SELAMAT DATANG DI BLOG SAYA / SEMOGA BERMANFAAT / JANGAN LUPA SHOLAT, BACA QUR'AN, SEDEKAH DAN SOLAWATAN

Sabtu, 10 Januari 2015

FAKTOR YANG MELATARBELAKANGI PENDIDIKAN MUHAMMADIYAH "AIK V"

FAKTOR YANG MELATARBELAKANGI PENDIDIKAN MUHAMMADIYAH
1.      Faktor Internal
a.      Kelemahan dan praktek ajaran Islam.
Kelemahan praktek ajaran agama Islam dapat dijelaskan melalui dua bentuk.
·         Tradisionalisme
Pemahaman dan praktek Islam tradisionalisme ini ditandai dengan pengukuhan yang kuat terhadap khasanah intelektual Islam masa lalu dan menutup kemungkinan untuk melakukan ijtihad dan pembaharuan – pembaharuan dalam bidang agama.  Paham dan praktek agama seperti ini mempersulit agenda umat untuk dapat beradaptasi dengan perkembangan baru yang banyak datang dari luar(barat).  Tidak jarang, kegagalan dalam melakukan adaptasi itu termanifestasikan dalam bentuk – bentuk sikap penolakan terhadap perubahan dan kemudian berapologi terhadap kebenaran tradisional yang telah menjadi pengalaman hidup selama ini.
·         Sinkretisme
Pertemuan Islam dengan budaya lokal disanping telah memperkaya khasanah budaya Islam, pada sisi lainnya telah melahirkan format – format sinkretik, percampuradukkan antara sistem kepercayaan asli masyarakat – masyarakat budaya setempat.  Sebagai proses budaya, percampuradukkan budaya ini tidak dapat dihindari, namun kadang – kadang menimbulkan persoalan ketika percampuradukkan itu menyimpang dan tidak dapat dipertanggungjawabkan dalam tinjauan aqidah Islam.  Orang Jawa misalnya, meski secara formal mengaku sebagai muslim, namun kepercayaan terhadap agama asli mereka yang animistik tidak berubah.  Kepercayaan terhadap roh – roh halus, pemujaan arwah nenek moyang, takut pada yang angker, kuwalat dan sebagainya menyertai kepercayaan orang Jawa.  Islam, Hindu, Budha, dan animisme hadir secara bersama – sama dalam sistem kepercayaan mereka, yang dalam aqidah Islam banyak yang tidak dapat dipertanggung jawabkan secara Tauhid.
b.      Kelemahan Lembaga Pendidikan Islam
Lembaga pendidikan tradisional Islam, Pesantren, merupakan siste pendidikan Islam yang khas Indonesia.  Transformasi nilai – nilai keIslamaan ke dalam pemahaman dan kesadran umat secara institusional sangat berhutang budi pada lembaga ini.  Namun terdapat kelemahan dalam sistem pendidikan Pesantren yang menjadi kendala untuk mempersiapkan kader – kader umat Islam yang dapat tumbuh dan berkembang sesuai dengan zaman.  Salah satu kelemahan itu terletak pada mmateri pelajaran yang hanya mengajarkan pelajaran agama, seperti Bahasa Arab, Tafsir, Hadist, Ilmu Kalam, Tasawuf dan ilmu falak.  Pesantren tidak mengajarkan materi – materi pendidikan umum seperti ilmu hitung, biologi, kimia, fisika, ekonomi dan lain sebagainya, yang justru sangat diperlukan bagi umat Islam untuk memahami perkembangan zaman dan dalam rangka menunaikan tugas sebagai khalikfah di muka bumi.  Ketiadaan lembaga pendidikan yang mengajarkan kedua materi inilah yang menjadi salah satu latar belakang dan sebab kenapa K.H. Ahmad Dahlan mendirikan Muhammadiyah, yakni untuk melayani kebutuhan umat terhadap ilmu pengetahuan yang seimbang antara ilmu agama dan ilmu duniawi.

2.      Faktor Eksternal
a.      Kristenisasi
Faktor eksternal yang paling banyak mempengaruhi kelahiran Muhammadiyah adalah Kristenisasi, yakni kegiatan – kegiatan yang terprogram dan sistematis untuk mengubah agama penduduk asli, baik yang muslim maupun bukan, menjadi Kristen.  Kristenisasi ini mendapatkan peluang bahkan didukung sepenuhnya oleh pemerintah Kolonialisme Belanda.  Misi Kristen, baik Katholik maupun Protestan di Indonesia, memiliki dasar hukum yang kuat dalam Konstitusi Belanda.  Bahkan kegiatan – kegiatan Kristenisasi ini didukung dan dibantu dana – dana negara Belanda.  Efektifitas penyebaran agama Kristenisasi inilah yang terutama menggugah K.H. Ahmad Dahlan untuk membentengi umat Islam dari pemurtadan.
b.      Kolonialisme Belanda
Penjajahan Belanda telah membawa pengaruh yang sangat buruk bagi perkembangan Islam di wilayah Nusantara ini, baik secara sosial politik, ekonomi maupun kebudayaan.  Ditambah dengan praktek politik Islam Pemerintah Hindia Belanda yang secara sadar dan terencana ingin menjinakkan kekuatan Islam, semakin menyadarkan umat Islam untuk melakukan perlawanan.  Menyikapi hal ini, K.H. Ahmad Dahlan dengan mendirikan Muhammadiyah berupaya melakukan perlawanan terhadap kekuatan penjajahan melalui pendekatan kultural, terutama upaya meningkatkan kualitas sumber daya manusia melalui jalur pendidikan.
c.       Gerakan Pembaharuan Timur Tengah
Gerakan Muhammadiyah di Indonesia pada dasarnya merupakan salah satu mata rantai dari sejarah panjang gerakan pebaharuan yang dipelopori oleh Ibnu Taymiyah, Ibnu Qayyim, Muhammad bin Abdul Wahhab, Jamaluddin al - Afgani, Muhammad Abduh, Rasyid Ridha dan lain sebagainya.  Persentuhan itu terutama diperoleh melalui tulisan – tulisan Jamaluddin al – Afgani yang dimuat dala majalah al-Urwatul Wutsqa yang dibaca oleh K.H. Ahmad Dahlan.  Tulisan – tulisan yang membawa angin segar pembaharuan itu, ternyata sangat mempengaruhi K.H. Ahmad Dahlan, dan merealisasikan gagasan – gagasan pembaharuan ke dalam tindakan amal yang riil secara terlembaga.

Dalam melihat seluruh latar belakang kelahiran Muhammadiyah, dapat dikatakan bahwa K.H. Ahmad Dahlan telah melakukan lompatan besar dalam beritijhad.  Prinsip – prinsip dasar perjuangan Muhammadiyah tetap berpijak kuat pada Al-Quran dan Sunnah, naun implementasi dalam operasionalisasinya yang memiliki karakter dinamis dan terus berubah – ubah sesuai dengan perkembangan zaman Muhammadiyah banyak memungut dari berbagai pengalaman sejarah secara terbuka ( misalnya sistem kerja organisasi yang banyak diilhami dari yayasan – yayasan Katolik dan Protestan yang ba;nyak muncul di Yogyakarta waktu itu).

TUJUAN PENDIDIKAN MUHAMMADIYAH
Pada awal perkembangannya, tujuan yang diprogramkannya Muhamadiyah yaitu : Menyebarkan pengajaran agama Nabi Muhammad SAW kepada penduduk bumi putera residensi Yogyakarta dan memajukan agama kepada ahli-ahlinya (Amir Hamzah Wirjo Soekarno, ms: 30). Tujuan itu terungkap dalam usaha untuk menegakan dan menjunjung tinggi agama Islam yang sebenar-benarnya. Dan pada prinsipnya, sebagaimana dikemukakan  Deliar Noer bahwa bagi Muhamadiiyah, masalah pokok adalah pembinan umat yang diridhoi Alloh.
Tujuan yang dirumuskan dinilai dengan kondisi dan kebutuhan umat Islam pada masa itu, terutama di Yogyakarta dan sekitarnya. K.H Ahmad Dahlan melalui pengamatannya yaitu mengembalikan umat Islam kepada ajarannya yang murni. Usaha dan pemurnian akan lebih efektif dilakukan dengan mengadakan pembaharuan di bidang pendidikan.
Pada tahun 1977 dirumuskan tujuan pendidikan Muhamadiyah secara umum:   Terwujudnya manusia muslim yang berakhlak mulia, cakap, percaya pada diri sendiri, berguna bagi masyarakat dan negara”. Beramal menuju terwujudnya masyarakat islam yang sebenar-benarnya. Memajukan dan memperkembangkan ilmu pengetahuan dan ketrampilan untuk pembangunan dan masyarakat negara republik Indonesia yang berdasar pancasila dan UUD 1945.

PERKEMBANGAN MUHAMMADIYAH DI INDONESIA
1.      Perkembangan Secara Vertikal
Dari segi perkembangan secara vertikal, Muhammadiyah telah berkembang ke seluruh penjuru tanah air.  Akan tetapi, dibandingkan perkembangan organisasi NU, Muhammadiyah sedikit ketinggalan.  Hal ini terlihat bahwa jamaah NU lebih banyak dengan jamaah Muhammadiyah.  Faktor utama dapat dilihat dari segi usaha Muhammmadiyah dalam mengikis adat – istiadat yang mendarah daging di kalangan masyarakat, sehingga banyak menemui tantangan dari masyarakat.
2.      Perkembangan Secara Horizontal
Dari segi perkembangan secara horisontal, amal usaha Muhammadiyah tela banyak berkembang, yang meliputi berbagai bidnag kehidupan.  Perkembangan Muhammadiyah dalam bidang keagamaan terlihat dalam upaya – upayanya, seperti terbentuknya Majlis Tarjih (1927), yaitu lemmbaga yang menghimpun ulama – ulama dalam Muhammadiyah yang secara tetap mengadakan permusyawaratan dan memberi fatwa – fatwa dalam bidang keagamaan, serta memberi tuntunan mengenai hukum.  Majlis ini telah banyak memberi manfaat bagi jamaah dengan usaha – usahanya yang telah dilakukan:
a.       Memberi tuntunan dan pedoman dalam bidang ubudiyah sesuai dengan contoh yang telah diberikan Rasulullah SAW.
b.      Memberi pedoman dalam penentuan ibadah puasa dan hari raya dengan jalan perhitungan “hisab” atau “astronomi” sesuai dengan jalan perkembangan ilmu pengetahuan modern.
c.       Mendirikan mushola khusus wanita dan juga meluruskan arah kiblat yang ada pada masjid – masjid dan mushola – mushola khusus sesuai dengan arah yang benar menurut perhitungan garis lintang.
d.      Melaksanakan dan menyeponsori pengeluaran zakat pertanian, perikanan, peternakan, dan hasil perkebunan, serta mengatur pengumpulan dan pembagian zakat fitrah.

Dalam bidang pendidikan usaha yang ditempuh Muhammadiyah meliputi:
a.       Mendirikan sekolah – sekolah umum dengan memasukkannya ke dalamnya ilmu – ilmu agama.
b.      Mendirikan madrasah – madrasah yang juga diberi pendidikan pengajaran ilmu – ilmu pengetahuan umum.
Dengan perpaduan tersebut, tidak ada lagi pembedaan mana ilmu agama dan ilmu umum.  Semuanya adalah perintah dan dalam naungan agama.
                                                  
KONSEP PENDIDIKAN MUHAMMADIYAH
Muhammadiyah diasaskan oleh K.H. Ahmad Dahlan di Yogyakarta pada 18 November 1912.  Muhammadiyah didirikan sebagai reaksi terhadap  kondisi umat Islam Hindia Belanda terutama di Jawa ketika itu berada dalam keadaan lemah hingga tak mampu menghadapi tantangan zaman ( Ahmad Syafi’i Maarif,1985).  Khusus dalam bidang pendidikan dan pengajaran pondok pesantren yang lebih menitik beratkan pengembangan “ilmu pengetahuan Islam” yang berorientasi kepada keakhiratan, sementara pendidikan yang diselenggarakan pemerintah Hindia Belanda menitik beratkan pada “ilmu pengetahuan umum” yang berorientasi pada maslaha keduniaan(sekuler) yang dipersiapkan untuk membantu memantapkan kakuatan kolonial di Indonesia.
Polarisasi yang diametral ini sebagai akibat sistem dan politik pendidikan yang diterapkan oleh pemerintah Hindia Belanda yang lebih memantapkan politik devide et impera .  penyelenggaraan pengajaran dalam sistem persekolahan oleh peerintah Hindia Belanda mengambil sistem pendidikan pengajaran persekolahan barat (Eropa) dengan menggunakan kelas dan bangku, sementara sistem pendidikan Pesantren tetap menggunakan sistem tradisional.
Keadaan pendidikan dan pengajaran yang berkutuk dengan segala aspek dan prospeknya yang tidak menguntungkan bagi bangsa Indonesia merupakan salah satu dorongan yang kuat bagi kelahiran pergerakan Muhammadiyah pada tahun 1912 di Yogyakarta oleh K.H. Ahmad Dalan.  Ada beberapa faktor yang diasaskan oleh Muhammadiyah, yaitu: Umat Islam berada dalam keadaan jumud karena sudah banyak  menyimpang dari tuntutan agama berdasarkan Al- Quran dan Sunnah.  Keadaan umat Islam yang lemah dalam berbagai aspek kehidupan sebagai akibat penjajahan.
Akibat sikap menutup diri dari perkembangan luar.  Persatuan dan kesatuan umat Islam melemmah sebagai akibat dari kondisi organisasi Islam yang ada.  Munculnya tantangan dari kegiatan misi zending dinilai dapat mengancam masa depan kehidupan agama Islam.  Selain dari adanya faktor sebagai kenyataan yang diamati K.H. Ahmad Dahlan, beberapa kalangan menilai pemikiran Muhamad Abduh mempunyai peran besar dalam mendorongnya untuk mengadakan pembaharuan.  K.H. Ahmad Dahlan memprioritaskan bidang pendidikan sebagai aktivitas pembaharuannya  (Amurah,1990, ms :15).
Pengaruh pemikiran Muhammad Abduh di dunia Islam ketika itu cukup luas.  Gagasan dan pemikiran tentang pembaharuan dalam Islam tersiar melalui majalah Al- Manar.  Majalah itu menjadi bacaan para tokoh pembaharu termasuk di Indonesia (Harun Nasution,1979).  Pemikiran Muhammad Abduh diserap oleh tokoh – tokoh Islam pembaharu di Indonesia , seperti K.H. Ahmad Dahlan.  Walaupun bagaimanapun, kondisi masyaravkat dan umat Islam di tanah air tak mungkin dapat di lepaskan dari hubungannya sebagai faktor penyebab diasasnya Muhammadiyah.

KURIKULUM PENDIDIKAN MUHAMMADIYAH
Muhammadiyah telah menyusun kurikulum pendidikan di sekolah – sekolah yang mendekati rencana pelajaran sekolah – sekolah kerajaan.  Di pusat – pusat pendidikan Muhammadiyah, disiplin – sisiplin sekuler (ilmu umum) diajarkan meskipun Muhammmadiyah memberi dasar sekolah – sekolahnya pada masalah masalah agama.
Dalam penyusunan kurikulum, terlihat adanya pemisahan kedua macam disiplin ilmu, sehingga antara keduanya terinci dalam pembagian.  Misalnya : Kurikulum Madrasah Mu’allimin Muhammadiyah terdiri atas 26 mata pelajaran (M.Said,1959).  Mata pelajaran tersebut dipisahkan menjadi mata pelajaran umum sebanyak 21 mata pelajaran dan mata pelajaran agama sebanyak 5 mata pelajaran.  Hal ini agar mampu menciptakan pribadi muslim yang baik, semacam kombinasi antara seorang alim dan seorang intelektual, terkesan tidak akan timbul kesulitan untuk dapat direalisasikan.
Menilik konsep mata pelajaran yang ada dalam kurikulum pendidikan, mata pelajaran umum  sebesar 80% dan mata pelajaran agama 20%.  Perbandingan antara mata pelajaran umum dan mata pelajaran agama adalah 4:1 bukan 1:1.  Komposisi ini dapat menimbulkan kesan bahwa pada dasarnya pendidikan di sekolah – sekolah Muhammadiyah cenderung mengarah kepada pendidikan umum.  Dan yang membedakan antara sekolah – sekolah Muhammadiyah dengan sekolah kerajaan hanya terletak pada adanya mata pelajaran agama.  Dalam pelaksanaan pendidikannya Muhammadiyah merupakan sistem pendidikan yang memadukan antara sistem pendidikan pesantren dengan sistem pendidikan sekolah, mmenjadi sistem pendidikan mmadrasah atau sekolah agama.  Sistem seperti ini tidak jauh berbeda dengan yang dilakukan oleh jami’ah Al- Khair sebelumnya.  Tetapi dalam perkembangannya lebih lanjut, Muhammadiyah lebih memperbanyak model sekolah agama dibanding madrasah.
Dari segi keberhasilan tersebut, ada benarnya sifat kooperatif yang dipilih Muhammadiyah, atau minimal akan timbul suatu pandangan baru bahwa tindakan yang dimaksud lebih mengarah kepada kepentingan strategis suatu perjuangan, bukan semata mata sebagai wujud dari sikap kompromistis terhadap kolonial Belanda.  Sikap kooperatif tersebut dipilih oleh K.H. Ahmad Dahlan di dasarkanlatar belakang sejarah organisasi dan perkumpulan Islam, Al- Irsyad dan lain – lainnya memilih sikap non kooperatif, ternyata susah untuk mengembangkan diri.  Dan alasan inilah Muhammadiyah mengarahkan pembaharuan di bidang institusi pendidikan, terutama mendirikan sekolah agama yang lebih sesuai keperluan pendidikan.
 
PENDIDIKAN DAN PENGAJARAN DI MUHAMMADIYAH
Sejalan dengan tujuan untuk membina umat, kegiatan Muhamadiyah sebagai organisasi Islam antara lain : mendirikan sekolah, memodernisasi pesantren, menggiatkan tabligh, serta kegiatan sosial lainnya termasuk yang bersifat insidental, seperti membantu korban bencana alam dan sebagainya. Muhamadiyah menegaskan dua macam lembaga pendidikan, yaitu madrasah diniyat yang khusus memberikan pelajaran agama dan sekolah-sekolah yang memberikan pelajaran umum. Madrasah diniyat berbeda dengan madrasah yang lain ketika itu, masih menerapkan metode pengajaaran sistem khalaqah (belum menggunakan bangku dan meja). Muhamadiyah mendirikan sekolah-sekolah umum model sekolah kerajaan Hindia Belanda yang tetap memberikan pelajaran agama Islam sebagai salah satu kurikulumnya.
Materi yang disampaikan pada pendidikan muhammadiyah adalah pendidikan agama yang mencakup mata pelajaran aqidah akhlak, hadist, fikih, tarikh, bahasa, al-quran dan kemuhammadiyahan. Selain pendidikan agama juga terdapat pendidikan umum seperti IPA, IPS, Ilmu tekhnik, Olahraga, Matematika dan lain-lain.
Bahan pelajaran tersebut diberikan secara berencana. Artinya, bahan pelajaran tertentu diberikan di kelas tertentu dengan waktu atau lama belajar yang telah ditetapkan.
Metode yang digunakan di Muhammadiyah yaitu metode ceramah, diskusi, tanya jawab, pemberian tugas, metode kerja kelompok, demonstrasi, latihan, sosiodrama, metode karya wisata atau belajar di alam.

KESIMPULAN
Muhammadiyah didirikan untuk menyerukan pentingnya kembali pada Al Qur’an dan Sunnah sebagai usaha mengatasi perbuatan menyimpang dalam kehidupan beragama umat islam di Indonesia yang melakukan praktik takhayul, bid’ah, dan kurafat dengan tidak mendasarkan dirinya pada madzhab atau pemikiran tertentu. Dari latar belakang yang demikian, membuat Ahmad Dahlan mendirikan Muhammadiyah dan didalamnya didirikan Lembaga Pendidikan yang disesuaikan dengan sistem pendidikan Islam agar tidak terisolasi. Bahwa pada dasarnya pendidikan di sekolah-sekolah Muhammadiyah cenderung mengarah kepada pendidikan umum. Dalam pelaksanaan pendidikannya Muhammadiyah merupakan sistem pendidikan yang memadukan antara sistem pendidikan pesantren dengan sistem pendidikan sekolah, menjadi sistem pendidikan madrasah atau sekolah agama.

2 komentar: