1.
Pengertian
Tajdid Dalam Muhammadiyah
Seperti
ditulis oleh Drs H Ibnu Djarir, wakil ketua Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Jawa
Tengah. Persyarikatan Muhammadiyah bertekad makin memperkukuh diri
sebagai gerakan tajdid atau pembaruan. Baik pemikiran maupun gerakan,
sepertinya merupakan karakteristik utama organisasi Islam modern ini.
Alasannya, masyarakat selalu berubah, ilmu pengetahuan dan teknologi selalu
berkembang maju dan alam sekitar pun mengalami perubahan.
Menurut
paham Muhammadiyah, tajdid mempunyai dua pengertian, ibarat dua sisi
dari satu mata uang. Pertama, mengandung pengertian purifikasi dan reformasi.
Yaitu pembaruan dalam pemahaman dan pengamalan ajaran Islam ke arah keaslian
dan kemurniannya sesuai dengan Alquran dan As-Sunnah Al-Maqbulah.
Dalam
pengertian pertama ini diterapkan pada bidang akidah dan ibadah mahdhah.
Kedua, mengandung pengertian modernisasi atau dinamisasi ( pengembangan ) dalam
pemahaman dan pengamalan ajaran Islam sejalan dengan kemajuan ilmu pengetahuan
dan teknologi serta perubahan masyarakat. Pengertian yang kedua diterapkan pada
masalah muamalah duniawi.
Tajdid
dalam
pengertian ini sangat diperlukan, terutama setelah memasuki era globalisasi,
karena pada era ini bangsa-bangsa di dunia rnengalami interaksi antar budaya yang
sangat kompleks.
Dari
segi bahasa, tajdid berarti pembaharuan, dan dari segi istilah, tajdîd memiliki
dua arti, yakni:
a)
Pemurnian;
b)
Peningkatan, pengembangan,
modernisasi dan yang semakna dengannya.
·
Dalam arti “pemurnian” tajdid
dimaksudkan sebagai pemeliharaan matan ajaran Islam yang berdasarkan dan bersumber kepada
al-Qur’an dan As-Sunnah Ash-Shohihah.
·
Dalam arti “peningkatan, pengembangan,
modernisasi dan yang semakna dengannya”, tajdid dimaksudkan sebagai
penafsiran, pengamalan, dan perwujudan ajaran Islam dengan tetap berpegang
teguh kepada al-Qur’an dan As-Sunnah Ash-Shahihah.
Untuk
melaksanakan tajdid dalam kedua pengertian istilah tersebut, diperlukan
aktualisasi akal pikiran yang cerdas dan fitri, serta akal budi yang bersih,
yang dijiwai oleh ajaran Islam. Menurut Persyarikatan Muhammadiyah, tajdid
merupakan salah satu watak dari ajaran Islam.
2.
Konsep Tajdid
Menurut Muhammadiyah
K.
H. A. Badawi, ketua PP Muhammadiyah 1962 – 1968 menulis dalam suara
muhammadiyah JUli 1967 tentang Tajdid dan Muhammadiya. Muhammadiyah pada
dasarnya adalah gerakan Islam yang bermaksud dakwah, mengajak kepada Islam.
Bagi yang telah Islam, ajakan itu bersifat tajdid, yaitu kembali kepada ajaran Islam
yang asli murni, seperti yang telah disampaikan oleh Nabi Muhhamad SAW (hadits
yang sahih) serta yang dikerjakan oleh sahabt dan ulama salaf yang sesuai
dengan ajaran Al-Qur’an dan Hadits, dengan mempergunakan akal, pikiran dan
dengan penyelidikan yang cermat, tidak bertaklid.
Muhammadiyah
adalah
organisasi modern yang senantiasa melakukan pembaruan (tajdid). Bagaimana
konsep tajdid Muhammadiyah itu?Muhammadiyah memiliki sejumlah lembaga (majelis)
dalam menjalankan tugasnya untuk senantiasa beramar makruf nahi mungkar
(menegakkan kebenaran dan mencegah kemungkaran). Salah satu lembaganya bernama
Majelis Tarjih dan Tajdid.
Tarjih adalah
pengamalan hukum-hukum agama sebagaimana tertulis dalam Alquran dan Hadis Nabi
Muhammad SAW. Tarjih bergerak dalam bidang pemurnian atau purifikasi.
Sedangkan, tajdid adalah reform atau pembaruan. Keduanya (tarjih dan
tajdid), ibarat dua sisi mata uang yang saling membutuhkan dan tak mungkin
dipisahkan.Jika dilihat secara umum, tarjih lebih bersifat masa lampau,
sedangkan tajdid untuk masa depan. Tajdid selalu berbicara prospektif. Jadi, pemurnian
dan pembaruan, menjadi ciri khas gerakan Muhammadiyah. Organisasi ini akan
diukur berdasarkan pada kedua benchmarks tersebut. Itulah konsep Kiai Ahmad
Dahlan dalam meletakkan landasan dan fondasi Muhammadiyah, yang harus
dilaksanakan penerusnya saat ini.
3.
Gerakan Pembaruan yang dilakukan Muhammadiyah
Ada tiga hal yang menjadi
fondasi utama gerak langkah Muhammadiyah, yakni bidang pendidikan, kesehatan,
dan kesejahteraan sosial. Ketiga hal ini dijalankan oleh Kiai Ahmad
Dahlan yang sangat jauh “menyimpang” dari mainstream saat itu. Mengapa
demikian? Karena kondisi masyarakat Indonesia yang terjajah, tertindas,
terbelakang, miskin, dan selalu dibodohi oleh para penjajah. Maka, untuk
memperbaiki semua itu, harus ada keberanian dalam melakukan perubahan secara
menyeluruh. Misalnya, dalam pendidikan. Pola yang
dikembangkan Muhammadiyah berusaha untuk mengadopsi pendidikan Barat yang
berbeda dengan paham masyarakat Indonesia saat itu.
Kemudian
dalam bidang kesehatan, beliau berusaha mendorong didirikannya balai
pengobatan untuk rakyat miskin. Sebab, waktu itu banyak masyarakat Indonesia
dengan kondisi ekonomi yang sangat tertinggal, sangat kesulitan mendapatkan
layanan kesehatan, kecuali mereka yang berasal dari kalangan bangsawan.
Dalam
bidang kesejahteraan sosial, beliau membentuk lembaga amil zakat,
lembaga peduli umat, dan lain sebagainya. Tujuannya adalah untuk membebaskan
masyarakat dari kemiskinan, kebodohan, ketertinggalan, dan lain sebagainya.
Kondisi
masyarakat saat itu yang mulai jauh dari nilai-nilai Islam. Cara ibadah mereka
mulai bercampur dengan kemusyrikan, takhayul, bid’ah, dan lain sebagainya.
Kemudian dalam hal pemikiran, umat Islam saat itu cenderung telah mengalami
stagnasi pemikiran. Pola pikir yang dikedepankan cenderung taklid (mengikuti
saja) tanpa mau mencari dasarnya. Bahkan, mulai muncul kekhawatiran di
masyarakat karena adanya fatwa yang menyatakan bahwa pintu ijtihad telah
tertutup. Bagi tokoh pembaru seperti Abduh, Al-Afghani, dan Ibnu Taimiyah, hal
ini dapat menyebabkan taklid buta dan pemikiran umat Islam pun menjadi jumud
(stagnan).
Gerakan
pembaruan akan terus dilakukan dan tak akan pernah berhenti. Bisa saja,
pembaruan yang dilakukan hari ini, tapi karena satu hal, sehingga besok sudah
tidak bisa dilakukan lagi. Maka, pembaruan akan terus berlangsung.
Begitulah seterusnya.
4.
Makna
Pentingnya Pembaharuan Dilakukan Muhammadiyah
Muhammadiyah
selalu melakukan gerakan pembaruan. Muhammadiyah tanpa pembaruan, ibarat makan
sayur tanpa garam, maka rasanya hambar. Muhammadiyah harus selalu menjadi
pelopor. Sebagai pelopor, Muhammadiyah tidak boleh kehilangan kepeloporannya.
Karena
itu, pembaruan menjadi kebutuhan mutlak bagi warga pergerakan Muhammadiyah.
Jadi, pembaruan akan selalu terjadi dan terus berkembang. Dan, pembaruan itu
akan terjadi dalam semua bidang, tidak hanya terbatas pada bidang sosial.
Semuanya yang dilakukan harus dijalankan dengan tindakan nyata. Itulah yang
namanya amal syahadah.
Majelis Tarjih dan Tajdid itu berkutat melayani persoalan-persoalan yang muncul khususnya masalah keagamaan internal Muhammadiyah. Sehingga warga Muhammadiyah mendapatkan pedoman dan jawaban dalam masalah sosial keagamaan. Tidak hanya masalah fikih tapi juga akidah, akhlak, dan masalah-masalah yang lain
Majelis Tarjih dan Tajdid itu berkutat melayani persoalan-persoalan yang muncul khususnya masalah keagamaan internal Muhammadiyah. Sehingga warga Muhammadiyah mendapatkan pedoman dan jawaban dalam masalah sosial keagamaan. Tidak hanya masalah fikih tapi juga akidah, akhlak, dan masalah-masalah yang lain
Simpulan
Berdasarkan
uraian di atas dapat difahami, bahwa tajdid dalam Muhammadiyah mengalami
perubahan yang sangat berarti. Pada pase pertama tajdid dalam Muhammadiyah baru
pada tataran praktis dan gerakan aksi yang mengarah pada pemurnian akidah dan
ibadah, sebagai reaksi terhadap penyimpangan yang dilakukan oleh umat Islam
pada saat itu. Tema sentral tajdid pada pase ini adalah pemurnian. Kemudian
pada pase kedua konsep tajdid diarahkan pada upaya untuk merspon perubahan
masyarakat yang berkaitan dengan al-umur al-dunyawiyyah. Pada pase ketiga,
menjelaskan bagaimana pembaharuan yang dilakukan muhammadiyah. Dan yang
terakhir pentingnya pembaharuan yang dilakukan muhammadiyah. Jadi, pembaruan
akan selalu terjadi dan terus berkembang. Dan, pembaruan itu akan terjadi dalam
semua bidang, tidak hanya terbatas pada bidang sosial. Semuanya yang dilakukan
harus dijalankan dengan tindakan nyata. Itulah yang namanya amal syahadah.
Saran
Tajdid
atau pembaharuan dalam Islam khususnya dalam Muhammadiyah memang perlu terus
dilakukan oleh kader–kader Muhammadiyah. Hal ini untuk melindungi ajaran–ajaran
agama yang semakin hari luntur oleh fenomena modern yang berkembang di
masyarakat. Pola kehidupan masyarakat modern yang memiliki budaya baru yang
lebih bebas cenderung melupakan ajaran – ajaran agama yang sebenarnya.
Disinilah peran tajdid
harus dikedepankan, karena dengan hadirnya tajdid dari pemikiran – pemkiran
para cendekiawan dan tokoh agama, perubahan – perubahan kehidupan tetap bisa
berjalan sesuai dengan koridor agama Islam yang sesuai dengan Al – Qur’an dan
Hadist.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar