BAB I
PENDAHULUAN
1.
Latar
belakang
Indonesia memiliki jumlah penduduk sebesar 225 juta jiwa, menjadikan negara ini
negara dengan penduduk terpadat ke-4 di dunia. Masalah ketenagakerjaan di Indonesia sekarang ini sudah mencapai kondisi
yang cukup memprihatinkan ditandai dengan jumlah penganggur dan setengah
penganggur yang besar, pendapatan yang relatif rendah dan kurang merata.
Sebuah negara
tidak akan pernah bisa lepas dari berbagai permasalahan yang berhubungan dengan
warga negaranya. Terlebih pada negara - negara yang memiliki jumlah penduduk
yang tinggi seperti Indonesia.Masalah ketenagakerjaan, pengangguran, dan
kemiskinan Indonesia sudah menjadi masalah pokok bangsa ini dan membutuhkan
penanganan segera supaya tidak semakin membelit dan menghalangi langkah Indonesia
untuk menjadi mengara yang lebih maju.
Kondisi
pengangguran dan setengah pengangguran yang tinggi merupakan pemborosan sumber
daya dan potensi yang ada, menjadi beban keluarga dan masyarakat, sumber utama
kemiskinan, dapat mendorong peningkatan keresahan sosial dan kriminal; dan
dapat menghambat pembangunan dalam jangka panjang.
Permasalahan pengangguran dan setengah
pengguran ini merupakan persoalan serius karena dapat menyebabkan tingkat
pendapatan Nasional dan tingkat kemakmuran masyarakat tidak mencapai potensi
maksimal.Untuk itu perlu adanya upaya untuk menanggulangi masalah
ketenagakerjaan yang berkaitan dengan banyaknya jumlah pengangguran.
2.
Rumusan
masalah
Adapun rumusan masalah yang akan
kami paparkan dalam makalah kami yang berjudul “Kesempatan Kerja Di Kota”
diantaranya adala sebagai berikut :
a.
Menjelaskan
Apa penegrtian kesempatan kerja ?
b.
Menjelaskan
beberapa golongan kesempatan kerja ?
c.
Menjelaskan
bagaimana golongan kesempatan kerja ?
d.
Bagaimana
strategi peningkatan kesempatan kerja ?
e.
Bagaimana
perbedaan jenis pekerjaan di desa dan di kota ?
f.
Bagaimana
upaya pemerintah dalam penciptaan dan perluasan kesempatan kerja di Indonesia ?
3.
Tujuan
Agar penulis
mengerti dan memahami bagaimana kesempatan kerja di kota dan menambah wawasan
penulis maupun yang membacanya.
BAB II
PEMBAHASAN
1.
Pengerian
Kesempatan Kerja
Tersedianya lapangan/kesempatan kerja baru untuk mengatasi peningkatan
penawaran tenaga kerja merupakan salah satu target yang harus dicapai dalam pembangunan
ekonomi daerah. Upaya tersebut dapat diwujudkan melalui peningkatan pertumbuhan
ekonomi khususnya investasi langsung (direct investment) pada sektor-sektor
yang bersifat padat karya, seperti konstruksi, infrastruktur maupun industri
pengolahan. Sementara pada sektor jasa, misalnya melalui perdagangan maupun
pariwisata. Tenaga kerja adalah orang yang siap masuk dalam pasar kerja sesuai
dengan upah yang ditawarkan oleh penyedia pekerjaan. Jumlah tenaga kerja
dihitung dari penduduk usia produktif (umur 15 thn–65 thn) yang masuk kategori
angkatan kerja (labourforce).
Kondisi di negara berkembang pada umumnya memiliki tingkat pengangguran
yang jauh lebih tinggi dari angka resmi yang dikeluarkan oleh pemerintah. Hal
ini terjadi karena ukuran sektor informal masih cukup besar sebagai salah satu
lapangan nafkah bagi tenaga kerja tidak terdidik. Sektor informal tersebut
dianggap sebagai katup pengaman bagi pengangguran.
Angka resmi tingkat pengangguran umumnya menggunakan indikator pengangguran
terbuka, yaitu jumlah angkatan kerja yang secara sungguh-sungguh tidak bekerja
sama sekali dan sedang mencari kerja pada saat survei dilakukan. Sementara yang
setengah pengangguran dan penganggur terselubung tidak dihitung dalam angka
pengangguran terbuka, karena mereka masih menggunakan waktu produktifnya selama
seminggu untuk bekerja meskipun tidak sampai 35 jam penuh.
Sumber data ketenagakerjaan seperti instansi
yang bertanggung jawab dibidang ketenagakerjaan yang berada di daerah baik
Propinsi maupun Kabupaten/Kota tidak pernah lagi mau mengirim data dan
informasi ke pusat .Kondisi ini telah mempengaruhi keberadaan data dan
informasi ketenagakerjaan, yang pada akhirnya data dan informasi
ketenagakerjaan yang dipergunakan saat ini masih bertumpu pada data dan informasi
ketenagakerjaan yang bersifat makro. Data dan informasi ketenagakerjaan makro
tersebut, sampai saat ini belum mampu untuk menjawab berbagai tantangan dan
masalah ketenaga-kerjaan yang dihadapi.
Kesempatan kerja merupakan hubungan antara angkatan
kerja dengan kemampuan penyerapan tenaga kerja. Pertambahan angkatan kerja
harus diimbangi dengan investasi yang dapat menciptakan kesempatan kerja.
Dengan demikian, dapat menyerap pertambahan angkatan kerja.
Dalam ilmu ekonomi, kesempatan kerja berarti peluang atau keadaan
yang menunjukkan tersedianya lapangan pekerjaan sehingga semua orang yang
bersedia dan sanggup bekerja dalam proses produksi dapat memperoleh pekerjaan
sesuai dengan keahlian, keterampilan dan bakatnya masing-masing. Kesempatan
Kerja (demand for labour) adalah suatu keadaan yang
menggambarkan/ketersediaan pekerjaan (lapangan kerja untuk diisi oleh para
pencari kerja). Dengan demikian kesempatan kerja dapat diartikan sebagai
permintaan atas tenaga kerja.
Kesempatan kerja secara umum diartikan sebagai suatu keadaan yang mencerminkan
jumlah dari total angkatan kerja yang dapat diserap atau ikut secara aktif
dalam kegiatan perekonomian.Kesempatan
kerja adalah penduduk usia 15 tahun keatas yang bekerja atau disebut pula
pekerja.
2.
Golongan
Kesempatan Kerja
Kesempatan kerja apat dibedakan menjadi dua
golongan yaitu:
a.
Kesempatan kerja permanen
kesempatan kerja yang memungkinkan orang bekerja
secara terus-menerus sampai mereka pensiun atau tidak mampu lagi untuk bekerja.
Misalnya adalah orang yang bekerja pada instansi pemerintah atau swasta yang
memiliki jaminan sosial hingga hari tua dan tidak bekerja ditempat lain.
b.
Kesempatan kerja temporer
kesempatan kerja yang memungkinkan seseorang
bekerja dalam waktu yang relatif singkat, kemudian menganggur untuk menunggu
kesempatan kerja baru. Misalnya adalah orang yang bekerja sebagai pegawai lepas
pada perusahaan swata dimana pekerja mereka tergantung order.
3.
Model
Kesempatan Kerja
Model kesempatan kerja dapat dijelaskan dari dua sudut pandang, yaitu dari teori
klasik dan teori Keynes. Teori klasik mengemukakan pandangan mereka mengenai
kesempatan kerja, yaitu bahwa tingkat output dan harga keseimbangan hanya bisa
dicapai kalau perekonomian berada pada tingkat kesempatan kerja penuh (full
employment). Sementara, keseimbangan dengan tingkat kesempatan kerja penuh
(equilibrium with full employment) hanya bisa dicapai melalui bekerjanya
mekanisme pasar bebas. Jadi, adanya mekanisme pasar yang bekerja secara bebas
tanpa campur tangan pemerintah itu merupakan necessary condition bagi
tercapainya keseimbangan dengan kesempatan kerja penuh. Keseimbangan dengan kesempatan
kerja penuh tersebut menurut kaum klasik merupakan kondisi yang ideal atau
normal dari suatu perekonomian. Jika sampai terjadi pengangguran di dalam
perekonomian, maka hal tersebut hanyalah gejala atau fenomena yang bersifat
sementara, bahwa dalam jangka panjang akan hilang dengan sendirinya melalui
bekerjanya secara bebas mekanisme pasar.
Dalam pandangan klasik, perekonomian tidak akan kekurangan permintaan agregat,
yang berarti segala barang yang diproduksikan akan dapat dijual, sedangkan
tingkat produksi nasional dan kegiatan ekonomi ditentukan oleh faktor produksi
yang digunakan. Atas dasar tersebut jumlah produksi sebagai dasar untuk
menentukan kesempatan kerja. Fungsi produksi yaitu suatu fungsi yang
menggambarkan hubungan antara jumlah produksi yang akan dihasilkan dengan
jumlah faktor produksi yang digunakan dalam suatu proses produksi.
Masih dalam pandangan klasik, tingkat harga dan upah di dalam perekonomian
dianggap cukup fleksibel, artinya harga-harga barang dan upah tenaga kerja
sewaktu-waktu dengan cepat disesuaikan. Adanya fleksibilitas tingkat harga dan
upah inilah menurut kaum klasik yang menjamin selalu tercapainya
keseimbangan dengan kesempatan kerja penuh di dalam perekonomian. Oleh karena
itu, menurut pandangan klasik, yang langsung menentukan volume employment
dan output bukanlah tingkat harga tetapi struktur intern dari harga. Tegasnya
keputusan produsen mengenai output dan employment adalah tergantung pada
hubungan antara ongkosnya (upah) dan harga yang dibayar oleh pembeli outputnya.
Setiap penjual menghasilkan output sampai pada tingkat ongkos marginalnya sama
dengan harga yang sudah tertentu dan produsen akan mempekerjakan tenaga kerja
sampai pada titik di mana produk marginal sama dengan upah riil yaitu upah uang
yang dinilai menurut tingkat harga output.
Sementara dari sisi penawaran, individu pekerja di pandang menganut prinsip
maksimisasi kepuasan. Mereka akan mempertimbangkan penggunaan waktu mereka
antara bekerja atau santai. Meningkatnya upah identik dengan meningkatnya harga
santai, sebagaimana hukum permintaan bahwa kenaikan harga suatu barang atau
faktor akan cenderung menurunkan jumlah barang atau faktor yang diminta, akan
banyak jasa pekerja yang ditawarkan pada tingkat upah tinggi.
Sedangkan kesempatan kerja menurut pandangan Keynes, berbeda dengan klasik.
Menurut Keynes, kegiatan perekonomian tergantung pada segi permintaan, yaitu
tergantung kepada perbelanjaan atau pengeluaran agregat yang dilakukan
perekonomian pada suatu waktu tertentu. Diartikan dengan pengeluaran agregat
adalah pengeluaran yang dilakukan untuk membeli barang dan jasa yang dihasilkan
oleh sesuatu perekonomian dalam suatu periode tertentu, dan hanya bisa diukur
untuk suatu tahun tertentu.
Semakin besar perbelanjaan agregat (permintaan agregat) yang dilakukan
dalam perekonomian, semakin tinggi tingkat kegiatan ekonomi dan kesempatan
kerja yang dicapai. Permintaan agregat yang wujudnya tidak selalu mencapai
tingkat permintaan yang diperlukan untuk mencapai tingkat kesempatan kerja
penuh. Oleh sebab itu, pengangguran akan selalu berlaku. Untuk mengatasinya,
pemerintah perlu memengaruhi permintaan agregat, yang dilakukan dengan
menjalankan kebijakan fiskal dan kebijakan moneter.
Dalam hal ini, diasumsikan bahwa terdapat hubungan antara output nasional
dan kesempatan kerja nasional. Apabila pertumbuhan ekonomi mengalami
kenaikan maka kesempatan kerja mengalami kenaikan. Sebaliknya, pertumbuhan
ekonomi mengalami penurunan maka kesempatan kerja pun akan mengalami penurunan.
Pandangan mainstream economyterhadap permintaan
tenaga kerja adalah sebagaimana permintaan terhadap faktor produksinya,
dianggap sebagai permintaan turunan (derived demand), yaitu penurunan dari
fungsi perusahaan. Meskipun fungsi perusahaan cukup bervariasi, meliputi
memaksimumkan keuntungan, memaksimumkan penjualan atau perilaku untuk
memberikan kepuasan kepada konsumen, namun maksimisasi keuntungan sering
dijadikan dasar analisis dalam menentukan penggunaan tenaga kerja.
Dengan pertimbangan tersebut (maksimisasi keuntungan), dan dengan asumsi
perusaha beroperasi dalam sistem pasar persaingan, maka perusahaan cenderung
untuk mempekerjakan tenaga kerja dengan tingkat upah sama dengan nilai produk
marginal tenaga kerja (ValueMarginal Product of Labor, VMPL) VMPL
menunjukkan tingkat upah maskimum yang mau dibayarkan oleh perusahaan agar
keuntungan perusahaan maksimum.
Analisis tradisional terhadap penawaran tenaga kerja sering didasarkan atas
mengalokasikan waktunya, yaitu antara waktu kerja dan waktu nonkerja, dalam hal
ini meliputi segala kegiatan yang tidak mendatangkan pendapatan secara
langsung, seperti istirahat, merawat anak-anak, bersekolah, dan sebagainya.
Pilihan tenaga kerja dalam mengalokasikan waktu dari dua jenis kegiatan ini
yang akan menempatkan berapa tingkat imbalan (upah) yang diharapkan oleh tenaga
kerja. Preferensi subjektif seseorang yang akan menentukan berapa besar jam
kerja optimal yang ditawarkan dan tingkat upah yang diharapkan.
4.
Strategi
Peningkatan Kesempatan Kerja
Sebagai strategi peningkatan kesempatan kerja yang
diperlukan antara lain :
1.
Dari sisi persediaan tenaga kerja :
a.
Pengendalian jumlah penduduk dalam jangka panjang
masih perlu dipertahankan.
b. Pengendalian
angkatan kerja dalam jangka pendek melalui peningkatan pendidikan yaitu
dibedakan atas peningkatan kuantitas pendidikan (perluasan fasilitas
pendidikan, peningkatan kondisi perekonomian keluarga yang mencegah angka putus
sekolah dan peningkatan usia sekolah/wajib belajar 9 tahun) serta peningkatan
kualitas pendidikan dan produktivitas tenaga kerja.
c.
Pemerataan pembangunan infrastruktur secara merata
sehingga dapat mencegah migrasi desa-kota.
2.
Dari sisi kebutuhan tenaga kerja
a.
Perluasan dan penciptaan kesempatan
kerja melalui kebijakan makro (seperti penyederhanaan mekanisme
investasi, pengembangan sistem pajak yang ramah pengembangan usaha, sistem
kredit yang menggerakkan sektor riil), kebijakan regional (melalui
pengalokasian anggaran untuk pembangunan infrastruktur yang menyerap tenaga
kerja), kebijakansektoral ( di sektor pertanian dapat dilakukan melaluipenguatan
kelembagaan (koperasi), membentuk kelompok yang terdiri dari beberapa usaha
kecil (UKM) dalam pengolahan hasil pertanian, perbaikan teknik usaha tani,
hingga pengembangan sistem pengemasan sesuai dengan kebutuhan pasar di luar
komunitas, sedangkan di sektor industri melalui penyederhanaan mekanisme
investasi, penataan sistem keamanan yang lebih baik, melakukan promosi peluang
investasi daerah serta di sektor lainnya melalui sistem regulasi dan perizinan
usaha yang lebih sederhana) dan kebijakan khusus (usaha kerajinan dan makanan
bagi wanita di perdesaan, TKMT (Tenaga Kerja Muda Terdidik) yaitu program
perluasan kesempatan kerja bagi lulusan SLTA ke perdesaan.
b.
Pengembangan sistem link and match dan informasi kerja.
5.
Perbedaan
Jenis Pekerjaan Di Desa Dan Di Kota
Mata
Pencaharian merupakan aktivitas manusia untuk memperoleh taraf hidup yang layak
dimana antara daerah yang satu dengan daerah lainnya berbeda sesuai dengan
taraf kemampuan penduduk dan keadaan demografinya. Begitupun dengan aktivitas
mata pemcaharian di desa dan di kota yang berbeda. Masyarakat pedesaan dan
perkotaan bukanlah dua komonitas yang terpisah sama sekali satu sama lain.
Bahkan dalam keadaan yang wajar diantara keduanya terdapat hubungan yang erat
serta bersifat ketergantungan, karena diantara mereka saling membutuhkan. Kota
bergantung dalam memenuhi kebutuhan warganya akan bahan pangan seperti beras,
sayur mayur, daging dan ikan. Sedangkan Desa juga merupakan sumber tenaga kasar
bagi jenis-jenis pekerjaan tertentu dikota. Misalnya saja buruh bangunan,
petugas kebersihan dsb. Di desa pembagian kerjanya tidak mempunyai batas-batas
kerja yang nyata dan cenderung homogen jenis matapencahariannya sedangkan di
Kota pembagian kerjanya memiliki batas-batas yang nyata serta cenderung beragam
jenis pekerjaannya.
Judul : Foto Petani Bawang merah
Waktu : Sabtu, 06 Oktober 2012 jam 9:46
Lokasi : Desa Jatitujuh-Majalengka
Deskripsi:
Petani merupakan matapencaharian di Desa yang sangat bergantung pada alam
seperti terhadap iklim, topografi, kesuburan tanah. disebut pula Paham
Determinis (Alam mempengaruhi manusia). Petani tersebut merupakan tenaga kerja
terlatih yaitu tenaga kerja yang memiliki keahlian dalam bidang tertentu yang
didapat melalui pengalaman kerja dengan cara melakukannya berulang-ulang sampai
menguasai pekerjaan tersebut.
Relevansi:
Memberikan Pengetahuan jenis pekerjaan di Desa berdasarkan keahlian dan
kesesuian lingkungannya.
Judul : Foto Petugas Kesehatan “Dokter”
Waktu : Kamis, 01 November 2012 jam 10:09
Lokasi : Poliklinik Universitas Pendidikan
Indonesia Bandung
Deskripi
: Dokter merupakan petugas kesehatan di Rumah sakit yang ada di kota. Serta
merupakan Tenaga kerja terdidik yaitu tenaga kerja yang mendapatkan suatu
keahlian pada suatu bidang karena telah menempuh pendidikan formal biasanya
penampilanya rapih dan memiliki gengsi yang tinggi.
Relevansi
: Memberikan Pengetahuan jenis pekerjaan di Kota berdasarkan keahliannya dan
cara memperoleh gelar profesi tersebut.
Judul :
Foto Tukang Kebun
Waktu :
Jumat, 01 November 2012 jam 10:04
Lokasi :
Taman Samping Lab School UPI Bandung
Deskripsi
: Menggambarkan kurangnya sumber daya manusia yang produktif akibat kesenjangan
pendidikan, jenis pekerjaan tersebut merupakan tenaga kerja tidak terdidik dan
tidak terlatih yaitu tenaga kerja kasar yang hanya mengandalkan tenaga saja.
Relevansi:
Memberikan Pengetahuan jenis pekerjaan di Kota berdasarkan keahliannya yang
mengandalkan tenaga.
6.
Upaya
Pemerintah Dalam Penciptaan Dan Perluasan Kesempatan Kerja Di Indonesia
Dengan jumlah
pengangguran yang demikian besar dan terus meningkat, sebagian besar bekerja
pada lapangan kerja informal, sebagian besar memiliki tingkat pendidikan dan
berketerampilan rendah, serta umumnya masih berusia muda, maka kebijakan
ketenagakerjaan difokuskan kepada penciptaan pasar tenaga kerja yang lebih
luwes. Penciptaan pasar kerja yang lebih luwes akan mendorong perluasan
kesempatan kerja pada industri padat pekerja. Dengan besarnya jumlah angkatan
kerja di Indonesia, industri padat pekerja sangat dibutuhkan. Kebijakan pasar
kerja yang dibuat harus mempermudah orang untuk melakukan kegiatan ekonomi
termasuk kemudahan bagi tenaga kerja untuk dapat berpindah pekerjaan dari
pekerjaan yang kurang produktif ke pekerjaan yang lebih tinggi
produktivitasnya.
Memperhatikan kondisi permasalahan
ketenagakerjaan seperti tersebut di atas, maka arah kebijakan peningkatan iklim
ketenagakerjaan pada tahun 2007 ditujukan pada:
a.
Melanjutkan Kebijakan Penciptaan Pasar Kerja
yang Lebih Luwes
Kebijakan pasar
kerja yang lebih luwes telah mulai diupayakan sejak tahun 2005. Kebijakan ini
ditempuh agar tercipta kesempatan kerja di lapangan kerja formal
seluas-luasnya. Pemerintah terus berupaya untuk mendorong terciptanya pekerjaan
formal atau modern seluas-luasnya, dengan mempertimbangkan besarnya angkatan
kerja yang masih berusia muda, berpendidikan dan berketerampilan rendah.
Berkaitan dengan penciptaan pasar tenaga kerja yang luwes, berbagai aturan main
yang telah disempurnakan di antaranya mencakup aturan main tentang rekrutmen
dan outsourcing, pengupahan, dan PHK,
sudah menjadi salah satu agenda pemerintah dalam paket kebijakan perbaikan
iklim investasi. Penyempurnaan tersebut juga telah diupayakan melalui amandemen
Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Untuk itu, beberapa aturan
main yang telah disempurnakan dan disusun dengan baik harus dapat diterapkan.
Penyempurnaan
aturan main yang berkaitan dengan rekrutmen dan outsourcing dipertimbangkan dapat mengurangi hambatan penciptaan
dan perluasan kesempatan kerja. Pengalaman baik negara berkembang maupun negara
maju terhadap penggunaan pekerja outsourcing
dapat menjadi pembuka jalan untuk memasuki kesempatan yang lebih besar. Di
samping itu, penyempurnaan aturan main yang berkaitan dengan pengupahan dapat
dilanjutkan dan dikembangkan. Kriteria kenaikan upah minimum hendaknya
mencerminkan berbagai tujuan yang lebih luas seperti penciptaan lapangan kerja,
peningkatan produktivitas, kondisi makro ekonomi, dan perlindungan pendapatan
bagi kelompok pekerja berupah rendah. Upah minimum harus dikembalikan fungsinya
untuk melindungi pekerja dengan upah terendah di lapangan kerja modern.
Selanjutnya
penyempurnaan aturan main yang berkaitan dengan PHK, khususnya pemberian
pesangon, telah diupayakan agar dapat diterima semua pihak. Pemberian pesangon
ini telah memperhitungkan berbagai aspek agar di satu pihak tidak memberatkan
pengusaha, dan di lain pihak pekerja juga memperoleh pesangon yang memadai.
b.
Melanjutkan Upaya Penyempurnaan Hubungan
Industrial
Langkah-langkah
pemerintah yang telah dilakukan pada tahun 2006 dalam rangka menyempurnakan
hubungan industrial terus dilanjutkan dan ditingkatkan. Undang-Undang No. 2
Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial (PPHI) telah
mulai diberlakukan pada tanggal 14 Januari 2006. Tujuan undang-undang tersebut
adalah untuk mewujudkan proses penyelesaian perselisihan hubungan industrial
yang cepat, tepat, adil, dan murah.
Dalam
mewujudkan pelaksanaan hubungan industrial yang harmonis, peran dan fungsi
pemerintah adalah melaksanakan pengawasan terhadap pelaksanaan peraturan
perundang-undangan hubungan industrial. Untuk melaksanakan pengawasan atas
pelaksanaan peraturan perundang-undangan tersebut diperlukan petugas pengawas.
Sejalan dengan itu, kuantitas dan kualitas tenaga pengawas sebagai bagian dari
pengembangan sumberdaya manusia perlu ditingkatkan. Petugas pengawas ini sangat
dibutuhkan untuk mengisi kekurangan petugas pengawas ketenagakerjaan yang masih
terbatas.
Dalam rangka
memperlancar penyelesaian perselisihan hubungan industrial, peran pemerintah
sangat diperlukan untuk mendorong pihak-pihak yang berselisih agar semaksimal
mungkin memilih jalur penyelesaian bipartit, yaitu melalui negosiasi langsung
antara serikat pekerja dengan pengusaha. Jalur ini merupakan jalur yang paling
efektif, relatif cepat dan tidak memerlukan biaya. Dengan demikian penerapan
Undang-Undang PPHI memerlukan aturan main yang adil agar dalam pelaksanaan
negosiasi terjadi keseimbangan dan kesetaraan antara pihak-pihak yang
berselisih.
Kelancaran
proses penyelesaian melalui bipartit sangat bergantung pada itikad baik dari
masing-masing pihak yang berselisih. Untuk memperlancar dan memudahkan proses
perundingan dengan itikad baik (code of good faith) serta untuk
keseimbangan dan kesetaraan antarpihak yang berselisih diperlukan suatu aturan
main yang jelas dan adil. Aturan main tersebut menetapkan pedoman mengenai
bagaimana pihak yang berselisih dapat berinteraksi satu sama lain secara jujur
dan terbuka dengan tata laku beritikad baik.
c.
Menyempurnakan Berbagai Upaya Untuk
Meningkatkan Kualitas Tenaga Kerja
Peranan
pendidikan dan pelatihan kerja memiliki arti penting dalam memenuhi tuntutan
kebutuhan tenaga terampil dalam berbagai jenis pekerjaan. Selain itu,
pendidikan dan pelatihan kerja harus mampu menambah pengetahuan dan memberi
kesempatan kerja yang lebih luas bagi tenaga kerja yang dihasilkan Sesuai
dengan peranan ini, pendidikan dan pelatihan kerja harus dapat menghasilkan
tenaga yang mampu mengembangkan potensi masyarakat untuk dapat menghasilkan
barang dan jasa yang berguna termasuk cara-cara memasarkannya. Kemampuan ini
amat penting untuk memperluas lapangan kerja dan lapangan usaha. Dalam kaitan
ini, sumberdaya manusia dikembangkan sesuai dengan bakat, minat, dan kemampuan.
Berbagai upaya untuk meningkatkan kualitas tenaga kerja dilakukan melalui
penyempurnaan penyelenggaraan pelatihan tenaga kerja agar kualifikasi dan
kompetensi tenaga kerja yang dihasilkan sesuai dengan kebutuhan pemberi kerja (demand driven). Peran dan fungsi BLK
juga terus ditingkatkan agar BLK mampu menyelenggarakan pelatihan berbasis
kompetensi sehingga pada akhirnya kinerja BLK pun meningkat. Nantinya, para
lulusan BLK pun diharapkan akan berkualitas dan berkompetensi tinggi sesuai
dengan kebutuhan pengguna tenaga kerja. Di samping itu, peningkatan kualitas
tenaga kerja juga menjadi tanggung jawab pemberi kerja termasuk masyarakat.
Dengan demikian Pemerintah mendorong terselenggaranya pelatihan di
perusahaan-perusahaan yang didukung oleh pendanaan pelatihan dari, oleh, dan
untuk perusahaan/masyarakat.
Tuntutan akan
kualitas tenaga kerja menjadi semakin mendesak. Peran dan fungsi pendidikan dan
pelatihan kerja berbasis kompetensi (competency
based training) menjadi langkah penting dan strategis untuk terus menerus
diupayakan dan dikembangkan. Dengan dikembangkannya pendidikan dan pelatihan
kerja berbasis kompetensi, maka lulusan/tamatan pendidikan dan pelatihan kerja
dapat mengikuti uji kompetensi dalam rangka mendapatkan sertifikasi kompetensi.
Pemberian sertifikat kompetensi melalui uji kompetensi dilaksanakan oleh
lembaga sertifikasi profesi (LSP) yang telah mendapat lisensi dari badan
nasional sertifikasi profesi (BNSP) sesuai dengan Peraturan Pemerintah (PP) No.
23 Tahun 2004.
d.
Menyiapkan Peraturan Perundang-undangan yang
Mengatur Tentang Kerangka Kualifikasi Nasional
Untuk
memecahkan masalah kesenjangan antara sertifikasi kompetensi tenaga kerja di
bidang pendidikan dan pelatihan diperlukan kesepakatan nasional yang dituangkan
dalam peraturan perundang-undangan tentang Kerangka Kualifikasi Nasional (National Qualification Framework).
Kerangka kualifikasi nasional adalah suatu kerangka kerja (framework) dari sistem sertifikasi yang dapat menyandingkan dan
mengintegrasikan sistem sertifikasi bidang pendidikan dan sistem sertifikasi
bidang pelatihan dalam rangka pemberian pengakuan terhadap kompetensi tenaga
kerja. Kerangka Kualifikasi Nasional dimaksudkan untuk memberi alternatif bagi
tenaga kerja melakukan perpindahan dari jalur pendidikan umum ke jalur
pelatihan dan sebaliknya. Untuk mewujudkannya perlu dikembangkan program
penyesuaian (bridging program)
sebagai bagian dari Kerangka Kualifikasi Nasional. Melalui program penyesuaian
ini memungkinkan seseorang untuk berpindah dari jalur pelatihan ke jalur
pendidikan dengan memperhitungkan kompetensi yang telah dimiliki melalui testing system yang ketat. Pemenuhan
Kerangka Kualifikasi Nasional merupakan pengakuan nasional atas luaran
pendidikan dan pelatihan. Banyaknya jenis sertifikasi dan kualifikasi yang
berkembang di berbagai sektor saat ini menimbulkan kesulitan dalam menetapkan
dan mendapatkan pengakuan nasional. Untuk itu diperlukan acuan yang dirumuskan
dan ditetapkan bersama oleh semua pemangku kepentingan atau pihak terkait
sehingga diakui, diterima dan dilaksanakan oleh semua pihak. Kerangka
Kualifikasi Nasional sangat bermanfaat untuk digunakan dalam rangka membangun
sistem perencanaan dan pengembangan karier, dengan mengkorelasikan kualifikasi
yang dimiliki seseorang dengan rencana pengisian jabatan dan jenjang kariernya.
e.
Melanjutkan Penyempurnaan Mekanisme Penempatan
dan Perlindungan Tenaga Kerja ke Luar Negeri
Upaya yang
telah ditempuh oleh pemerintah pada tahun 2006 dalam rangka menyempurnakan
penempatan dan perlindungan tenaga kerja ke luar negeri terus dilanjutkan. Pembenahan
dalam mekanisme penempatan yang dimulai dari rekrutmen sampai pemulangan
kembali menjadi langkah-langkah yang diutamakan pada tahun 2007. Di samping
itu, perlindungan TKI untuk menjamin tetap terpenuhinya hak-haknya bekerja di
luar negeri juga menjadi perhatian sungguh-sungguh. Pemerintah juga akan
memfasilitasi kesenjangan informasi yang terjadi antara negara penerima TKI
dengan para TKI itu sendiri. Pemberian fasilitas ini didukung pula dengan
penyebarluasan informasi pasar kerja di luar negeri yang mudah dijangkau,
diakses, dan diketahui oleh masyarakat luas. Kerjasama dan koordinasi lintas
sektoral termasuk dengan pemerintah daerah (propinsi/kabupaten/kota) terus
ditingkatkan agar terhindar terjadinya penempatan TKI ilegal dan terhindar dari
berbagai pungutan liar, baik saat pemberangkatan maupun kepulangan TKI ke tanah
air. Di samping itu, pemerintah juga akan berupaya memberikan berbagai macam
advokasi kepada para TKI yang mengalami masalah hubungan kerja di luar negeri.
Kerjasama bilateral dengan pemerintah penerima TKI di luar negeri juga terus
ditingkatkan dan dikembangkan ke arah kerjasama yang saling pengertian dan
menguntungkan kedua belah pihak.
f.
Melanjutkan Penyempurnaan Berbagai Upaya
Penciptaan Kesempatan Kerja yang Dilakukan oleh Pemerintah
Pemerintah
akan terus berupaya menyempurnakan dan mengkonsolidasikan program-program
penciptaan kesempatan kerja. Program-program ini diarahkan untuk mengatasi
masalah pengangguran, setengah penganggur, dan masalah kemiskinan sementara (transient poverty). Sasaran pemanfaat
program ini adalah penduduk miskin atau hampir-miskin (near poor) yang untuk sementara waktu sedang menganggur atau
setengah menganggur dan mempunyai penghasilan yang sangat rendah dan tidak
menentu. Melalui program ini mereka dapat berpartisipasi dalam kegiatan yang
memberikan penghasilan (income generating).
Skema program ini didasarkan kepada keinginan pemerintah untuk memberikan
pekerjaan bagi mereka yang tidak mempunyai pekerjaan atau mempunyai pekerjaan
tetapi berpendapatan sangat rendah dan rentan untuk jatuh ke bawah garis
kemiskinan akibat bencana alam atau gejolak ekonomi (sebagai jaring pengaman
sosial). Lapangan pekerjaan dalam skema ini adalah pekerjaan manual tanpa
keterampilan (unskilled) di bidang
pembangunan prasarana seperti jalan, jembatan, fasilitas air bersih, fasilitas
sanitasi, dan lain-lain.
Program
ini dilaksanakan dengan menerapkan prinsip-prinsip akuntabilitas dan melibatkan
masyarakat dalam penetapan kelompok sasaran, jumlah, jenis, dan lokasi
kegiatan. Upah yang diberikan dirancang berada di bawah upah minimum yang
berlaku di daerah lokasi kegiatan untuk menjamin tercapainya sasaran penduduk
miskin sebagai pemanfaat program. Agar program ini dapat berkelanjutan, program
ini harus dapat dilestarikan dan dikembangkan oleh masyarakat sendiri.
Mekanisme sistem penyaluran dana dan pengelolaannya akan dilakukan secara
transparan, dan secara teknis dan administrasi kegiatan ini harus dapat
dipertanggungjawabkan.
Selain itu,
penyebarluasan informasi pasar kerja dan bursa kerja yang telah dilakukan pada
tahun 2006 terus ditingkatkan kuantitas dan kualitasnya pada tahun 2007.
Cakupan kegiatan informasi pasar kerja dan bursa kerja yang biasanya
dilaksanakan di daerah perkotaan sudah selayaknya dapat pula dilakukan di
daerah perdesaan dengan memperhatikan kondisi dan daya dukung yang dimiliki.
Peran
Pemerintah dalam pelaksanaan program antara lain :
1.
memfasilitasi pengembangan bursa kerja swasta.
2.
mengembangkan infrastruktur pelayanan umum
dalam rangka penyediaan informasi pasar kerja.
3.
merumuskan sistem, mekanisme dan prosedur
penempatan tenaga kerja di dalam negeri dan luar negeri.
4.
memperkuat koordinasi dalam melakukan kerjasama
antara lembaga bursa kerja dengan industri/perusahaan.
5.
memantau dinamika pasar kerja dan mengendalikan
melalui berbagai intervensi yang harus dilakukan oleh pemerintah.
BAB III
PENUTUP
1.
Kesimpulan
Kondisi
ketenagakerjaan di indonesia amatlah kurang dari harapan. Banyaknya jumlah
pengangguran yang terjadi di Indonesia diakibatkan oleh kurangnya peningkatan
terhadap mutu tenaga kerja sehingga mereka tidak mempunyai skill atau
keterampilan yang dibutuhkan oleh lapangan kerja. Adapun cara yang dapat
dilakukan yaitu dengan cara latihan kerja, pemagangan dan perbaikan gizi.
Pemerintah
dalam rangka mewujudkan penghasilan yang layak bagi pekerja, perlu menetapkan
upah minimum. Penetapan upah minimum itu antara lain dilakukan dengan
mempertimbangkan peningkatan kesejahteraan pekerja, tanpa mengabaikan
peningkatan produktivitas dan kemajuan perusahaan serta perkembangan
perekonomian pada umumnya.
Aapun cara untuk mengatasi masalah
ketenagakerjaan di Indonesia dapat melalui investasi, perbaikan daya saing,
peningkatan fleksibilitas tenaga kerja, peningkatan keahlian pekerja dan yang
paling penting adalah terlaksananya hukum ketenagakerjaan yang berlaku.
2.
Saran
Pemerintah
harus memperhatikan kondisi tenaga kerja baik dari peningkatan mutu tenaga
kerja maupun dari sistem upah dan hukum ketenagakerjaan yang berlaku.Untuk
tenaga kerja harus mengasah keterampilan agar mudah mendapatkan pekerjaan yang
sesuai dengan bakat dan kemampuan.
Penulis menyadari kekeliruan di dalam
penulisan, untuk itu penulis meminta maaf dan berharap makalah ini dapat
bermanfaat.
DAFTAR PUSTAKA
Badan Pusat Statistik Sumatera Barat
http://hqsa.blogspot.com/2012/04/contoh-makalah-ketenagakerjaan.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar