali
bin Abi Thalib ketika memerangi Amar bin Abdi Wud . Dengan satu tebasan
pedangnya yang bernama dzulfikar, Amar bin Abdi Wud terbelah menjadi dua bagian.
·
Perang Khaibar
Setelah Perjanjian Hudaibiyah yang memuat perjanjian
perdamaian antara kaum Muslimin dengan Yahudi, dikemudian hari Yahudi
mengkhianati perjanjian tersebut sehingga pecah perang melawan Yahudi yang
bertahan di Benteng Khaibar yang sangat kokoh, biasa disebut dengan perang
Khaibar. Di saat para sahabat tidak mampu membuka benteng Khaibar, Nabi saw
bersabda:
"Besok, akan aku serahkan bendera kepada
seseorang yang tidak akan melarikan diri, dia akan menyerang berulang-ulang dan
Allah akan mengaruniakan kemenangan baginya. Allah dan Rasul-Nya mencintainya
dan dia mencintai Allah dan Rasul-Nya".
Maka, seluruh sahabat pun berangan-angan untuk
mendapatkan kemuliaan tersebut. Namun, ternyata Ali bin Abi Thalib yang mendapat kehormatan itu serta mampu
menghancurkan benteng Khaibar dan berhasil membunuh seorang prajurit musuh yang
berani bernama Marhab lalu menebasnya dengan sekali pukul hingga terbelah
menjadi dua bagian. Hampir semua peperangan beliau ikuti kecuali perang Tabuk
karena mewakili nabi Muhammad untuk menjaga kota Madinah.
b) Ali bin Abi
Tholib diangkat menjadi Khalifah
Ketika
Rasulullah wafat, timbullah desas-desus dikalangan kaum muslimin yang
mengatakan bahwa Ali akan menjadi pengganti beliau. Begitu juga yang terjadi
ketika Khalifah Umar tertikam, beliau termasuk salah satu tokoh yang dicalonkan
oleh Umar, beliau termasuk calon yang terkuat diantara calon-calon yang ada,
akan tetapi keKhalifahan kemudian jatuh kepada Ustman bin Affan. Setelah itu
para sahabat menunjuk Ali untuk menjabat sebagai Khalifah. Namun juga tidak
sedikit para sahabat yang ragu untuk menunjuk Ali sebagai Khalifah berikutnya.
Hal tersebut dikarenakan munculnya beberapa pemikiran di kalangan kaum
muslimin, yaitu:
1.
Ali adalah
dari kalangan Bani Hasyim. Jika keKhalifahan dipegang Ali berarti selamanya
keKhalifahan akan dipegang oleh Bani Hasyim dan akan sulit keluarnya dari Bani
itu.
2.
Ali adalah
seorang sahabat yang pemberani, sehingga tidak sedikit umat manusia yang
menjadi korban pedangnya, sehingga tidak heran jika banyak orang yang mendendam
kebencian terhadapnya.
3.
Ustman
orangnya lunak, baik hati, toleran sehingga karena kelemahannya ini banyak
orang yang mengeruk harta dengan cara yang tidak sah, sementara Ali orangnya
keras seperti kerasnya Abu Bakar dan Umar. Untuk itulah mereka kurang senang
kalau keKhalifahan dipegang oleh Ali, karena sudah tentu jika Ali menjadi
Khalifah usahanya itu tidak dapat dikembangkan, bahkan sebaliknya akan ditumpas
oleh Ali.
Namun rakyat
banyak menghendaki Ali lah yang berhak memangku keKhalifahan. Ali pada awalnya
menolak, namun karena dipaksa terus-menerus oleh kebanyakan kaum muslimin
akhirnya beliau menerimanya (Mutholib, 1995: 305). Masyarakatpun beramai-ramai membaiat Ali bin Abi Thalib
sebagai khalifah. Ali memerintah hanya enam tahun. Selama masa pemerintahannya,
ia menghadapi berbagai pergolakan. Tidak ada masa sedikit pun dalam
pemerintahannya yang dapat dikatakan setabil. Setelah menduduki jabatan
khalifah, Ali memecat para gubernur yang di angkat oleh Usman. Dia yakin bahwa
pemberontakan-pemberontakan terjadi karena keteledoran mereka. Dia juga menarik
kembali tanah yang dihadiahkan Usman kepada penduduk dengan menyerahkan hasil
pendapatannya kepada negara, dan memakai kembali siatem distribusi pajak
tahunan dia antara orang-orang Islam sebagaimana pernah ditetapkan Umar.
c)
Perjuangan dan Kebijakan-kebijakan Khalifah Ali bin Abi Tholib
Langkah-langkah
yang dilakukan oleh Khalifah Ali bin Abi Tholib setelah diangkat menjadi
Khalifah adalah: pertama, memecat gubernur-gubernur yang telah ditunjuk pada
masa pemerintahan Khalifah Ustman bin Affan, dan menggantikannya dengan yang
baru. Kedua, Khalifah Ali mengambil kembali tanah-tanah yang merupakan milik
“Baitul Mal” yang telah diberikan Khalifah Ustman kepada sanak familinya.
Khalifah Ali menganggap pemberian itu tidak sah dan bertentangan dengan agama.
Para sahabat dan kaum muslimin mendukung tindakan Khalifah ini, hanya saja
Khalifah Ali dianggap dalam menjalankan tugasnya terlalu keras, terlalu
terburu-buru, sehingga menimbulkan ketidak senangan khususnya di kalangan
keluarga Bani Umayah (Mutholib, 1995: 305-306).
d) Pertempuran
Pada Masa Khalifah Ali bin Abi Tholib
1. Perang Jamal
Perang Jamal
adalah perang yang terjadi antara pasukan Siti Aisyah dengan Khalifah Ali bin
Abi Tholib. Dinamakan perang Jamal karena Aisyah menggunakan unta, sebagai
kendaraan perangnya. Perang ini berlangsung pada lima
hari terakhir Rabi’ul Akhir tahun 36H/657M
Aisyah
ikut berperang melawan Ali alasannya bukan semata menuntut balas atas kematian
Utsman, namun Aisyah memang telah lama memendam rasa tidak senang
kepada Ali yakni semacam dendam pribadi antara dirinya
dengan Ali. Dia masih teringat terhadap peristiwa tuduhan selingkuh terhadap
dirinya (hadits al-ifk), dimana pada waktu itu Ali memberatkan dirinya. Faktor
lain adalah persaingan dalam pemilihan jabatan khalifah dengan ayahnya, Abu Bakar,
yang kemudian disusul dengan sikap Ali yang tidak segera membai’at Abu Bakar. Dan
yang terakhir ada faktor Abdullah bin Zubair, kemenakannya, yang berambisi
untuk menjadi khalifah, yang terus mendesak dan memprovokasi Aisyah serta
menghasut bapaknya yakni Zubair bin Awwam dan Tholhah
agar memberontak terhadap Ali.
Maka
berangkatlah pasukan perang menuju kota Madinah pusat pemerintahan. Setelah
bertemu, Khalifah Ali mengusulkan untuk berdamai. Namun dibalik perdamaian yang
sedang berlangsung adanya hasutan-hasutan dari pihak pasukan Aisyah dan pasukan
Khalifah Ali sehingga pertempuran tidak terelakkan lagi.
Dalam
pertempuran ini banyak korban dari kedua belah pihak, namun pasukan Khalifah
Ali lebih unggul dari pasukan Aisyah. Thohlah telah gugur begitu juga Zubbair
bin Awwam telah gugur pula, yang tinggal hanya Aisyah, namun unta Aisyah pun
mati pula terbunuh, dan pertempuran pun berakhir dengan kemenangan dipihak
Khalifah Ali bin Abi Tholib (Mutholib, 1995: 306).
2. Perang
Siffin
Khalifah Ali
menganggap dengan selesainya perang Jamal merupakan perang yang pertama diawal
keKhalifahannya sekaligus juga merupakan yang terakhir, tetapi kenyataan tidak
demikian. Muawiyah gubernur yang berkedudukan di Syam menyusun pasukan yang
berkekuatan besar. Muawiyah adalah putra Abu Sufyan seorang tokoh yang sangat
berpengaruh di kalangan Bani Umayah. Muawiyah berontak karena tidak menerima
tindakan Khalifah Ali yang memecatnya. Memecat keturunannya dan mengambil
kembali hak milik keluarganya. Muawiyah juga bangkit dengan dalih menuntut
pertanggungjawaban Khalifah Ali atas terbununya Khalifah Ustman (Mutholib,
1995:307).
Perang
Siffin terjadi pada tahun 659 M atau 37 H antara umat Islam pimpinan Khalifah
Ali dengan mereka yang dipimpin oleh Muawiyah bin Abu Sufyan. Walaupun tentara
Muawiyah hampir dikalahkan, tetapi akibat tipu daya yang dilakukannya melalui
cadangan Amru al-As agar tentara Muawiyah menjunjung Al-Qur’an dengan tujuan
berdamai, maka Muawiyah tidak dikalahkan. Semasa Majelis Tahkim atau timbang
tara yang diadakan untuk menyelesaikan masalah, sekali lagi pihak Ali ditipu.
Keadaan ini menyababkan tentara Khalifah Ali terpecah dua, yaitu golongan
Khawarij yang keluar dari tentara Ali dan golongan Syiah yang setia pada
Khalifah Ali.
Khalifah Ali
dibunuh oleh Khawarij di kota Kufiah pada tanggal 19
Ramadhan tahun 40 H./661M, oleh Abdurrahman ibn Muljamsalah seorang yang
ditugasi membunuh tokoh-tokoh tersebut. Sedangkan nasib baik berpihak kepada
Mu’awiyah dan Amr bin Ash, mereka berdua luput dari pembunuhan tersebut.
Jenazah beliau dimakamkan di Darul Imarah di Kufah. Peristiwa
tersebut menandakan berakhirnya zaman Khalifah Kulafaur al-Rasyidin dan
berawalnya kerajaan Bani Umaiyyah (Men, 2000: 33).
C. Perkembangan
Kebudayaan Islam Pada Masa Khulafaur Rasyidin
a) Sosial Ekonomi
Umat Islam Pada Zaman Khulafaur Rasyidin
Masyarakat
Arab sejak sebelum datangnya agama Islam dikenal sebagai masyarakat pedagang.
Masyarakat Arab dikenal kaum pedagang yang ulung, dalam menjajakan barang
dagangan mereka tidak hanya terbatas didaerahnya sendiri melainkan juga ke
daerah-daerah lain, sehingga nama khafilah Arab terkenal dimana-mana. Selain
berdagang, pencaharian masyarakat Arab juga sebagai petani. Walaupun negara
Arab tanahnya merupakan gurun pasir yang tandus, namun ada bagian-bagian lokasi
yang dapat ditumbuhi pepohonan, seperti pohon kurma, gandum dan masih ada
tanaman lain. Ini juga merupakan pencaharian masyarakat Arab dari semenjak
datangnya Islam. Selain itu perekonomian masyarakat Arab juga didapatkan dari
peternakan. Mereka berternak unta, kuda, kambing dan binatang lainnya.
Menggembala, terutama menggembala kambing dalam masyarakat Arab bukan hanya
pekerjaan orang miskin atau lemah. Bagi masyarakat Arab menggembala binatang
itu mengandung nilai pendidikan. Filsafat hidup masyarakat Arab mengungkapkan
bahwa keberhasilan seseorang dalam menggembala binatang itu merupakan tanda
akan keberhasilannya kelak jika memimpin suatu golongan atau umat.
Untuk
mengatur perekonomian atau mengatur keuangan negara agar teratur dengan baik,
Khalifah Umar bin Khattab membentuk Departemen Keuangan (An-Hidhomul Maly).
Depatemen keuangan ini berfungsi mengatur keluar masuknya keuangan negara,
mengusahakan sumber keuangan, menampung hasil pungutan zakat, dan mengusahakan
dari sumber-sumber lain.
Pada masa
khulafaur Rasyidin perekonomian umat Islam bukan hanya tergantung dari
perdagangan, perkebunan dan peternakan, akan tetapi juga mereka peroleh dari
perikanan. Hal terlihat terutama pada masa pemerintahan Khalifah Ustman bin
Affan. Pada masa pemerintahan Khalifah Ustman bin Affan pemerintahan Islam
terkenal dengan angkatan lautnya. Angkatan laut kaum muslimin telah berhasil
menaklukkan beberapa daerah yang terletak diwilayah seberang laut.
Pada masa
Khulafaur Rasyidin, perdagangan umat Islam bukan hanya dilakukan untuk menjual
dagangan yang merupakan hasil dari daerah jazirah Arab semata. Para pedagang
tersebar ke berbagai negara untuk membeli atau menjual barang-barang yang
menjadi kebutuhannya. Perkembangan perekonomian umat Islam yang semakin maju, khulafaur
Rasyidin menyusun undang-undang untuk mengatur perekonomian umat Islam.
Perkembangan perekonomian yang terjadi pada masa Khulafaur Rasyidin, tidak
hanya berpengaruh terhadap kehidupan umat Islam, melainkan juga dapat
mempengaruhi aspek-aspek lainnya. Misalnya dengan perkembangan perekonomian
umat Islam ini dakwah Islam dapat berjalan dengan pesat, begitu pula dengan
perkembangan ilmu pengetahuan (Mutholib, 1995:312-313).
b)
Perkembangan Masyarakat Pada Masa Khulafaur Rasyidin
Masyarakat
yang bertempat tinggal disekitar gurun pasir Timur Tengah disebut dengan
masyarakat Arab. Mereka mempunyai bahasa sendiri yang disebut bahasa Arab,
mempunyai cara berpakaian sendiri, bentuk pakaian sendiri. Pada zaman jahiliyah
masyarakat Arab terdiri dari suku-suku dan kabilah-kabilah. Mereka mempunyai
derajad dan kedudukan yang berbeda. Namun, setelah datangnya agama Islam,
perbedaan derajad, kedudukan, jabatan, tuan dan hamba, suku dan kabilah
dihapuskan. Islam tidak memandang manusia dari derajadnya, kedudukan, ekonominya,
suku dan kabilahnya dan sebagainya. Dalam pandangan Islam semua manusia
mempunyai derajad yang sama, kedudukan dan hak serta kewajiban yang sama
(Mutholib, 1995: 314).
Pada zaman
Khulafaur Rasyidin pemeluk Islam bukan hanya terdiri dari masyarakat Arab,
melainkan juga terdiri dari berbagai bangsa dan kabilah. Bangsa-bangsa yang
berhasil ditaklukkan oleh Khulafaur Rasyidin kedalam Islam adalah bangsa
Persia, Romawi. Sementara kabilah-kabilah jumlahnya banyak sekali.
Secara garis
besar kondisi sosial masyarakat Islam pada masa pemerintahan Khulafaur Rasyidin
dapat dibagi menjadi beberapa bagian yaitu :
1.
golongan
masyarakat yang mempunyai anggota yang besar, seperti Bani Hasyim, dan Bani
Umaiyah,
2.
kelompok
masyarakat yang terdiri dari para sahabat Nabi yang kemudian dibagi menjadi dua
golongan, yaitu golongan Muhajirin dan golongan Anshor,
3.
kelompok
politik keagamaan, seperti golongan syiah, Khawarij,
4.
kelompok
masyarakat biasa,
5.
kelompok
keagamaan terdiri dari para sahabat orang Islam yang berjuang bersama sahabat,
orang yang baru masuk Islam dan orang yang tidak memeluk agama Islam namun
berada di wilayah Islam,
6.
kelompok
masyarakat Islam yang terdiri dari suku-suku dan kabilah-kabilah serta
bani-bani yang muncul setelah Rasulullah wafat tetapi tidak mempunyai kekuatan.
Keenam
kelompok tersebut walaupun berberda suku, terkait dan bersatu dalam
persaudaraan Islam (Ukhuwah Islamiyah) (Mutholib, 1995:315).
D. Kekuasaan Islam Dan Luasnya Wilayah Pada Masa
Khulafaur Rasyidin
Yang
dimaksud dengan kekuasaan Islam dan luasnya daerah Islam pada masa Khulafaur
Rasyidin adalah luasnya daerah yang sudah dijangkau oleh dakwah Islam dan
masyarakat berada dalam pembinaan pemimpin-pemimpin Islam juga daerahnya di
bawah pengawasaan Khulafaur Rasyidin.
Pada masa Khalifah
Abu Bakar As-siddiq wilayah kekuasaannya sebagian kerajaan Persia, yaitu daerah
Irak (Pusat kekuasaan). Dan kekuasaan Kerajaan Romawi Timur (Byzantium) Khalid
memenangi semua pertempuran dengan Persia, blum hancur Persia, Khalid
diperintahkan ke barat untuk memebantu memerangi Byzantium di Syria (13 H).
Pasukan muslim bertemu dgn pasukan Byzantium di daerah Yarmuk. Perang ini
terkenal dengan nama perang Yarmuk. Raja Byzantium saat itu Heraklius. Pasukan
Byzantium 6 kali lebih besar dari pasukan muslim. Komando tertinggi di tangan
Khalid bin Walid, Jendral yang tidak terkalahkan dalam sejarah. Khalidpun
memenangi peperangan itu (Mutholib, 1995: 320-321).
Setelah 6 hari perang, khilafah menang di Yarmuk dan
mukul mundur Heraklius. Seluruh Syria menjadi bagian kekhalifahan. Setelah
Syria, Khalifah Umar bin Khattab melanjutkan perang dgn Persia di timur. Perang
utama di Qadisiah dimenangi khilafah lalu merebut ibukota Persia, Ctesiphon.
Dalam kurun waktu hanya 4 taun (11 -15 H).
Dibawah pemerintahan Umar, Luas kekuasaan Islam
semakin meluas. Pasukan Islam menaklukkan Byzantium di sepanjang pantai laut
tengah, turun ke Mesir dan Afrika utara. Di titik ini, khilafah sampai di kota
suci tiga agama; Islam, Nasrani, Yahudi: Jerusalem atau lebih dikenal dengan
sebutan Baitul Maqdis oleh umat Islam. Di Jerusalem tidak ada perlawanan
berarti karena penduduknya sendiri sudah bosan diperintah oleh Byzantium. Umar
menarik pajak tapi itu lebih kecil dibanding Byzantium dan memberi
kebebasan beragama untuk penduduknya.
Umar disambut dengan suka cita saat memasuki Jerusalem
dengan hanya naik unta tanpa pengawalan. Pembebasan Jerusalem untuk
pertama kalinya oleh dunia muslim tersebut terjadi di tahun 636 M. Berikut
peta wilayah kekuasaan Khalifah Umar bin Khattab.
Setelah Umar bin
Khattab meninggal, tampuk kekuasaan berada di bawah Khalifah Utsman bin Affan.
Ia berhasil memperluas wilayah islam sampai ke daerah Pulau Cyprus, Nubah,
Barqoh, Tripoli Barat, Armenia, dan sebagian Thabaristan, sungai Jihun (Amu
Daria), Baktria dan harah. Serta Kabul dan Ghaznah yang terletak di daerah
Turkistan. Perluasan wilayah yang sangat gemilang pada saat itu (Mutholib,
1995: 232). Berikut adalah peta wilayah kekuasaan Utsman bin Affan.
Sementara
perluasan pada masa khalifah Ali bin Abi Thalib tidak begitu Nampak. Karena
pemerintahan Ali selama 5 tahun itu lebih banyak diarahkan untuk memulihkan
keamanan di dalam pemerintahan dan menghadapi pertentangan di kalangan umat
Islam sendiri. Banyak terjadi pemberontakan dan pemisahan wilayah yang dulunya
merupakan wilayah kekuasaan Islam.
E. Jasa-Jasa
Khulafaur Rasyidin
Untuk mengungkapan jasa-jasa
Khulafaur Rasyidin selama memegang tumpuk pemerintahan kaum muslim tidak mudah.
Hal ini dikarenakan besarnya dan banyaknya jasa-jasa mereka. Di bawah ini akan
diungkapkan sebagian kecil dari jasa-jasa tersebut.
Pertama, Khulafaur Rasyidin
mempunyai jasa yang sangat besar dalam dakwah Islam. Dengan perjuangan
Khulafaur Rasyidin wilayah islam menjadi luas dan pemeluk islam semakin banyak,
bahkan sebagian sahabat Nabi mengatakan bahwa pada masa Khulafaur Rasyidin
inilah maksud firman Allah dalam surat An-Nasr terjadi, pada waktu itu orang
datang berbondong-bondong untuk memeluk agama Islam.
Kedua, Khulafaur Rasyidin sangat
berjasa dalam membangun, membina masyarakat islam dan masyarakat yang berada di
bawah naungan pemerintah Islam, sehingga kehidupan masyarakat dalam keadaan
aman, damai, sentosa. Masyarakat memperoleh hak dan kewajiban yang sama, dan
menerima hasil pembaguna yang sama. Khulafaur Rasyidin juga membina masyarakat
denga berbagai kegiatan, sehingga masyarrakat Islam merupakan masyarakat yang
bersatu, saling tolong-menolong, mengabdi, beribadah, beramal dan bekerja
dibawah naugan Islam.
Ketiga, Khulafaur Rasyidin berjasa
karena usahanya sukses dalam mengumpulkan dan membukukan mushaf Al-Quran.
Mereka telah mengambil langkah yang bijaksana, penuh dengan perhitungan. Usaha
pengumpulan dan pembukuan Al-Quran bukanlah pekerjaan yang ringan, pekerjaan
ini bisa mengakibatkan timbulnya bencana dan kesalah pahaman jika Khulafaur
Rasyidin tidak berlaku bijaksana dan hati-hati.
Itulah sebabnya Khulafaur Rasyidin
mengumpulkan ayat-ayat Al-Quran yang masih berserakan di daun-daun kurma,
pelepah kurma, tulang-tulang dan di kulit binatang. Kemudian pada masa pemerintahan
khalifah Utsman, Al-Quran yang telah berhasil dikumpulkan pada masa khalifah
Abu Bakar atas usul khalifah Umar ibn Khattab dibukukan oleh satu tim penulis
khusus yang di kepalai oleh sahabat Zaid ibn Tsabit.
Inilah jasa yang paling besar dari
jasa-jasa yang telah diperbuat oleh khulafa-urrasyidin, mungkin jika penulisan
Al-Quran tidak dilakukan oleh Khulafaur Rasyidin, kita sebagai umat Islam yang
hidup pada masa sekarang tidak akan mengetahui dan membaca Al-Quran, dan
mungkin Al-Quran akan menjadi sebuah legenda.
Jasa Khulafaur Rasyidin yang keempat
adalah membenahi dan mengatur administrasi pemerintahan islam dengan baik. Pada
masa pemerintahan Khulafaur Rasyidin memperbaiki administarsi pemerintah dengan
baik dan teratur, misalnya membentuk beberapa departemen, antara lain :
1. Departemen Pemerintahan
Departemen
ini mengenai masalah-masalah yang berkaitan dengan Politik, Al-Khalifah
(kekhalifahan atau pemerintahan), Al-Wizarot (para pembantu khalifah, para
mentri dan gubenur serta penjabat-penjabat lainnya, kemudian Al-Kitab yaitu
masalah kesekretariatan.
2. Departemen Tata Usaha
Departemen ini managani
masalah-masalah yang berkaitkan dengan :
1.
Departemen-departemen,
lembaga-lembaga dan dawan-dewan.
2.
Pembagian
wilayah kekuasan para gubernur. Menangani pos-pos, sehingga pos-pos ini menjadi
pusat informasi dan melalui pos ini pula informasi menjadi lancar dan cepat.
3.
Keamanan
termasuk juga di dalamnya mengenai masalah kepolisian dan keprajuritan.
3. Departemen Keuangan
Departemen
ini mengatur keluar masuknya keuangan Negara, dan usaha usaha lain dalam
mencari sumber dana Negara (Baitul Mal).
4. Departemen Kehakima
Departemen
ini mengatur masalah-masalah pengadialan, undang-undang dan sebagaimana yang
berkaitan dengan masalahhukum.
5. Jasa-jasa Khulafaur Rasyidin dalam bidang pembagunan
Khulafaur
Rasyidin mempunyai peranan dan jasa yang sangat besar dalam bidang pembagunan.
Misalnya : membagun mesjid, dan tempat-tempat peribadatan kaum muslim lainnya,
membagun jalan, sehingga jalan-jalan yang menghubungkan antara pusat pemerintahan
Khulafaur Rasyidin dengan para pembantunya atau wilayah-wilayah kekuasaannya
dapat dijangkau dengan lancar. Membangun pos-pos yang mengatur informasi dari
pusat kedaerah dan dari daerah ke pusat. Membagun saran-sarana lain yang sangat
berguna untuk kepentingan pemerintah Islam, kepentingan umat Islam dan
kepentingan umat manusia.
6. Dalam bidang kebudayan
Khulafaur
Rasyidin adalah tokoh-tokoh yang memiliki ilmu yang tingi, pengalaman yang
luas. Pada masa ilmu pengetahuan seperti budaya dan arsitek berkembag dengan
baik. Berbagai ilmu pengetahuan Islam diajarkan kepada pemeluknya dengan melalui
para sahabat, tabi’in dan tokoh-tokoh Islam lainya.
Kesenian
umat islam mengalami kemajuan juga pada masa Khulafaur Rasyidin. Kesenian ini
bukan hanya kesenian yang berupa lagu-lagu, akan tetapi yang lebih penting
adalah seni arsitektur (seni bangunan). Banyak sekali dikalangan kaum muslim
yang mempunyai minat untuk mempelajari ilmu seni bagunan ini.
F. Peristiwa-peristiwa Penting
Pada Masa Khulafaur rasyidin
Adapun
peristiwa-peristiwa penting pada masa Kulafa’ur Rasyidin yaitu :
Tahun
|
Pristiwa
|
Masa kekusaan Khlifah
|
11H
|
Rasullah SAW wafat (Rabiul Awal)
|
Abu Bakar Ash-shiddiq
|
12H
|
Perang Riddah
|
|
13H
|
Perang Yarmuk
|
|
13H
|
Abu Bakar Wafat (jumadil akhir)
|
|
14H
|
Penaklukan Damaskus
|
Umar bin Khathab
|
15H
|
Pearang Qadisiyah
|
|
17H
|
Penaklukan Persia
|
|
20H
|
Penaklukan Mesir
|
|
21H
|
Perang Nahawand
|
|
23H
|
Penaklukan Khurasan, Persia
|
|
27H
|
Penaklukan Tarablusi dan Afrika
|
Utsman bin Affan
|
28H
|
Penaklukan Cyprus
|
|
31H
|
Perang Dzatu Sawari
|
|
32H
|
Khurasan Kembali dilakukan
|
|
35H
|
Utsman wafat
|
|
36H
|
Perang Jamal
|
Ali bin Abi Thalib
|
37H
|
Perang Siffin dan Tahkim
|
|
38H
|
Perang Nahawand
|
|
41H
|
Ali bin Abi Thalib wafat
|
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Khalifah adalah pemimpin yang diangkat
sesudah nabi wafat yang menggantikan beliau melanjutkan tugas-tugas sebagai
pemimpin agama dan kepala pemerintahan. Dalam sejarah Islam dikenal ada 4 orang
pengganti nabi pertama para pemimpin yang adil dan jujur yang biasa
disebut “Khulafaur Rasyidin”.
Nama lengkapnya Abu Bakar ialah
Abdullah bin Abi Quhafa at-Tamimi. ia termasuk salah seorang sahabat utama.
Karena beliau adalah orang yang paling awal memeluk Islam. di beri gelar as
shidiq oleh nabi karena i membenarkan nabi dalam berbagai peristiwa terutama
isra dan mi’raj. Abu Bakar menjadi khalifah hanya 2 tahun. Masa sesingkat itu
ia habiskan untuk menyelesaikan persoalan dalam negeri terutama tantangan yang
ditimbulkan oleh suku-suku bangsa Arab yang tidak mau tunduk lagi kepada
pemerintah Madinah.
Umar bernama lengkap Umar Ibn
Khattab Ibn Nuffal keturunan Abdul Uzza al-Quraisi dari suku Adiy salah satu
suku yang terpandang mulia. Sebelum Abu Bakar meninggal dunia, ia telah
menunjuk Umar Bin Khattab menjadi penerusnya, kebijaksanaan Abu Bakar tersebut
ternyata diterima masyarakat yang segera membaiat Umar. Di zaman Umar gelombang
ekspansi (perluasan daerah kekuasaan) ibu kota Syria, Damaskus, jatuh tahun 635
M dan setahun kemudian setelah tentara Byzantium kalah dipertempuran Yarmuk.
Khalifah Umar juga meletakkan
prinsip-prinsip demokratis dalam pemerintahannya. Masa jabatannya berakhir
dengan kematian. Dia dibunuh oleh seorang budak dari Persia bernama Feros atau
Abu Lu’luah.
Nama lengkap Utsman ialah Utsman ibn
Affan Ibn Addil as Ibn Umayah dari Puak Quraisy. Ia memeluk Islam karena ajakan
Abu Bakar ia menjadi salah seorang sahabat dekat nabi saw. Karya besar Utsman
lainnya dipersembahkan kepada umat Islam ialah susunan kitab suci Al-Qur’an.
Kelemahan dan nepotisme telah membuka kepada puncak kebencian rakyat sehingga
meletus pertikaian di kalangan umat Islam. Meskipun demikian, Utsman berjasa
membangun bendungan dan mengatur pembagian air ke kota-kota. Dia juga membangun
jalan-jalan jembatan-jembatan, masjid dan memperluas masjid di Madinah.
Ali adalah putra Abi Thalib
Ibn Abdul Mutaib. Ia adalah sepupu nabi saw ia telah masuk Islam dalam waktu
yang masih berada pada umur sangat muda. ia menemani nabi dalam perjuangan
menegakkan Islam dan ia diambil menantu oleh nabi saw. Khalifah Ali tampil menggantikan
Utsman setelah pembunuhan Utsman, beliau menerima sumpah setia (baiat) dari
sejumlah kaum muslimin. Meskipun ada beberapa sahabat yang tidak menyokong
kekhalifahan.
Yang pertama dilakukan oleh Ali
ialah menghidupkan cita-cita Abu Bakar dan Umar. Menarik kembali, semua tanah
dan hibah yang telah dibagian oleh Utsman kepada kaum kerabatnya ke dalam
kepemilikan negara.
B. Saran
Sejarah
peradaban islam pada masa Khulafaur Rasyisidin merupakan sejarah yang sangat
besar pengaruhnya baik didunia islam dan lain sebagainya. Oleh karena itu kita
perlu mengerti sejarah ini untuk mengambil hikmah-hikmah dan sifat-sifat
keteladanan dari Khulafaur Rasyididin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar